Tuesday, September 30, 2008

Papan Unik Palangka Raya

Sempatkan diri untuk menjelajah kota ini, anda akan menemukan beberapa plat unik yang mungkin hanya dapat anda temukan di kota ini. Plat-plat tersebut mencirikan kota Palangka raya ataupun memang ada sesuatu di balik plat-plat tersebut. Misalnya, plat pertama yang terdapat di Jalan Yos Sudarso. Papan tersebut bertuliskan “Mari Kita Utamakan Bahasa Indonesia”. Dilihat dari tingkat ketuaan papan tersebut, tampaknya papan tersebut sudah berdiri semenjak Kota Palangka Raya akan atau sudah dijadikan (terlihat dari karat-karat pada sisi bingkai plang tersebut). Yang terpikirkan ialah, entah Bahasa Dayak dan bahasa daerah lainnya memang cukup populer di Palangka Raya pada waktu itu sehingga pemerintah daerah dan kota mencanangkan pembuatan plang tersebut, atau memang mereka kehabisan ide untuk kata-kata dalam sebuah plang? Yang kedua ini kayaknya nggak mungkin yach. Jadi, anggap saja bahwa masyarakat Palangka Raya banyak yang menggunakan bahasa lokal (seputaran Jawa Timur) dan Bahasa Dayak asli Kalimantan Tengah. Sebagai informasi, bahasa lokal Palangka Raya dan sekitarnya sangat beragam, mulai dari Dayak Ngaju (paling banyak), Dayak Katingan, Dayak Rungan, Dayak Ma’anyan, Dayak Ot’danum, Banjar, Dayak Malayik, Bakintai, Tamuan, Sampit, Jawa dan banyak lagi.
Yang kedua adalah plat KH. Kalimantan Tengah adalah salah satu propinsi terbesar ketiga di Indonesia (setelah Papua dan Kalimantan Timur). Untuk ukuran sebesar itu, plat nomor yang digunakan hanya satu buah saja, yakni KH. Dari Matua sampai Bermaung, dari Tanjung Puting sampai Tanjung Topos semuanya menggunakan plat kendaraan KH. Pokoknya, plat KH adalah kebanggaan sekaligus identitas Kalimantan Tengah. Nah, salah satu plat di jalan utama di Palangka Raya juga mengusung tema ini. Plat tersebut berbunyi “Saya Bangga Pakai Kendaraan Plat Nomor KH dan Bayar Pajaknya”. Di bawah plat tersebut terdapat sebuah gambar mobil dengan plat XX sekian beralih menjadi plat KH sekian. Yang tampak dari plat ini adalah pemerintah kota dan propinsi mengharuskan agar warganya tidak lupa membayar pajak dan mengharuskan semua kendaraan yang berada di wilayah Kalimantan Tengah berplat KH (dan membayar pajak tentunya). Mungkin banyak juga warga yang membandel ga mau pake plat KH agar bebas pajak…hehe.
Satu lagi, ada plat bagus yang memang sudah lumrah berdiri di lokasi wisata. Di bundaran besar Palangka Raya, terdapat satu buah plang papan besar yang berisi peta Kalimantan Tengah dan objek-objek wisata di semua kabupaten dan kotanya. Tak lupa, saya berfoto juga dengan plang ini. Ini menjadi semacam keharusan, dimana orang yang ingin berkeliling Kalimantan Tengah sebaiknya melihat papan ini terlebih dahulu (dengan kata lain, mampir dong ke Palangka Raya).

Monday, September 29, 2008

Express Batavia Air Palangka Raya – Jakarta

Saya baru tahu kalau Batavia Air punya layanan express. Layanan ini bisa anda dapatkan tanpa perlu menambah biaya apapun. Anda hanya perlu duduk manis dan menikmati layanan ini. Hal ini yang saya alami dalam perjalanan Tjilik Riwut (PKY) – Soekarno Hatta (CKG) yang seharusnya berlangsung selama satu setengah jam. Pesawat yang lepas landas pukul 11.30 WIB tersebut dijadwalkan akan tiba di Jakarta pukul 13.00 WIB. Kenyataanya, saya tiba di Jakarta pukul 12.30 WIB! Benar-benar suatu perjalanan express!
Pesawat Batavia Air yang saya naiki adalah Boeing 737-200. Beberapa tulisan seperti di tanda kenakan sabuk pengaman, dilarang merokok dan dilarang memindahkan pelampung ditulis dalam bahasa Spanyol. Beberapa tulisan dalam bahasa Indonesia dan Inggris dibuat dengan tempelan dasar warna putih. Ketika para pramugari sedang bersibuk-sibuk, mesin pesawat sudah berdengung dengan keras di luar tanda pesawat akan segera menuju landasan namun sayangnya pintu pesawat terlambat ditutup sehingga dengung terdengar sampai ke dalam kabin. Tak lama pintu ditutup, para awak segera menuju posisi masing-masing untuk melakukan peragaan penerbangan. Tidak hanya penerbangannya yang express, peragaan penerbangannya pun express. Para pramugari tersebut melakukan gerakan peraga dengan tergesa-gesa diiringi dengan suara yang sudah direkam dengan tergesa-gesa juga. Tak lama, setelah pesawat berputar balik di landasan tanda akan siap lepas landas, para pramugari segera menyelesaikan gerakannya dan kembali ke belakang. Tanpa didahului oleh ancang-ancang terlebih dahulu, pesawat Batavia Air yang saya naiki bergoyang goyang dan langsung mendengung menyalakan jetnya dan tak lama kemudian saya sudah mengudara di angkasa. Proses mengudara hingga stabil di angkasa pun tergolong singkat. Whew, benar-benar penerbangan yang singkat!
Di Batavia Air, saya diberi sekotak kue yang dikemas dalam kemasan kue Batavia dan segelas air minum. Untuk hal ini, saya memberi compliment, kuenya enak dan bukan kue murahan (waktu itu saya dapat roti manis).
Tak lama kemudian berselang, tepatnya satu jam kemudian, menjelang pukul 12.30 WIB, terdengar suara dari pengeras suara bahwa pesawat akan segera mendarat di Jakarta. Wah, segera saya menengakkan sandaran kursi (catatan, sabuk pengaman tidak saya lepas dari tadi). Dalam waktu tidak terlalu lama, pesawat yang tadinya terbang melayang jauh tinggi di atas awan cumulus segera sejajar dengan awan tersebut. Dalam waktu tidak terlalu lama juga, permukaan bumi segera terlihat dan Teluk Jakarta sudah di depan mata. Kami tiba di Jakarta! Enjoy Express Boarding and Flight with Batavia Air Express Service!

