Wednesday, December 31, 2008

Penyakit Tropis Khas Rawa Dan Hutan : Malaria

Yap! Dosis Anti-Malaria saya sudah keluar. Akhirnya, setelah penantian panjang, saya berhasil bertemu dengan dokter yang akan memberikan saya resep obat anti malaria. Sebelumnya, proses ini memang harus melewati pemeriksaan fungsi hati terlebih dahulu atau yang lebih dikenal dengan nama SGOT/SGPT. Apabila diketahui fungsi hatinya baik (kisaran 0-37 U/L untuk SGOT/AST dan 0-45 U/L untuk SGPT/ALT) maka, pemberian obat akan tidak mengalami banyak hambatan. Mengapa pemberian anti-malaria harus melalui pemeriksaan fungsi liver sich? cukup merepotkan yach? Ternyata begini, plasmodium (hewan bersel satu sang parasit malaria) ini hidup di dalam hati manusia. Obat malaria akan bekerja di hati sehingga harus diketahui terlebih dahulu apakah hati yang akan mencerna racun (Hati memang berfungsi untuk mencerna racun dalam tubuh) dari obat masih dalam kondisi baik. Apabila tidak baik, maka akan dibutuhkan pengobatan lain untuk memperbaiki hati (hepatica), baru mengkonsumsi obat anti-malaria, apabila sangat terpaksa.
Obat malaria pun sangat beragam. Dimulai dari kina yang paling umum hingga artemisinin yang paling modern, diklaim sebagai bebas mual dan baru tersedia dalam bentuk injeksi. Kelemahan obat anti malaria memang hanya satu, reaksi yang sangat kuat bisa berakibat pada mual bagi si pengkonsumsi obat. Namun, reaksi ini bervariasi, dan ditunjang juga dengan kondisi lambung pasien yang bersangkutan. Apabila memang lambungnya bermasalah dan mempunyai riwayat Maag, maka obat-obatan 'penyelamat' maag harus diterjunkan terlebih dahulu, baru mengkonsumsi kina dan turunannya agar bisa mengurangi efek samping dari obat ini. Kina sendiri memiliki harga Rp. 500 per butir dan artemisinin tentu memiliki harga termahal (karena baru tersedia dalam bentuk injeksi). Untuk saran, dokter menganjurkan saya mengkonsumsi Fansidar (merupakan obat anti malaria dengan komposisi kina dan dipadu dengan obat-obatan lain yang mampu melawan plasmodium dalam beberapa fase--ingat, masa inkubasi malaria kurang lebih 7-14 hari). Kina diklaim kurang mampu menghadapi plasmodium dalam beberapa fase, selain fase dewasa. Oleh karena itu Fansidar menjadi jalan keluar lain untuk pengobatan anti-malaria yang lebih ampuh. Dosis pemakaian obat anti malaria adalah seminggu sebutir dan dikonsumsi selama 4 minggu sebelum keberangkatan dan 6 minggu setelah kepulangan (ingat, sekali lagi, masa inkubasi malaria cukup panjang). Apabila anda berada di sana cukup lama, pastikan selama di daerah endemis, anda tetap mengkonsumsi obat anti-malaria seperti ketentuan umum untuk menjaga anda dari penyakit tropis ini (selain dengan mengoleskan lotion anti nyamuk ke kulit dan berpakaian agak tertutup selama di daerah tersebut). Syukurlah, saya hanya berada disana sekitar 5 hari sehingga tidak dibutuhkan aturan yang terlalu ketat mengenai obat ini. Terlebih, apabila anda berada hanya di wilayah perkotaan, maka ancaman penyakit ini menurun secara signifikan walaupun masih terdapat sejumlah ancaman. Mencegah adalah jauh lebih baik daripada terkena malaria yang mampu menurunkan produktivitas hingga menimbulkan kematian.