Friday, September 26, 2008

Bandara Tjilik Riwut, Pintu Gerbang Palangka Raya



Walaupun sedih, kenyataannya waktu juga yang memisahkan diri saya dengan kota di tengah Pulau Kalimantan ini. Ya, siang itu saya harus mengejar pesawat dari Palangka Raya menuju Jakarta. Sebagai informasi, Palangka Raya tidak dilayani oleh semua maskapai yang ada. Beberapa maskapai yang sudah membuka jalur Palangka Raya – Jakarta dan sebaliknya hanyalah Batavia Air, Sriwijaya Air, Garuda dan Merpati saja selain Dirgantara Air Service yang memang sudah spesialis daerah pedalaman dan lapangan terbang non Boeing seperti Fokker dan Cessna. Alhasil, pilihan menjadi sedikit terbatas dan penerbangan tersiang yang ada dari PKY (Tjilik Riwut) menuju CKG (Soekarno Hatta) adalah pukul 12.30. tidak ada penerbangan sore di Palangka Raya menuju Jakarta.
Berbeda dengan Banjarmasin yang dimana Bandara Sjamsuddin Noor-nya berada di luar kota yakni di Kota Banjarbaru, Bandara Tjilik Riwut terletak di dalam kota Palangka Raya dan cukup dekat dengan pusat kota. Bandara dapat dicapai dalam waktu 15-20 menit saja dari pusat kota.
Perjalanan menuju bandara tidak jauh berbeda dengan landscape dalam kota. Pemandangan lapangan berumput plus hutan di kejauhan mewarnai pemandangan di kanan dan kiri jalan yang saya lalui. Di salah satu sudut jalan bahkan terdapat wilayah yang sedang diuruk bekas tanah gambut dengan hiasan sebuah guci tanah liat yang sedikit miring dan agak janggal karena posisinya dan peletakkannya. Bandara Tjilik Riwut sendiri merupakan salah satu bdanara berukuran kecil di Indonesia karena bangunannya sendiri memang tidak terlalu besar. Saat saya ingin pulang ke Jakarta, banyak bagian bandara sedang dilakukan perbaikan sehingga sedikit banyak mengurangi tampilan bandara. Jalan masuk kendaraan pun sedikit terhalang oleh bedeng para pekerja yang membangun bandara.
Di bandara Tjilik Riwut, situasinya tidak terlalu beda dengan bandara umum di Indonesia. Pintu masuk bandara dibuat tunggal saja, tidak dilengkapi dengan terminal sekian ke sekian. Yang unik dari bandara ini adalah ukiran maupun hiasan di sekeliling bangunan yang tampaknya sangat mencitrakan bahwa bandara ini berlokasi di Kalimantan Tengah. Sungguh, hiasan di sekeliling bandara cukup membuat saya kagum. Cantik juga karya arsitek yang membangun bandara ini.
Ketika masuk ke dalam, seperti biasa, anda akan memasuki mesin sinar X untuk memeriksa bagian dalam benda-benda yang anda bawa. Setelah itu, proses check ini dilakukan dengan memilih salah satu meja maskapai yang ada. Ada seorang bapak yang baik hati yang membantu proses check in saya padahal saya tidak pernah memintanya. Sempat terbersit juga apakah ada maksud tertentu dari orang ini namun tampaknya saya terlalu curiga berlebihan karena seusai bapak tersebut membantu saya check in, ia mengucapkan selamat jalan semoga sampai tujuan dengan selamat. Jadi sedikit tidak enak karena curiga berlebihan. (Bapak tersebut sampai mengantrikan tiket dan KTP saya!).
Bangunan bandara yang tidak bertingkat membuat proses penukaran boarding pass dan pembayaran airport tax dilakukan di ruang berikutnya. Yang mengejutkan, airport di Tjilik Riwut hanya sepuluh ribu rupiah! Duh, jadi pengen ke Tjilik Riwut lagi! Hehe. Seandainya semua bandara di Indonesia menerapkan harga murah seperti Tjilik Riwut. Sebagai perbandingan, di Bandara Soekarno Hatta terdapat petugas menyebalkan yang setengah memaksa dengan suara ketus membuat saya harus membeli asuransi perjalanan seharga Rp. 20.000. Petugas tersebut berdiri di loket setelah kita melakukan pembayaran airport tax. Dia memanggil-manggil penumpang dengan tidak sopan agar melewati stand dia. Dia berkata dengan cepat dan ketus serta memaksa sehingga untuk orang yang terburu-buru pasti akan lalai dan membayar either mereka butuh atau tidak. Ketika saya diketusi, saya membentak balik dengan berkata “ini apa?”, saya minta penjelasan. Penjelasan yang diberikan pun agak berbelit sehingga saya memutuskan untuk membentak wanita tersebut dengan berkata “NGGAK WAJIB KAN?!”. Dia mencoba mengeles dengan berkata “tidak wajib tapi dianjurkan!”. Spontan saya berkata “Ngga Usah!” dan segera meninggalkan wanita bertampang judes tersebut. Heran, pantes aja Soekarno Hatta dikenal sebagai bandara yang tidak ramah terhadap penumpang kalau caranya begini.
Kembali ke Tjilik Riwut, di lokasi sebelum ruang tunggu penumpang, anda dapat melihat-lihat produk-produk khas Kalimantan tengah maupun makan siang sambil menunggu pesawat anda berangkat. Jujur saja, walaupun disebut bandara dimana bandara sudah identik dengan harga mahal, namun toko souvenir di Bandara Tjilik Riwut memiliki harga yang affordable yang reasonable. Untuk beberapa item, harganya malah lebih murah daripada di pusat kota. Mengagumkan! Lain souvenir, lain pula makanan. Kalau untuk makanan, tampaknya memang aturan umum yang berlaku adalah harga mahal. Misalnya saja, untuk air minum AQUA, harga botol 600ml adalah Rp. 6.000 rupiah, bahkan ada yang Rp. 8.000! kalau tidak terlalu haus, sebaiknya tidak buang-buang uang disini mengingat di pesawat pun nanti anda akan mendapat makanan.
Sampai juga di ruang tunggu bandara. Sembari menunggu pesawat yang akan memberangkatkan anda di sisi kanan depan lapangan yang terlihat dengan jelas di depan ruang tunggu, anda dapat menikmati arsitektur Kalimantan tengah di ruang tunggu, yang diaplikasikan pada hiasan penghubung dinding dan atap, banner budaya Kalimantan Tengah dan Taman Nasional Sebangau. Apabila anda lapar, disini terdapat Parai Cafe di sisi sebelah kanan ruang tunggu. Gunakan waktu anda dengan sebaiknya dan pasang telinga baik-baik karena speaker informasinya agak sember sehingga anda akan sedikit kesulitan mendengar petugasnya menyebutkan nama pesawat yang baru saja mendarat, akan lepas landas dan pemanggilan penumpang.
Lagi-lagi sisi landasan bandara diperbaiki. Saya bersama penumpang lainnya keluar dari pintu ruang tunggu dan berhadapan dengan jalanan yang dipasangi papan kayu. Papan kayu tersebut digunakan untuk menutupi perbaikan yang dilakukan dan agar penumpang bisa berjalan dengan layak hingga sampai ke pesawat. Gak lupa, saya sempat menegok ke belakang untuk melihat wajah Bandara Tjilik Riwut sebelum lepas landas. Tak lupa, berfoto menjadi kegiatan yang wajib untuk dilakukan. Bye Kalimantan Tengah.

Wednesday, September 24, 2008

Kali Ini Benar-Benar Menaiki Jembatan Kahayan


Hari terakhir di Palangka Raya. Sedih sich, tapi mau gimana lagi? Realitas dan kehidupan nyata harus kembali merenggut kita dari liburan yang menawan ini. Sebelum pulang, saya ingin melakukan apa yang semalam tidak sempat terselesaikan : Menaiki Jembatan Kahayan hingga kesisi seberang.
Pagi itu cuaca cerah dan sedikit berawan. Walaupun demikian, baju saya sudah sedikit basah karena keringat yang diakibatkan oleh suhu panas kota ini. Perjalanan saya mulai dari Jalan Pierre Tendean langsung menuju Jembatan Kahayan. Jalan yang semula gelap dan sepi ketika malam berubah menjadi dinamis dan aktif serta ramai pada pagi hari ini. Senang rasanya begitu tahu saya akan menaiki Jembatan terkemuka di Kalimantan ini.
Secara umum, Jembatan ini diresmikan oleh Ibu Megawati Soekarno Putri, Presiden RI di kala itu pada tanggal 13 Januari 2002. Batu peresmian jembatan ini terletak di wilayah Pahandut sebelah utara kaki jembatan. Sayangnya, batu ini rusak oleh aksi vandalisme coret-coretan grafitti. Tulisan “Feby Lilang” atau apapun itu tergores di atas batu dengan pilox putih sehingga tulisan peresmian sukar terbaca. Jembatan dengan panjang total 645.5 meter dan panjang busur 150 meter serta ketinggian busur 36 meter ini memiliki warna oranye (dari jauh terlihat seperti kuning). Apabila tidak memiliki busur, jembatan ini tampaknya akan sama seperti jembatan lain di Kalimantan dengan rangka dasar persegi berwarna kelabu.
Pembuatan jembatan ini sebenarnya digunakan untuk menghubungkan wilayah Palangka Raya utama dengan Taman Hutan raya di seberang sana. Namun, karena di sebarang sana masih berupa hutan dan pedesaan, maka arus lalu lintas yang ada tidak seramai di pusat kota bahkan pada siang hari sekalipun. Walaupun demikian, pada hari biasa sekalipun, jembatan ini menjadi daya tarik bagi warga Palangka Raya dan sekitarnya untuk menikmati panorama Sungai Kahayan dari atas jembatan. Hal ini terlihat dengan banyaknya motor yang diparkir di sisi jembatan dan beberapa atau segerombolan warga duduk menikmati pemandangan sambil mengobrol. Ya, memang pemandangan yang diasjikan dari atas jembatan cukup unik dan menarik untuk dilihat. Di wilayah Pahandut terdapat dermaga-dermaga kecil hingga yang berukuran sedang, desa pinggir sungai dengan jejeran kayu ulin serta bangunan modern. Sementara di sisi seberang, kebanyakan didominasi oleh desa-desa pinggir Kahayan dan hutan, hutan, dan hutan saja. Suara cengkerik, tenggeret dan garengpung mendominasi kawasan yang sebagian besar masih berupa hutan ini bahkan ketika anda baru dua pertiga perjalanan awal. Suasana drastis langsung berubah dari perkotaan menjadi hutan di sisi seberang. Sayang, saya nggak melanjutkan sampai ke Taman Kum Kum karena keterbatasan waktu. Perjalan bolak balik jembatan saja sudah membutuhkan waktu setengah jam tanpa saya melakukan istirahat. Apabila ditambah istirahat dan berfoto, maka satu jam lebih dibutuhkan untuk berkelana di atas jembatan ini. Banyak warga yang menggunakan motor sebagai kendaraan menuju jembatan. Memang cukup menyenangkan dengan adanya motor, mobilitas anda menjadi tinggi sehingga bisa pergi ke area yang lebih jauh cakupannya. Namun, untuk anda yang tidak mempunyai kendaraan dan berada di pusat kota, perjalanan menuju Jembatan Kahayan dapat dilakukan kurang lebih setengah jam perjalanan. Jembatan Kahayan ini juga merupakan lokasi wisata yang aman karena banyak warga lokal bersantai di atas jembatan sambil menikmati panorama yang indah.

Tuesday, September 23, 2008

Malam – Malam Di Atas Jembatan Kahayan

Palangka Raya Kota Aman. Ya, ini yang saya alami selama berjalan di Palangka Raya, bahkan pada malam hari sekalipun. Saya merasa kota ini sangat aman dan anda semua, para penduduk Palangka Raya harus keep up your good work agar kota ini makin bersinar karena citra baik yang dibangunnya sehingga kunjungan wisatawan semakin meningkat.
Hal ini terbukti ketika saya melakukan perjalanan malam hari dengan berjalan kaki dari Bundaran Besar Palma yang ramai menuju Jembatan Kahayan yang luar biasa sepi. Berhubung sisi di seberang Jembatan adalah Taman Hutan Raya, maka sepinya daerah ini sudah dapat dimaklumi. Saya berjalan kaki dengan waktu 10 menit dari bundaran hingga mencapai tepian Sungai Kahayan. Walaupun sangat sepi karena sangat sedikit kendaraan yang melintas, namun saya merasa sangat aman sama sekali. Bukan karena hanya kaki Jembatan Kahayan yang disinari dengan cahaya lampu yang sangat terang sekali namun entah mengapa jalanan besar yang lengang membuat saya merasa aman walaupun sebagai catatan pada malam itu beberapa kantor instansi dan lampu jalan tidak menyalakan lampu sama sekali sehingga kondisi gelap gulita pernah saya lewati di jalan di kota ini.
Saya sedikit gila dan sedeng dengan mencari sensasi sesuatu yang agak berbeda malam ini. Berhubung malam masih agak panjang, maka saya meutuskan untuk naik Jembatan Kahayan pada malam hari dan menikmati kota Palangka Raya pada malam hari. Salah besar. Ternyata keputusan yang saya buat ini salah besar. Walaupun Jembatan terlihat sangat menarik karena berpendar cahya merah dan biru pada malam hari, namun di atas jembatan, penerangan yang ada tidak terlalu jelas sehingga saya kurang dapat melihat situasi sekeliling. Bodohnya saya lagi karena angin yang berhembus malam malam di atas sungai ternyata adalah angin dingin yang membekukan. Saya membeku menggigil kedinginan malam itu. Tambahan lagi, ketika saya melihat ke bawah dari pinggiran jalan trotoar di Jembatan Kahayan, ternyata cukup menegangkan untuk ukuran saya yang tidak altiphobia sekalipun. Alhasil, saya setelah merasakan dinginnya angin yang berhembus segera turun ke bawah ke permukaan tanah. Bodohnya pula, malam itu saya hanya mengenakan kaus tipis karena berpikir Palangka Raya tidak dingin. So, untuk anda yang ingin mencari tantangan, tidak disarankan untuk naik jembatan di malam hari. Dinginnya angin menjadi musuh utama. Ketika saya turun ke bawah, bermaksud masuk ke Taman Panorama Sungai Kahayan tepat di belakang Tugu Peletakkan Batu Pertama, saya melihat taman tersebut sudah sangat gelap dengan tidak adanya lampu maupun orang yang berada disana. Karena kondisinya sudah seperti itu, saya tidak mau mencari resiko. Saya berbalik arah dan kembali ke hotel untuk menghangatkan badan. Wih, seru plus beku juga petualangan malam di Jembatan dan Sungai Kahayan.