Tuesday, December 30, 2008

Waiting For Tonight at Kuta Square and Starbucks Kuta

Asyik juga menunggu detik-detik pergantian tahun di Bali. Tentu, Kuta adalah magnet dan juga pusat acara pergantian tahun di Bali dan mungkin juga di Indonesia Tengah? Buat yang mau ngerayain ganti tahun di Kuta dan sekitarnya, sebaiknya mulai jalan dech ketika matahari mulai condong ke arah barat dan siap untuk terbenam. Siap-siap aja untuk terjebak macet di Simpang Siur (actually, mulai dari siang pun bisa dipastikan semua orang akan terjebak macet di persimpangan ini). Segala macam taksi, kendaraan dan orang akan lalu lalang memenuhi daerah ini. Siap-siap aja merasakan histeria dan denyut spirit perayaan masyarakat Bali dan warga Dunia (lihat aja yang berseliweran, malah didominasi oleh warga kaukasian, hispanik dan asia timur). Nah, lalu, setelah sampai di Kuta, gak usah bingung buat ngabisin waktu. Yakin dech, 6-7 jam menunggu disini gak akan membuat satu detik pun elo akan mati gaya. Terlalu banyak kegiatan yang bisa dilakukan di Kuta dan Legian selama menunggu. Kalau jadwal gue, ketika matahari mulai terbenam, mulai dari pukul 5 hingga 6 bahkan 7 (terkadang, pukul 7 di Bali masih lumayan terang) adalah menyambangi Pnati Kuta dan membaur dengan ratusan (ribuan?) turis lokal dan dunia untuk bersantai di bibir laut tersebut. Nikmati Tato temporer, kepang rambut, dan kalau sempat, bermain dengan ombak-ombak yang berkejaran berbarengan dengan turis-turis lainnya. Inget aja, anginnya bakalan kenceng banget!
Nah, seusai matahri terbenam, berbondong-bondong turis akan meninggalkan pantai dan memenuhi pusat hiburan lain di seputaran Kuta. Ngisi perut dulu donk! Banyak café dan restoran baik bintang lima hingga kaki lima yang tersebar di Kuta dan Legian. Mau makanan murah-meriah, coba dech cari di dalam gang-gang poppies yang hangat hingga ke Kuta Square. Mau cari yang sedikit berkelas? Jelajahi Kuta Square, Kartika Plaza hingga Discovery Mall untuk memenuhi teriakan perut anda yang minta diisi. Pilihan malam itu jatuh ke Dulang Café yang berada tepat di tengah-tengah Kuta Square. Dulang Café menyediakan ragam menu internasional dan cenderung agak oriental. Menu Ayam Kung Pao-nya boleh dicoba.
Makan nggak sampai 1 jam donk? Selepas makan malam, anda punya dua pilihan, berkunjung ke dalam mall Discovery atau menikmati histeria di seputaran Legian. Saya memilih keduanya! Selama kaki masih asyik untuk diajak berjalan, saya rela melakukan keduanya. Khusus di Legian, Monumen Bom Bali cukup diterangi cahaya dan masih banyak turis berfoto di lokasi sehingga masih masuk daftar lokasi yang wajib dikunjungi sekaligus mendoakan korban bom yang tewas pada malam 12 Oktober 2002 lalu. Nggak lupa untuk cuci mata dengan club-club di pinggiran Legian yang hip banget sampai vintage banget, kemudian masuk keluar distro-distro pantai yang terkadang malahan meng-garage sale produk mereka. Nggak kalah dengan produk luar, toko-toko souvenir di sepanjang Legian juga cukup unik untuk disambangi. Bisa nich sekalian sambil melihat-lihat produk kerajinan tangan seperti miniatur alat musik yang lucu.
Nah, sudah jam 10. Tentu, denyut kehidupan Bali terutama Kuta di saat malam pergantian tahun tidak berhenti di waktu ini. Setelah capai berjalan kaki, saatnya untuk duduk dan meregangkan kaki yang berjasa selama perjalanan di Bali. Café untuk leyeh-leyeh menjadi tujuan utama untuk duduk dan bersantai. Sudah pasti, ngomongin kopi, pasti langsung keluar satu nama : Starbucks. Ya, ada Starbucks di Kuta Square. Lokasi di depan Starbucks cukup lucu untuk dijadikan arena berfoto. Disini, terdapat sejumlah papan surfing yang menarik dan dapat diabadikan. Meregangkan kaki cukup sekitar satu hingga satu setengah jam. Jangan sampai anda melewatkan detik-detik pergantian tahun karena terkungkung di dalam café. Saya memesan Double Shot Espresso Macchiato. Agak keras dan tampaknya saya salah memilih untuk menemani malam saya. Tidak apa-apa, sofa empuk, majalah, dan teman-teman yang ramai cukup membantu memeriahkan suasana. Agak sedikit sukar mendapatkan kursi di jam-jam seperti ini. Pastikan bahwa rombongan anda mendapatkan tempat di Starbucks. Semua orang memiliki pikiran yang sama pada malam ini, bersantai sebelum keluar dan menikmati detik pergantian tahun.
Sudah beli terompet untuk dibunyikan? Kalau sudah, silahkan keluar dan bergabung bersama ratusan (ribuan?) orang warga lokal, turis lokal, dan turis mancanegara untuk merayakan pesta pergantian tahun di Bali dan Indonesia Tengah. Silahkan pilih spot termenarik yang menurut anda layak untuk anda pantengin hingga Tahun Baru tiba. Nikmati tarian Bali dan gamelan, konser musik, hingga pesta kembang api di lepas pantai. Siapkan tangan anda untuk menyambut ucapan selamat tahun baru dari turis-turis yang melintas. Selamat Tahun Baru!