Monday, September 22, 2008

Mencoba Salah Satu Seafood di Yos Sudarso, Palangka Raya

Hehe...gak afdol rasanya kalau sudah ke Palangka Raya namun gak mencoba makanan yang disajikan di Yos Sudarso, terutama seafoodnya. Walaupun berembel-embel kota-kota besar di Jawa Timur, namun pasti ada rasa berbeda yang ditawarkan disini karena lokasinya berada di Palangka Raya.
Akhirnya, berhubung saya harus memutuskan salah satu, saya memilih yang lumayan ramai namun tidak terlalu ramai karena ada resiko saya akan diabaikan kalau terlalu ramai. Saya memilih Ikan Bakar Sadulur sebagai lokasi makan dan menu yang saya pilih adalah Ikan Nila Bakar dan minumnya jeruk hangat karena badan saya agak kedinginan malam itu plus menghangatkan tenggorokan yang sudah keseringan dihajar gorengan dan bakaran selama di Kalimantan.
Entah Ikan Nila itu khas Kalimantan atau bukan tetapi saya rasanya agak asing mendengar nama ikan ini di restoran seafood Jakarta. So, saya memesan ikan nila dengan harapan plus menyilangkan jari bahwa ikan ini autentik Palangka Raya. Dalam waktu yang tidak terlalu lama, makanan dihidangkan dan berhubung sudah lapar sekali (saat itu pukul 8 malam dan saya belum makan malam dari sore) maka saya segera melahap ikan yang sangat enak tersebut dengan bumbu kecap bawang sambel yang benar-benar pedas menggunakan tangan dan sudah tidak peduli lagi apakah ikan tersebut autentik Palangka Raya atau bukan. Lapar!
Dalam waktu tidak terlalu lama, nasi beserta ikan sudah tandas dan licin di piring. Tidak ada yang tersisa lagi di piring selain beberapa tulang yang memang cukup mengganggu makan. Berikutnya, saya mulai slow down a little bit dengan memakan lalapan yang dihidangkan plus sambel yang luas biasa menyengat dan pedas tersebut bahkan air jeruk hangat kurang mampu menetralisir rasa menyengat sambal tersebut. Setelah menghilangkan rasa pedas dengan meminum banyak banyak air putih dan menunggu beberapa saat, saya akhirnya membayar. Untuk porsi saya tadi, saya dicharge sebesar Rp. 21.000 saja. Cukup murah untuk ukuran Ikan Nila yang cukup besar dan mengenyangkan satu orang. Puas makan di palangka raya dan saya dapat keuntungan lain berupa bisa pamer ke orang-orang kalau sudah pernah mencicipi makanan di Palangka Raya serta dapat bahan inspirasi cerita blog.

Saturday, September 20, 2008

Malam Hari Di Yos Sudarso

Ngapain malam hari di Palangka Raya? Wah, kalau anda berpikir untuk menghabiskan waktu di hotel saja maka anda akan rugi besar. Biarpun termasuk kota kecil, namun Palangka Raya memiliki sesuatu yang menarik untuk ditawarkan pada malam hari. Kehidupan kota ini tidak serta merta berhenti ketika matahari terbenam tuch....
Kalau anda kebetulan berada di sekitar jalan Yos Sudarso atau menyempatkan diri berkunjung ke jalan ini pada petang hari hingga malam dan dini hari, anda akan menjumpai kesibukan orang-orang yang mulai bersiap-siap baik di sisi seberang kiri maupun kanan jalan. Mereka bersiap-siap untuk membuka kedai rumah makan tenda mereka. Ya, ketika malam benar-benar menjelang dan bulan sudah tampak di angkasa, anda bisa merasakan Palangka Raya yang sebenarnya pada malam hari. Taste A Real Palangka Raya Night!
Tidak ada batasan hari untuk kegiatan ini. Setiap hari Jalan Yos Sudarso selalu dipenuhi dengan kedai dan café tenda yang dibuka menjelang malam. Kebanyakan dari mereka menjual produk seafood mulai dari cumi, udang, ikan bawal, nila, kerang dan kepiting. Yang uniknya, hampir tidak ada warung bertuliskan “Rumah Makan Seafood Palangka Raya”. Sebagian besar dari pedagang (atau semua) tersebut membawa embel-embel nama Jawa Timur mulai dari Surabaya (paling sering), Lamongan, dan Banyuwangi. Daerah lain yang ditampilkan disini adalah Makassar dengan Coto dan Pisang Epenya dan Malioboro dengan satenya. Hal ini dapat dimaklumi karena Palangka Raya adalah salah satu daerah tujuan transmigrasi pada era orde baru dahulu sehingga pendatang dari daerah jawa banyak yang bermukim dan membuka usaha disini.
Perut anda sudah penuh dan tidak sanggup lagi makan makanan berat? Jangan kuatir, di Jalan Yos Sudarso arah mendekati bundaran ada jenis pedagang lainnya. Warung tenda yang digelar disini adalah warung tenda yang menjual penganan mulai dari kue kue kecil, minuman, hingga bubur kacang hijau dan ketan hitam serta roti bakar. Berbeda dengan lokasi makanan seafood yang cenderung dipenuhi oleh keluarga, disini, pengunjung yang datang kebanyakan adalah anak muda. Hal ini juga semkain diperjelas dengan setiap café yang ada memutar lagu-lagu pop barat dan indonesia yang sedang populer. Beyonce dan D’ Masiv jelas menjadi lagu yang sering diputar disini. Sayangnya, terkadang beberapa café memutar lagu dengan kekuatan maksimal padahal speaker yang dimiliki tidak dapat terlalu mendukung. Selain itu, terkadang juga antara satu café dengan café lain yang berdekatan kurang dapat bertoleransi dalam hal memutar musik. Alhasil, kadang-kadang pencampuran lagu yang didengar di kuping sungguh tidak nyaman didengar.
Ada sepotong wilayah lain lagi di Yos Sudarso yang berbeda dengan kedua kawasan tadi. Mulai dari Hotel Dandang Tingang menuju arah barat, daerah ini didominasi oleh pedagang buah, kue kue macam martabak, gorengan, bakso, helm, stiker dan aksesori motor hingga yang unik, persewaan mobil-mobilan besar yang dapat dinaiki anak-anak tepat berlokasi di depan menara pemancar TVRI. Menurut saya dan seluruh warga Palangka Raya pasti setuju kalau wilayah ini dinobatkan sebagai wilayah dengan hiburan malam terlengkap karena menurut informasi, beberapa kedai buka hingga pukul 2 pagi walaupun ada juga kedai yang menghentikan kegiatan operasionalnya mulai pukul 11 malam. Lupakan diskotiq dan klab malam sejenisnya. Lebih asik berwisata kuliner dan menikmati Jalan Yos Sudarso malam hari di Palangka Raya.

Friday, September 19, 2008

Jalan Achmad Yani, Jalan Asal Mula Palangka Raya

Selain pusat kota di seputaran Pahandut dan Langkai dan Palangka, ada sepotong jalan yang terletak di Palangka Raya lama atau yang dikenal dengan daerah Flamboyan. Jalan tersebut bernama Achmad Yani. Mengapa dikatakan lama? Sebab pada perkembangan awal, Jalan Achmad Yani ini adalah jalan yang paling ramai berkembang dengan pusat kegiatan jasa dan perdagangan mulai dari hotel, pertokoan, souvenir dan cendera mata, percetakan, tempat ibadah, gedung pertemuan hingga sasana olahraga dan monumen monumen yang dapat ditemui di sepanjang jalan. Pada tahun-tahun dekade sebelumnya, di buku-buku wisata hanya menggambarkan Jalan Achmad Yani ini sebagai jalanan utama di Palangka Raya. Sekarang, jalan ini bergeser menjadi ke wilayah sebelah timur dan pusatnya berada di putaran Imam Bonjol.
Di jalan yang cukup lebar dan trotoarnya lumayan besar di sisi sebelah utara ini, banyak sekali pusat kegiatan yang sudah berdiri sudah cukup lama. Salah satu diantaranya adalah Hotel Dian Wisata yang bentuknya lebih menyerupai rumah kos-kosan dengan atap Betang yang manis. Selain itu, agak ke ujung sedikit, anda bisa menemui Toko Gawin Bawi yang khusus menjual produk souvenir khas Kalimantan Tengah mulai dari anyaman, gantungan kunci, ukiran, perahu, tameng, perhiasan, tas, tikar dan alas peralatan makan, hingga topi dan baju adat. Harga yang ditawarkan menurut saya cukup murah dan bisa diterima. Apabila anda membeli dalam jumlah besar, saya yakin sang ibu akan berkenan memberikan diskon. Sang ibu penjaga toko ini memang terlihat ramah dan dengan senang hati menjawab semua pertanyaan tentang harga yang saya ajukan. Sayangnya, ketika saya mencari tameng ukuran tanggung, saya tidak menemukan benda tersebut. Adanya tameng berukuran ekstra besar dengan ukiran kayu ulin yang cantik dimana saat itu saya langsung berpikir “mau ditaruh dimana di pesawat nanti yach?”
Di sisi sebelah selatan jalan, banyak berdiri gedung pertemuan, lapangan olahraga maupun sasana pertandingan. Pada sore hari itu (saat itu waktu sudah menunjukkan hampir pukul 6 sore) banyak warga Palangka Raya yang berolahraga, mulai dari bermain sepakbola, berolahraga sore, bermain basket, berlatih marching band, dan kegiatan olah raga lainnya.baik gedung pertemuan maupun bangunan lapangan olahraga dibuat dengan tetap mengedepankan unsur arsitektur Betang terutama dengan atap dan ornamen yang cantik di bagian atap bangunan. Diantara gedung-gedung olahraga tersebut bahkan saya menjumpai satu buah monumen relif pahlawan revolusi yang tergambar di depan sebuah taman lengkap dengan relief Ade Irma Nasution.
Sayangnya, saya tidak sampai ke Jalan Batam di ujung Jalan Achmad Yani karena hari sudah semakin sore menjelang. Saya harus kembali ke hotel seiring dengan tutupnya perlahan-lahan satu persatu toko di jalan ini. Konon, menurut info dari beberapa penduduk yang saya tanyai, di Jalan Batam terdapat sentra kerajinan kesenian dan produk khas Kalimantan Tengah yang dijual dengan harga murah dan berkualitas. Sayang, saya tidak sampai kesana.

Wednesday, September 17, 2008

Liburan A La Bali Di Palangka Raya

Letaknya tidak terlalu jauh dari Bundaran Besar Palangka Raya. Pura Pitamaha ini terletak di Jalan Kinibalu, tepat di seberang Kompleks Gereja Katolik. Dengan jarak sekitar beberapa ratus meter, anda akan segera menyaksikan arsitektur Hindu Bali terbangun indah di sebelah kiri jalan, memberikan kesejukan bagi mata yang memandang. Dengan hiasan berupa Pohon Kamboja Bali dan taman kecil di depan pintu gerbang pura, Kompleks Pura Pitamaha ini benar-benar kompleks peribadatan umat Hindu yang terawat dengan sangat baik.
Sayangnya, pada hari itu tidak tampak ada kegiatan upacara keagamaan sehingga suasana di dalam pura cukup sepi. Tambahan lagi, saya sendiri bukan pemeluk agama Hindu sehingga saya sudah harus cukup puas berdiri di depan pintu gerbang pura dan menaikmati pemandangan pura yang sedemikian cantik. Walaupun pintu gerbang pura hanya ditutup ala kadarnya saja, saya tidak berani melanggar kesucian tempat tersebut dengan menerobos masuk atau melangkahi pintu gerbang tersebut. Berfoto dengan gerbangnya yang megah sudah memuaskan diri saya.
Untuk anda yang beragama Hindu mungkin dapat masuk sekaligus bersembahyang di dalam pura sekaligus menikmati interiornya yang sudah pasti cantik. Agar tidak terlalu kecewa, saya berfoto dengan eksterior pura mulai dari gerbang, gapura, bangunan yang menyertainya, papan penanda pura yang diresmikan Bapak Tarmizi Taher, Menteri Agama pada waktu itu serta hiasan patung penjaga pura yang saya sendiri kurang mengerti namanya apa. Ada teman saya menyebut itu Buto Ijo atau Buto Kala tapi saya tidak terlalu yakin sehingga saya tidak menyebutkan nama patung tersebut disini. Silahkan enjoy Pura Pitamaha melalui jepretan saya.

Tuesday, September 16, 2008

Rumah Betang Asli Di Tengah Kota

Selain di Taman Mini Indonesia Indah yang menampilkan miniatur rumah adat setiap propinsi di Indonesia, rumah adat dapat kita saksikan di kota asalnya biasanya dalam bentuk yang lebih besar dan nyata. Tak terkecuali Kalimantan Tengah. Hiasan sekaligus objek wisata Rumah Adat Rumah Betang khas Kalimantan Tengah dapat ditemui di pusat kotanya bahkan! Rumah yang dikenal dengan nama Mandala Wisata ini berukuran cukup besar dan terletak di Jalan Panjaitan. Sayangnya, karena bukan hari sabtu atau minggu, maka Mandala Wisata ini ditutup untuk umum. Sayang sekali, sudah jauh jauh ke Palangka Raya tidak bisa melihat isi Mandala Wisata ini.
Dari luar, rumah adat ini berbentuk panggung dengan ruangan yang cukup luas di bagian bawahnya. Di sisi sebalah kiri dan kanan rumah bahkan terdapat hiasan patung-patung sejenis totem yang bermuka unik dan enigmatik serta ekspresif. Jumlah patung-patung tersebut kurang lebih 4 buah di setiap sisi. Di sisi halaman depan rumah Mandala Wisata ini terdapat patung-patung pemuda dan pemudi berpakaian adat Dayak Kalimantan Tengah. Di belakang rumah bahkan terdapat sebuah panggung medium yang tampaknya akan digunakan untuk pagelaran atau pertunjukkan kesenian. Saya agak penasaran sama isi rumah yang cukup besar tersebut. Mungkinkah di dalamnya berisi produk-produk kerajinan tangan Kalimantan Tengah ataupun interior khas Rumah Betang? Sayang sekali lagi sayang pada hari biasa rumah ini tidak dibuka untuk umum. Yang lebih mengecewakan, di depan rumah ini terpampang poster besar “Pergelaran Seni Budaya Bumi Tambun Bungai Kalimantan Tengah” yang tampaknya hanya sekedar slogan semata dengan kata-kata “kenali seni budayamu, cintai seni budayamu” plus logo Visit Indonesia Year 2008 tanpa ada keterangan sama sekali tentang kegiatan kebudayaan yang akan berlangsung di waktu dekat, bulan-bulan mendatang atau sepanjang tahun. Yang lebih mengecewakan lagi, di poster tersebut tidak tampak adanya informasi tambahan yang dapat digunakan ketika sang pembaca menginginkan adanya info tambahan seperti website, email atau bahkan nomor telepon yang dapat dihubungi. Wah, gimana nich pariwisata Palangka Raya dan Kalimantan Tengah? Masak yang disajikan hanya rumah adat yang tutup pada weekdays saja?