Saturday, December 27, 2008

Discovery Mall, Mall di Kartika Plaza dengan Konsep Pantai

Mall ini terlihat jelas di Jalan Kartika Plaza, Kuta di jalan yang menuju arah Tuban. Mungkin, dari sejumlah Mall, mall ini yang sudah masuk dalam kategori mall mewah di Bali. Terletak persis di depan Waterbom Kuta, akses menuju Discovery Mall sebenarnya tidak terlalu sulit. Dengan jalan kaki pun (jalan kaki sehat pastinya) anda sudah bisa mencapai mall ini. Berjalan kakilah dari arah Kuta, melewati Kuta Square, hingga ke pasar seni yang banyak menjajakan tato temporer. Nah, anda sudah sampai di Jalan Kartika Plaza. Berjalan kaki lagi menyurusi jalanan tersebut, maka anda akan melihat mall tersebut di sisi kanan. Lama waktu perjalanan dengan berjalan kaki sekitar 20 menit.
Isi dari mall ini tentu saja tidak begitu menarik untuk dibicarakan. Hampir serupa dengan mall-mall yang ada di kota besar lainnya, mall ini memiliki sejumlah restoran yang cukup terkenal, café, butik dan sejumlah tenant lainnya. Ya, tempat ini dipenuhi oleh kawula muda Bali yang ingin menghabiskan malam hari mereka di dalam mall. Uniknya dari mall ini adalah di salah satu sudut pintu keluar mall, anda langsung akan terhubung dengan pantai. Ya, Discovery Mall terhubung langsung dengan Samudera Hindia disisi barat Pulau Bali. Pantai ini menjadi area favorit orang untuk bersantai dibandingkan dengan lokasi di dalam mall. Terkadang, lokasi pelataran sebelum pantai digunakan untuk konser atau pagelaran pertunjukkan musik, seni dan budaya. Bagi saya, mall hanya patut dikunjungi pada malam hari ketika semua lokasi wisata lainnya yang hanya beroperasi pada saat matahari terbit hingga terbenam. Dengan kata lain, kita tidak terjebak di mall pada siang hari dan bisa menghabiskan malam hari di Bali dengan berkunjung ke mall Bali. Maka, pengorganisasian waktu kunjungan di Bali akan menjadi sangat optimal.

Friday, December 26, 2008

Ayo, Jalan-Jalan Ke Dreamland, Si Pantai Pecatu, Uluwatu

Ini dia, si Kuta Baru atau Pantai Pecatu yang ramai dibicarakan orang-orang karena sempat dikenal sebagai pantai topless. Terletak di Jalan Raya Uluwatu, selepas GWK, Ungasan, sebelum Uluwatu, pantai ini memang tidak terlihat dengan jelas dan tidak akan menarik banyak orang apabila anda belum pernah mendengarnya. APabila anda berjalan dari arah Ungasan ke selatan menuju Uluwatu, maka di sebelah kanan anda nantinya akan terlihat seperti sebuah kompleks perumahan besar, lengkap dengan patung-patung besar khas Bali (salah satunya Garuda Wishnu Kencana) namun sangat jelas terlihat bahwa perumahan tersebut terlantar. Hal ini terlihat dengan jelas dari kondisi dinding perumahan tersebut yang tidak dicat, tidak tampak adanya progress pembangunan di dalam kompleks dan juga bagain dalam kompleks yang terlihat jelas lebih didominasi oleh tanaman dan rumput liar dibanding perumahan.
Alkisah, waktu jaman kekuasaan Presiden Soeharto pada masa itu, anak beliau yakni Tommy Soeharto hendak membangun sebuah kompleks perumahan mewah yang disebut-sebut sebagai Dreamland di daerah Pecatu. Maka, daerah yang anda lihat tadi adalah lokasi dimana pembangunan perumahan tersebut berdiri. Sayangnya, ketika masih dalam tahap awal pembangunan kompleks tersebut, Indonesia diterpa krisis dan Presiden Soeharto digulingkan dari kekuasaan. Maka, berakhirlah kekuasaan Presiden Soeharto kala itu dan berakhirlah pula proyek-proyek pembangunan yang ada di seluruh Indonesia, terutama yang dikerjakan oleh anak-anak dan kerabatnya, salah satunya adalah Kompleks Perumahan Mewah Dreamland yang disebut-sebut ini. Kompleks ini, direncakan akan sangat mewah karena akan digunakan sebagai resort pantai dengan segala fasilitas bintang lima dan tidak ketinggalan club dan, konon, kasino. Pokoknya, kompleks ini direncakan sebagai lokasi peristirahatan sekaligus hiburan bagi kaum berpunya. Sayangnya, kompleks ini tidak pernah terwujud dan tidak akan pernah terwujud, setidaknya hingga saat ini. Kompleks tersebut masih sama kondisinya seperti waktu pertama kali ditinggalkan, mungkin lebih parah dengan hancurnya beberapa bagian dan tanaman liar yang semakin tumbuh banyak.
Namun, akses perumahan Dreamland menuju Pantai Pecatu yang juga disebut-sebut sebagai Kuta Baru, tempat kaum jet set bersantai tetap terbuka. Lokasi Pantai Pecatu ini terletak cukup jauh dari bibir gerbang pintu masuk. Sangat masuk akal untuk menjelaskan mengapa pantai ini tidak terlalu tenar. Anda harus berputar-putar di dalam kompleks sambil menyaksikan proses pembangunan yang terhenti. Namun, selang beberapa lama kemudian, ada sebuah pos jaga yang bertuliskan tiket masuk. Tiket masuk ke pantai ini cukup murah, hanya Rp. 5.000 per orang dan kendaraan Rp. 5.000. Tidak beberapa lama lagi, anda akan sampai di lokasi parkiran yang berhadapan langsung dengan pantai spektakuler ini. Pantai ini terletak jauh di bawah lokasi parkiran. Satu-satunya akses menuju pantai adalah ratusan anak tangga alami yang dapat anda turuni hingga mencapai bibir pantai. Beberapa restoran dan penginapan kecil-kecilan dapat anda temui di sisi pantai. Selepas itu, sampailah anda di Pantai Pecatu.
Ya, saya tidak bohong. Pemandangan pantai ini sungguh luar biasa. Pasirnya putih dan sangat tebal hingga membuat sukar berjalan, fondasi batu karang besar di pinggir pantai mengingatkan kita bahwa kita berada tidak jauh dari pantai tebing Uluwatu. Formasi batu-batu karang besar juga menghiasi bibir pantai, menghadirkan pemandangan unik yang menarik. Para pelancong yang sampai ke tempat ini kebanyakan melakukan kegiatan berjemur dan bermain air. Sayang sekali, isu turis topless ternyata sudah ketinggalan jaman. Turis tersebut topless ketika pantai ini belum terlalu dikenal orang. Sekarang, setelah Pantai Pecatu mulai naik pamor, semakin sedikit turis yang bertopless ria. Namun, konon, katanya anda bisa berjumpa dengan turis yang topless saat pagi-pagi atau saat sepi lainnya. Berminat barangkali?
Kebanyakan turis yang sampai ke tempat ini justru didominasi oleh anak muda lokal Bali. Jarang diantara turis yang berkunjung menggunakan mobil. Kebanayakn justru menggunakan sepeda motor berboncengan dengan temannya guna sampai ke pantai ini. Walaupun demikian, sejumlah turis asing - walaupun tidak sebanyak Kuta- akan dengan mudah anda temui di pantai ini. Satu lagi, pantai ini katanya terkenal dengan keindahan sunsetnya sehubungan dengan lokasi yang menghadap arah barat. Sayangnya, ketika saya berada disana, awan tebal menutup matahari sehingga saya tidak bisa memutuskan apakah sunsetnya indah atau tidak. Buat anda yang ingin berkunjung ke Pantai Pecatu atau Pantai Kuta Baru atau Pantai Dreamland (umumnya nama ini yang paling terkenal), jangan lupa perhatikan jalan ketika anda sudah melewati Ungasan, sebelum sampai di Uluwatu, ketika berada di daerah Desa Pecatu. Patung Garuda Wishnu Kencana kecil (tidak sebesar yang di GWK) akan menyambut anda di pintu gerbang perumahan Dreamland.