Monday, September 15, 2008

Ah, Kahayan

Tidak terlalu jauh dari pusat kota, tepatnya di sisi timur laut kota ini, Sungai Kahayan memisahkan kota ini dengan sisi seberang Pahandut yaitu Taman Kum Kum yang sebagian besar masih berwajah hutan plus hiasan bunyi tenggeret dan garengpung. Kehidupan Sungai Kahayan dan pemukiman di sekitarnya memang menarik. Kalau anda cermati, beberapa desa memang terbangun di atas sungai. Salah satu lokasi yang paling pas untuk menikmati keindahan Sungai Kahayan adalah lokasi di belakang Batu Pertama Palangka Raya. Di belakang batu tersebut, sudah terbangun taman yang cukup rapih dengan parkiran motor, gazebo dan rumah makan sederhana oleh penduduk desa sekitar. Ya, menurut saya inilah lokasi terbaik untuk menikmati Kahayan dan jembatannya di Palangka Raya. Anda bisa sekedar menikmati panorama di gazebo-gazebo yang dibangun, atau turun menuju gazebo besar yang berada di atas perkampungan atau malah justru turun ke dermaga, merasakan air Kahayan menyapu kaki anda.
Sayang kalau sudah sampai disini tidak sampai turun ke dermaga. Adrenalin saya sedikit diuji ketika menuruni tangga menuju dermaga. Tolong jangan bayangkan tangga yang digunakan adalah tangga besi yang dilas atau tangga permanen. Yang dimaksud tangga disini adalah sebilah papan besar yang dibatasi dengan kayu pada beberapa jengkal ruasnya kemudian papan tersebut dimiringakn sehingga dapat berfungsi sebagai tangga. Karena sangat curam, saya memegang kamera saya dengan hati hati sembari menuruni papan tersebut agar kamera maupun saya tidak tercebur ke dalam air sungai. Ya, di bagian bawah papan tersebut langsung Sungai Kahayan. Penghubung antara papan tersebut dengan dermaga hanyalah sebongkah kayu yang diletakkan begitu saja dalam posisi miring. Menegangkan! Namun, ketika anda sudah sampai di bagian bawah dan menengok ke atas, anda akan tersadar bahwa ternyata papan kayu dan bongkahan kayu yang digunakan untuk menuruni pondok dan menyebrang menuju dermaga ternyata sangat kuat dan kokoh sekali. Mengagumkan!
Ah, saya sudah sampai di Kalimantan Tengah, begitu kata saya pada diri saya sendiri ketika melihat Jembatan Kahayan dengan mata kepala saya sendiri. Selama ini, pemandangan yang hanya bisa dilihat melalui majalah, sekarang tersaji di depan mata saya plus Sungai Kahayan yang berwarna kecoklatan mengalir berkelok-kelok menuju hilir. Kehidupan di sekeliling dermaga sungguh sangat bersahaja. Segerombolan anak SMP sedang berbincang-bincang dalam bahasa lokal, sekeluarga sedang menonton tv di salah satu rumah, ada keluarga yang lain sedang bersiap-siap berangkat naik kapal yang ditambatkan ke sisi dermaga kecil ini. Apabila anda penasaran bagaimana rupa rumah panggung yang sesungguhnya, disinilah rumah panggung tersaji dengan gamblang dan jelas. Semua rumah yang terbangun di sisi Sungai Kahayan merupakan rumah panggung dengan tinggi pasak kayu yang berbeda. Ada yang dekat dengan permukaan sungai, ada yang dibangun tinggi sekali dan sebilah kayu yang dibentuk menjadi tangga yang digunakan untuk menghubungkan rumah dengan sungai. Bubu terpasang di pinggir sungai di dekat gelondongan kayu yang tidak terlalu besar yang dihanyutkan di sungai. Sebuah bilik kecil bertuliskan WC terbangun di atas dermaga persis di atas Sungai Kahayan. Mungkin anda tidak akan tertarik untuk mencobanya.
Dari sini, saya bisa menyaksikan pemandangan di seberang sungai yang sangat kontras dengan sisi tempat saya berdiri. Di seberang sana, rumah sudah menjadi jarang dan pasir kuning yang berada di pesisir pantainya langsung berbatasan langsung dengan pepohonan lebat. Ya, di seberang sana sudah merupakan kumpulan pepohonan yang kita kenal sebagai hutan. Di sisi sebelah kiri, Jembatan Kahayan berdiri megah dengan busur berwarna kuning menyala, menampilkan pesona keindahannya. Rasanya betah duduk berlama-lama di atas jejeran kayu ulin yang membentuk dermaga apalagi di siang itu, Palangka Raya tertutup mendung.
Namun, kenyataannya, masih banyak objek menarik yang harus saya kelilingi, saya beranjak dari dermaga dan beralih kembali ke pusat kota. Kalau anda perhatikan, di sisi kanan dan kiri taman panorama Jembatan Kahayan ini terdapat pedesaan di tepi sungai yang masih cukup tradidional kalau saya bilang. Jejeran kayu ulin yang membentuk jembatan maupun jalan setapak tampak terbangun di atas desa tersebut. Beberapa pria sedang berbincang-bincang di atas jalan tersebut sambil duduk duduk santai. Disela-sela jalan tersebut, saya mendapati rumah-rumah kayu khas Kalimantan hingga kandang ternak seperti babi. Ah, eksotisme Kalimantan Tengah. Apalagi yang kurang coba?