Wednesday, December 24, 2008

Cek SGOT/SGPT Sebelum Masuk Wilayah Endemik Malaria

Kunjungan ke wilayah endemik penyakit tertentu memang bukan sesuatu yang cenderung mudah untuk dilakukan. Diperlukan kesadaran bagi kita, sang traveller untuk mempersiapkan segalanya sedini mungkin sebelum terjun ke wilayah endemik. Sebelum berkunjung ke Timor Barat, wilayah Ntt yang tentunya masih endemik malaria, maka saya perlu melakukan beberapa persiapan terlebih dahulu.
Tentunya, pertama tama saya berkonsultasi dengan dokter terlebih dahulu untuk meminta dosis obat anti malaria. Berdasar informasi yang pernah saya dapatkan, obat malaria itu ada berbagai macam jenis, mulain dari yang paling standard dikenal orang seperti kina, hingga yang agak asing seperti melfoquinine dan yang terbaru artemisinin. Nah, saya baru dapat info dari dokter bahwa obat anti malaria memiliki efek samping yang agak kurang baik bagi tubuh terutama untuk orang-orang yang daya resisten terhadap obat tidak begitu bagus. Obat anti malaria memiliki efek mual dan bahkan muntah. Hal ini tergantung kondisi tubuh seseorang yang mengkonsumsi obat ini. Pada beberapa kasus bahkan obat malaria tidak berefek mual sama sekali, sungguh menyenangkan! Berdasarkan info, artemisinin adalah obat anti malaria terbaru yang konon bisa menghilangkan efek muntah sama sekali, namun tetap ampuh dalam memerangi malaria.
Nah, berdasarkan info general juga, obat anti malaria ini harus dikonsumsi setidaknya sebulan sebelum memasuki daerah endemik, dan beberapa minggu sesudahnya setelah keluar dari daerah endemik untuk memastikan bahwa saya benar-benar kebal terhadap malaria.
Nah, berhubung sang dokter tidak memiliki medical record sama sekali terhadap saya, maka saya dianjurkan untuk tes liver dengan tes SGOT/SGPT ke Lab. Saya memilih lab mahakam karena hasilnya bisa diperoleh dengan cepat apabila tes dilakukan pada pagi hari. Sayangnya, saya jarang mengambil darah, oleh karena itu saya begitu tegang pada saat pengambilan yang mengakibatkan lengan saya sakit ketika alat suntiknya mulai menembus lengan saya "ouch!". Tes seharga Rp. 48.000 (untuk dua tes yakni SGOT dan SGPT) tersebut tampaknya cukup baik. Hasil SGOT/SGPT saya masih di dalam range yang wajar. Untuk obatnya, saya tinggal menunggu anjuran dokter saja. Mudah-mudahan, obat yang dikonsumsi tidak akan membuat mual yach.