Saturday, September 13, 2008

Palangkaraya Firstone

Palangka Raya merupakan salah satu kota baru di Indonesia karena kota ini beserta Kalimantan Tengah baru dibentuk setelah kemerdekaan RI. Pendiri kota dan sekaligus penggagas idenya adalah Mantan Presiden pertama RI yakni Ir. Soekarno, ayahanda dari Ibu Megawati Soekarno Putri. Bapak Soekarno dahulu sempat beride untuk merancang sebuah kota baru di Kalimantan yang masih lapang, beda dengan Jawa yang sudah penuh sesak. Kota baru ini pernah direncanakan untuk menggantikan posisi Jakarta sebagai ibukota Republik Indonesia. Sayangnya, ide ini tidak terealisasikan hingga saat ini. Palangka Raya tetap menjadi kota terbesar di Indonesia dengan luasan 2 KM2 dengan sebagian wajah bentangannya hutan atau taman hutan raya. Di satu sisi, ada rasa syukur juga Palangka Raya tetap berwajah seperti ini. Saya tidak dapat membayangkan apabila Kalimantan beralih menjadi kota perindustrian dan hutan-hutannya habis sehingga merana seperti Jawa. Tidak, itu terlalu mengerikan untuk dibayangkan.
Nah, beranjak dari sejarah masa lalu, kita berjalan dari bundaran besar Palangka Raya melalui Katamso hingga mentok di S.Parman. tepat di depan gedung megah DPRD Kalimantan Tengah, disini terdapat Monumen Pertama Peletakkan Batu Pertama oleh Presiden Soekarno kala itu pada tanggal 17 Juli 1957. Selain batu yang berada tepat di tengah-tengah pelataran tersebut, terdapat pula hiasan tameng dayak yang disusun berjajar di belakang batu 8 ke kiri dan 8 ke kanan dengan nuansa merah putih. Tepat di belakang batu pertama tersebut terdapat tiang tinggi yang bermahkota, tetap dengan nuansa merah putih. Ya, silahkan bidik kamera anda ke sini dan berfoto sepuasnya dengan latar belakang tugu ini. Sayangnya, pada saat kunjungan saya, sedang ada pemugaran base monumen ini yang sedang dikerjakan oleh pekerja-pekerja bangunan yang ada di sekeliling monumen. Beberapa diantara mereka sempat melirik ke arah saya ketika saya mengabadikan monumen ini.
Mungkin monumen ini adalah salah satu landmark yang wajib dikunjungi apabila anda berkunjung ke Palangka Raya selain Jembatan Kahayan. Apabila ada ungkapan belum lengkap pergi ke suatu tempat tanpa mengunjungi suatu landmark khas, maka inilah salah satu landmark khas Palangka Raya.

Friday, September 12, 2008

Wisata Monumen di Palangka Raya

Ada dua bundaran besar di pusat kota Palangka Raya. Satu yang terbesar yang terletak di seberang Palangka Raya Mall memiliki sebuah monumen yang dapat menjadi lokasi wisata dan foto-foto tentunya apabila cuaca tidak terlalu panas. Monumen Pembangunan Tambun Bungai begitu namanya. Isinya, tentu saja monumen yang dihiasi dengan patung-patung mulai dari patung pelajar, pramuka, pejuang hingga tentara. Di sekelilingnya terdapat sebuah kolam yang tampaknya tidak difungsikan dan dihiasi dengan patung Burung Tingang.
Ya, keberadaan monumen ini di tengah-tengah bundaran tidak akan berfungsi banyak pada siang hari. Namun, pada sore hari, saya baru menyaksikan beberapa orang mulai berjogging ria di bundaran taman dan menjelang lebih sore lagi, beberapa pemuda bermain bola dan lari kecil-kecilan di areal taman. Warga Palangka Raya memang suka berolahraga tampaknya. Pada siang hari, tidak disarankan ke tengah-tengah monumen tersebut karena panas menyengat begitu terik sehingga dapat membakar kulit anda. Panas tersebut tidak disaring oleh pepohonan atau apapun karena penghias di tengah-tengah areal taman hanyalah beberapa pohon palem dan lampu taman.
Beruntungnya saya, turis Jakarta yang kesasar siang itu mengalami mendung di tengah-tengah bundaran setelah sebelumnya terpanggang matahari cukup lama juga. Bundaran ini memang merupakan lokasi paling strategis di Palangka Raya. Dari lokasi ini, berkunjung ke Jalan Tjilik Riwut, Jembatan Kahayan, Palma, Istana Gubernur, Jalan Achmad Yani, RTA Milono, Yos Sudarso sudah tidak terlalu jauh lagi. Bahkan, saya menjelajah kota ini dengan kaki dan cukup menyenangkan plus lumayan pegel-pegel.

Thursday, September 11, 2008

Sampah Di Kota Besar Indonesia : Palangka Raya

Hampir cliché dan klasik seperti kota-kota besar di Indonesia, Palangka Raya memiliki masalah umum yang berkaitan dengan ketertiban dan kebersihan. Di beberapa sudut atau kali kecil yang mengalir menembus kota, tumpukan sampah atau genangan sampah terlihat bersarang dan terlihat sedikit menjijikkan. Untuk kali yang mengalir di depan Dandang Tingang misalnya, tumpukan sampah bermuara di jeruji got sementara air di sekelilingnya berwarna hijau cerah terang (spring green) yang mungkin entah berasal dari pepohonan atau entah apapun itu. Namun, memang, hijaunya air terlihat masih cukup organik dan tidak terlalu menjijikkan seperti air kali hitam yang ada di Jakarta.
Di sudut Jalan Yos Sudarso bahkan di beberapa sudutnya atau bahkan di depan plang nama perkantoran dinas pemerintahan yang tidak terusik, tumpukan sampah terlihat menggunduk dan cukup menganggu. Beberapa diantaranya bersembunyi di antara rumput liar yang cukup tinggi dan kurang terawat. Beberapa sampah tersebut bahkan ada berupa kulit kepiting, udang dan kulit buah serta tentu saja plastik pembungkus makanan atau kardus rokok. Cukup miris juga mengingat kota ini mendapat julukan Kota Cantik walaupun masih dalam arti kiasan. Namun, secara umum dan garis besar, kesan cantik kota ini memang sudah melekat. Hanya saja, tetap perlu pembenahan dan perawatan terus menerus agar kesan cantik tidak semata-mata menjadi slogan semata. Ayo, masyarakat Palangka Raya, yuk kembalikan cantiknya Kota Cantik ini.

Wednesday, September 10, 2008

Jalan Yos Sudarso, Jalan Terbaik di Palangka Raya

Disebut-sebut sebagai jalan terbaik di Palangka Raya di berbagai blog maupun komentar di jagad web. Palangka raya pun terkenal dengan trotoar yang lebar dan jalanan yang mulus berkat sepotong jalan ini. Jalan Yos Sudarso yang terletak hampir di pusat kota memang mengharumkan nama Palangka Raya dan semakin meneguhkan perannya sebagai Kota Cantik berkat lebar trotoar yang dimilikinya, selebar jalan raya yang diapitnya. Sayangnya, keasyikan perjalanan anda hanya sebatas di Yos Sudarso di Langkai saja. Tidak semua jalan raya seperti Yos Sudarso ini. Adapun beberapa jalan masih memiliki trotoar yang cukup rapih seperti di Katamso ataupun Imam Bonjol, namun trotoarnya tidak sebesar Jalan Yos Sudarso.
Disini, di jalan ini, segala macam bentuk kantor-kantor pemerintahan berpusat selain di beberapa jalan lain yang berdekatan. Beberapa kantor pemerintahan tersebut antara lain Dinas Penelitian dan Pengembangan Daerah, Kantor Pelayanan Pajak, Dinas Kesehatan hingga Dinas Kependudukan dan Transmigrasi. Semua kantor tersebut berarsitektur Rumah Betang dengan kekhasan ukiran dan corak yang menonjolkan kelebihan masing-masing arsitektur. Walaupun ada beberapa kantor dinas yang bentuknya cenderung lebih sederhana dibanding kantor lainnya, namun mempertahankan arsitektur Betang tampaknya telah menjadi sesuatu yang esensial disini. Sesederhana apapun, anda tetap menemukan unsur Betang dalam kantor tersebut.
Di diang hari yang panas tersebut, saya melakukan jalan mengelilingi Yos Sudarso demi memberikan saya inspirasi sebanyak-banyaknya akan arsitektur Betang. Pada siang hari, trotoar yang lebar tersebut terlihat sangat lengang dan enak untuk digunakan berjalan kaki walaupun Kalimantan tengah memang cenderung panas karena letaknya tidak begitu jauh dari equator. Pada siang hari tersebut, tidak tampak banyak orang berjalan kaki di jalanan. Hal ini semakin menguatkan kesan saya bahwa orang daerah tidak begitu suka berjalan kaki apalagi di tengah siang hari bolong dan panas. Hanya orang Jakarta yang norak dan belagak turis aja yang mau melakukannya. Hahaha....