Tuesday, December 23, 2008

Ulos, Nafas Kasih dan Kehangatan Masyarakat Batak

Ulos, kain adat tradisional dari Sumatera Utara, terutama suku Batak, adalah suatu maha karya. Selain komoditas berupa pariwisata dan minyak sawit, Ulos adalah komoditi unggulan SUmatera Utara dan telah terkenal hingga ke mancanegara.
Ulos sendiri secara harafiah memiliki maksa kasih dan hangat. Kehangatan yang dibuat dari kain tenunan ini, dapat diartikan sebagai kasih sayang dan kehangatan orang tua untuk anaknya. Secara turun termurun, Ulos memang diwariskan dari generasi terdahulu kepada generasi sekarang.
Dalam pameran Sumut Expo 2008 di Balai Kartini, Ulos yang ditampilkan sungguh beragam. Apabila Ulos yang kita kenal umumnya digunakan sebagai selendang atau penutup tubuh, maka disini anda akan melihat ragam ulos mulai dari kain bahan pembuat pakaian, tutup kepala, tudung kepala, rok, hingga bermacam macam jenis pakaian dan garmen dari sarung bantal hingga perkakas rumah. Ulos pun banyak ragamnya, tergantung dari tiap suku Batak yang ada. Setiap suku Batak yang ada di Sumatera Utara memiliki corak dan ciri khas tersendiri, mulai dari Karo, Simalungun, Samosir, Tapanuli Utara, Tengah, Selatan, Pakphak Bharat, Dairi, Toba dan banyak lainnya.
Ulos sendiri memiliki proses pembuatan yang lama, dan rata-rata memakan waktu satu bulan serta bisa lebih lama lagi apabila kain yang ditenunnya besar. Keunikan Ulos adalah proses menenun dan merangkai motif dari antara benang-benang (bahkan terkadang diselipkan benang emas dan benang dari jenis serta kasar-sehingga memperlihatkan keindahan ulos secara utuh). Sehubungan dengan lamanya waktu tenunan, satu ulos bisa berharga ratusan ribu rupiah hingga jutaan (untuk yang bermotif sulit dan purba, bahkan bisa dihargai puluhan juta dan hanya diberikan kepada tamu kehormatan).
Uniknya ulos adalah motifnya yang cenderung sederhana namun tetap terasa nilai keindahannya. Beberapa suku Batak memiliki ulos dengan warna warna yang umum ditemui seperti abu-abu, hitam, biru tua dan warna gelap lainnya. Namun, beberapa suku memiliki warna yang jauh lebih meriah seperti merah, kuning, oranye hingga kreme sehingga terkadang tampak sekilas seperti songket. Ulos sendiri secara umum terbagi menjadi dua, ulos asli dan ulos modifikasi. Pertama-tama, saya bingung, apa itu ulos modifikasi. Namun, setelah diberi penjelasan, saya mengerti. Ulos modifikasi adalah ulos yang pengerjaannya dipadu dengan hiasan lainnya sehingga tidak lagi murni tenunan. Ulos sendiri umumnya berupa tenunan biasa saja dan bahkan rumbai-rumbainya terkadang masih ada yang tidak beraturan sehingga perlu bagi kita untuk memotongnya sendiri. Ulos yang sudah dimodifikasi umumnya memiliki hiasan berupa bordiran, tambahan renda, sulaman, manik-manik, roncean mote dan lain sebagainya, sehingga hasil pekerjaan ulos tersebut tidaklah murni dengan tenun alat saja. Ulos modifikasi ini dipercaya akan lebih menarik minat kawula muda untuk mengenakan ulos sehingga kekayaan budaya batak tidak hilang begitu saja di generasi muda. Beberapa Ulos memiliki motif yang teramat rumit san tidak dijual kepada umum. Ulos tersebut hanya untuk dipajang semata karena motifnya terlalu sukar dan belum ada penenun dari generasi sekarang yang mampu mengikuti motif tenunan tersebut. Konon, ulos tersebut telah berusia 20 tahunan. SUngguh, suatu maha karya yang indah.
Namun, keberuntungan saya juga, bahwa saya bisa menemukan sehelai ulos khas Phakpak yang berwarna khas Ulos Batak dan dapat digunakan sebagai selendang dengan harga RP. 40.000 saja. Tanpa pikir panjang, saya pun membeli ulos tersebut. Anda tertarik? mungkin bisa mencoba berkunjung ke SUmut Expo guna membeli berbagai macam bentuk Ulos dengan harga pengrajin tentunya.