Tuesday, September 09, 2008

Menginap di Kandang Burung Rangkong Dandang Tingang

Tujuan utama saya di siang hari terik tersebut adalah sebuah hotel yang terletak hampir di pusat kota, Hotel Dandang Tingang namanya. Terletak di Jalan Yos Sudarso, Dandang berarti Kandang dan Tingang adalah Burung Rangkong yang menjadi maskot kebanggaan rakyat Kalimantan Tengah. Hotel bintang dua ini cukup apik dan lokasinya mudah diketahui keberadaannya. Apabila anda dari Jalan G. Obos masuk ke Thamrin, maka Hotel ini tepat berada di sebelah kiri anda ketika anda telah mencapai Jalan Yos Sudarso. Apabila anda berada dari bundaran besar RTA Milono, maka cukup ikuti jalan Imam Bonjol saja menuju bundaran besar utama Palangka Raya. Sesampainya di bundaran, belok kiri masuk ke Yos Sudarso. Selepas pertigaan Thamrin, anda akan menjumpai hotel ini.
Hotel ini keberadaannya pun cukup mencolok terutama dikarenakan papan lampu neon besar yang bertuliskan HOTEL DANDANG TINGANG di depan halaman hotelnya yang megah. Selain itu, hotel ini mengusung konsep luas, bukan tinggi sehingga keberadaannya yang cukup lebar menarik perhatian orang yang juga dikarenakan arsitektur uniknya yang terdapat hampir di seluruh bagian hotelnya, mulai dari gapura, prafon, hiasan atap hingga interior dalamnya.
Berhubung cuaca panas cukup menyengat karena saya tiba di Palangka raya pukul 12 siang, maka saya segara masuk ke dalam lobby hotel yang nyaman. Hal pertama yang tertangkap mata saya adalah hiasan dinding yang betul-betul bagus, ukiran a la Dayak Kalimantan Tengah. Di sisi kiri saya terdapat usaha travel internal hotel sementara di seberang depan sebelah kananlah terdapat meja resepsionis. Tepat di sebelah menja respsionis terdapat kain dan tameng dayak plus lemari kaca etalase tempat berjualan souvenir Kalimantan Tengah. Tak lupa, peta Kalimantan tengah beserta kabupaten dan kecamatannya dan pembesaran lokasi Palangka Raya terpampang dengan baik di sudut hotel ini.
Puas check in, saya segara menuju kamar saya. Dengan diantar oleh seorang bell boy, tak henti-hentinya mata ini memandangi seluruh ornamen penghias hotel yang memang sangat etnik. Mulai dari plafon hingga hiasan tepi koridor dibuat sangat etnik. Tak lupa dan selalu saya sempatkan untuk berfoto dengan ukir-ukiran tersebut.
Kamarnya sendiri bertipe standard type B (extra minibar) dengan tempat tidur twin, AC , kamar mandi dalam, tv, lemari kayu yang etnik, dan kaca jendela yang besar sehingga bisa melihat pemandangan luar di jalan raya dan halaman hotel. Untuk kamar standard type A charge hanya sebebsar Rp. 150.000 saja dan untuk type B seharga Rp. 252.000. lekas-lekas saya duduk beristirahat mengademkan diri dari sengatan matahari siang yang panas di luar sana. Istirahat dahulu sebelum memulai perjalanan ke Bumi Tambun Bungai!

Friday, September 05, 2008

Sekilas Tentang Palangka Raya

Palangka Raya berarti tempat suci yang besar. Palangka Raya terbangun dari sebuah desa bernama Pahandut dalam rangka pembukaan jalan dari Pahandut menuju Tangkiling. Presiden Soekarno, presiden Republik Indonesia kala itu meresmikan kota yang berulangtahun pada tanggal 17 Juli 1957 yang juga sekaligus sebagai hari lahir Propinsi Kalimantan Tengah. Dari desa di tepi Sungai Kahayan ini sekarang setelah berumur 51 tahun, kota Palangka Raya telah menjelma menjadi kota yang cukup menarik, teratur, nyaman dan maju.
Terletak di dataran rendah dengan suhu udara yang cukup panas, Palangka Raya sudah cukup memadai sebagai lokasi wisata dengan adanya tempat-tempat hiburan hingga wisata dari siang hingga malam hari. Kota Cantik dengan moto Isen Mulang yang berarti Pantang Menyerah ini memiliki berbagai keunikan tersendiri mulai dari Jembatan Kahayan yang megah, wisata air Sungai Kahayan dengan klotok, mall-mall di pusat kota, pusat jajanan malam seafood hingga penganan ringan hingga taman wisata alam yang banyak tersebar dan merupakan wajah utama Kota ini. Apabila anda tidak punya banyak waktu untuk menyambangi pusat pusat wisata tersebut, arsitektur Rumah Betang di Kota ini yang banyak didominasi oleh kantor pemerintahan tampaknya cukup memuaskan indera penglihatan anda. Untuk wisata alam, wilayahnya memang lebih luas daripada bentangan kotanya. Sekitar 20.000 hektar wilayah kota ini merupakan hutan maupun taman wisata alam.
Untuk wisata malam hari, anda memang sudah tidak mungkin menyambangi lokasi wisata alam karena secara umum, lokasi wisata alam sudah tutup dan gelap. Sebagai gantinya, terdapat pusat perbelanjaan yang dapat digunakan untuk menghabiskan waktu malam anda seperti Toserba Megatop ataupun Palangka Raya Mall yang lebih dikenal dengan nama Palma. Bosen dengan mall? Jalan Yos Sudarso di kala malam hari menawarkan pusat jajanan yang dapat digunakan untuk hang out dengan teman-teman anda hingga pagi menjelang. Mau makan apa saja ada disini plus hiburan musik tentunya.
Secara kasar, kota yang pusatnya tidak terlalu luas ini, mulai dari Yos Sudarso, Pierre Tendean, S.Parman, Achmad Yani, Diponegoro, Imam Bonjol, RTA Milono, dan Tjilik Riwut dapat anda sambangi dengan berjalan kaki. Tidak perlu jalan terlalu cepat, dengan berjalan santai saja, anda sudah dapat menghabiskan pusat kota dalam waktu satu hari saja. Jangan lupa bawa tabir surya, topi dan payung serta pakaian yang menyerap keringat.
Ketika saya berjalan di kota ini, seperti standard kota di Kalimantan, keramahan penduduknya segera saya temukan disana sini. Namun seperti umumnya juga, jumlah penduduk yang berjalan jalan memang tidak terlalu banyak apalagi di tengah cuaca panas Palangka Raya. Kota cantik yang juga aman ini memang menarik baik di kala siang maupun malam. Apakah ini sudah membuat anda jatuh cinta sama Palangka Raya? Kalau iya, segera pesan tiket pesawat terbang ke Palangka Raya. Warga kota ini menunggu kehadiran anda =)