Friday, December 19, 2008

Sumut Expo 2008 Digelar di Balai Kartini 18 - 21 Desember 2008

Sumut Expo digelar lagi pada tahun 2008 ini setelah sebelumnya digelar pada tahun 2007. Berbeda dengan sebelumnya yang digelar di Semanggi Expo, kali ini Sumut Expo digelar di Balai Kartini selama 4 hari saja (18-21 Desember 2008). Tentu saja, pameran ini gunanya adalah memamerkan kebudayaan sumut, potensi daerah, seni, pariwisata dan sekaligus memasarkan produk-produk andalan daerah mereka masing-masing.
Sayangnya, kamis sore, 18 Desember 2008 ketika saya menjejakkan kaki di Balai Kartini, pengunjung yang datang sangat sedikit. Bahkan bisa dihitung dengan jari. Cukup sedih melihat situasi pameran seperti ini. Para penjaga stand pun tampak ogah-ogahan menjaga stand mereka, walaupun beberapa diantaranya ada yang memakai pakaian adat full dan tetap dengan anggun menawarkan brosur dan sanggup melayani pertanyaan pertanyaan dari saya. Namun, sisanya, kebanyakan berupa bapak-bapak yang asik sendiri dengan urusan mereka (mungkin bisnis) dan ketika ada pengunjung yang masuk standnya pun, tidak terlalu digubris oleh mereka. Saya cukup senang berkunjung ke pameran ini, terutama dengan banyaknya brosur - brosur yang dibagikan yang terutama memberikan banyak informasi tentang potensi daerah mereka terutama di bidang pariwisata dan seni dan budaya. Walaupun beberapa dari brosur tersebut dibuat sangat sederhana dan apa adanya, namun usaha dari pemkab kabupaten dan kota yang ada di Sumatera Utara ini cukup patut diacungi jempol. Pemkab Labuhan Batu, bahkan memberikan saya VCD potensi daerah mereka. Pemkab Tapanuli Selatan, rela membongkar koper besar mereka untuk menunjukkan koleksi ulos-ulos mereka yang tidak dipajang di stand. Pemkab Toba Samosir yang paling berhias dengan hiasan ulos di dinding mereka, membagikan Batak Pos, miniatur rumah-rumah Bolon dan hiasan ala Batak Samosir di plafon stand mereka. Pemkab Pakphak Bharat, menjual ragam ulos dan pakaian adat dengan harga bersaing. Ketika membeli, saya bahkan diberi sebuah minyak Nilam (Patchouli) oleh Ibu penjaga stand. Pemkab Tapanuli Tengah juga cukup berhias dan bahkan memperkenalkan tehnik membatik yang baru saja diperkenalkan di Sibolga, terutama dengan batik khas pesisirnya yang unik.
Di luar itu, beberapa stand tampak sangat seadanya menampilkan kekayaan daerah mereka. Sungguh sayang memang. Beberapa stand bahkan ada yang belum buka, kosong sama sekali atau ditutup terlalu dini. Pemkot Pematang Siantar cukup mewah, mereka bahkan mendatangkan Betor BSA khas Siantar dan membagi bagikan rokok marcopolo gratis kepada pengunjung. Rokok Marcopolo ini memang khas Pematang Siantar.
Selain berupa pembagian-bagian brosur, kain-kain khas daerah masing-masing, kerajinan tangan, perhiasan, makanan khas daerah dan produk unggulan tambang daerah, anda juga bisa menyaksikan beberapa stand lain non-daerah seperti stand dari departemen tertentu, otorita Asahan, hingga Bank Sumut (standnya kosong!). Panggung besar yang berdiri megah di sisi ruang pameran pun tampak kosong dengan ketiadaan atraksi sama sekali pada hari kunjungan saya. Sungguh sayang. Informasi mengenai pameran ini sendiri saya dapatkan dari running text yang ada di Mtero TV. Seandainya saya tidak melihat running text tersebut, mungkin saya juga tidak akan berkunjung ke pameran ini.
Yah, diluar dari kelebihan atau kekurangan yang ada, ada baiknya kita sebagai sesama Bangsa Indonesia, turut support dalam kegiatan pemkab daerah lain di Indonesia. Apabila ada waktu, anda bisa mengunjungi pameran kebudayaan Sumut ini. Bisa jadi juga, anda malah tertarik untuk berkunjung ke Sumatera Utara sudatu saat nanti. Kalau sudah pulang, jangan lupa untuk berfoto di depan expo beserta batu granit Nias buatan yang bertuliskan Sumut Expo 2008. Dijamin, unik dan menarik. Sayangnya, saya nggak bawa kamera pada malam itu.

Thursday, December 18, 2008

Menyebrang ke Pulau Penyu dari Tanjung Benoa

Sudah seperti keharusan, walaupun kunjungan kali terakhir saya nggak sampai ke lokasi ini, Pulau Penyu adalah bagian dari wilayah Tanjung Benoa, tempatnya water sporting. Kunjungan ke pulau (katanya sich pulau, tapi sebenarnya ini merupakan wilayah daratan yang memang lebih sukar dicapai dari daratan Bali) memakan waktu kurang lebih sekitar 15 hingga 30 menit dengan speed boat glass bottomed yang berkapasitas 8 hingga 10 orang. Biaya perjalanan cukup bervariasi, namun pada umumnya, penyewaan perahu ini tergolong cukup murah karena dapat ditanggung beramai-ramai. Apabila anda pergi sendirian, yach berharaplah ada serombongan turis yang masih kelebihan sisa space tempat duduk di kapal :)
Jadi, selain water sporting, buat anda yang tidak mau berbasah-basah ria, boleh deh cobain Pulau Penyu ini. Ya, kegiatan ini hampir bisa dipastikan akan membuat anda terbebas dari air, kecuali paling jauh air semata kaki anda yang akan anda jumpai saat naik ataupun mendarat di pantai. Hampir semua operator di Tanjung Benoa menawarkan jasa ini. Sudah tentu, berbeda operator, berbeda pula lokasi penangkaran penyu yang akan disambangi di pulau tersebut. Namun, perbedaan operator tersebut tidak akan membuat kunjungan anda menjadi sedikit lebih seru atau sedikit kurang seru. Hampir semua lokasi penangkaran memiliki fasilitas serupa. Jadi, tidak masalah apabila tidak ke tempat penangkaran A, karena tempat penangkaran B juga memiliki fasilitas tersebut.
Perjalanan dimulai pada umumnya setelah glass bottomed speed boat tersebut penuh. Speed boat tersebut dirancang berdasar kaca guna penumpang dapat melihat bagian bawah air yang katanya, menawarkan keindahan biota laut (sayang sekali, tiga kali sampai di Tanjung Benoa, dua kali naik speed boat ini, dua kali pula saya tidak melihat warna warni kehidupan laut di Tanjung Benoa ini. Yang terlihat hanyalah sejumput ikan berukuran sedang berwarna hitam, putih dan sedikit yang berwarna, tanpa karang, memakan roti yang kami bagikan (roti akan dibagikan oleh operator). Entah apakah ini karena airnya keruh atau memang Tanjung Benoa sudah cukup rusak, who knows?!). Ya, anda dan rekan-rekan akan berhenti di tengah-tengah perjalanan untuk melihat kondisi alam bawah air di seputar Tanjung Benoa. Puas melihat-lihat dan memberi makan, speed boat pun dipacu kencang lagi guna mencapai Pulau Penyu.
Ya, turun dengan hati-hati dan siap-siap meminta bantuan Bli yang bertugas untuk menurunkan anda. Hampir di semua lokasi penangkaran, hewan yang ditangkarkan umumnya seragam, mulai dari yang standard seperti penyu (tentu saja! namanya saja Pulau Penyu!), kura-kura, ular, burung rangkong (hornbilled), beberapa jenis burung-burungan, buaya kecil dan sejumlah mamalia aneh yang mungkin agak jarang anda dapatkan. Seusai melihat-lihat dan berfoto (hati-hati, jangan pernah mencoba mengangkat tukik (anakan penyu) karena ini dapat mengancam kehidupan mereka) anda akan sampai di bagian akhir tempat konservasi yang berupa rumah makan plus tawaran lagi untuk berfoto bebas dengan burung-burungan, ular (mulutnya disolasi) dan beberapa jenis hewan lainnya. Seusai berfoto dengan hewan-hewan tersebut, silahkan lepaskan penat dengan memandang ke arah laut lepas sambil menikmati minuman segar (tentu saja, kelapa muda yang seharusnya jadi pilihan). Harga makanan dan minuman di lokasi cukup bersaing dan tidak terlampau mahal. Jangan lupa, seusai anda berjalan-jalan di Pulau Penyu, sisihkan sebagian budget jalan-jalan anda untuk memberi bantuan dana pada lokasi konservasi ini (terdapat kotak sumbangan di pintu keluar) karena, tentunya mengharapkan tiket masuk dan penyewaan speed boat saya tidak akan terlalu banyak membantu tempat konservasi ini. Apabila anda masih ingin melihat hewan-hewan ini pada kali berikutnya kunjungan anda, sebaiknya anda membantu dengan menyumbang demi terciptanya kelangsungan hidup mereka.
Sudah selesai? tunggu dahulu, hiburan belum berakhir. Waktu satu jam yang anda habiskan di pulau akan ditambah lagi guna berhenti di lautan lepas. Sama seperti kedatangan, anda akan menikmati ikan-ikan yang berlarian bebas di bawah kapal sambil berebutan roti yang anda bagikan. Cukup asyik juga untuk anda yang tidak puas membagi roti ke ikan pada saat kedatangan. (Walaupun lapar, jangan coba coba mengkonsumsi roti yang dibagikan ke ikan-ikan tersebut. Tampaknya rotinya memang hanya untuk konsumsi ikan, bukan manusia). Sedikit saran lainnya adalah jangan lupa untuk mengenakan sunblock agar kulit anda terhindar dari sinar matahari dan sinar UV yang merusak selama kunjungan di Pulau Penyu. Nah, hati riang, kulit pun tetap terjaga.

Wednesday, December 17, 2008

Nyeni di Pasar Ubud

Terus terang, gue bukan orang yang sangat berseni. Maka dari pada itu, Ubud mungkin gak masuk dalam list kunjungan yang harus dicapai saat gue ke Bali. Ya, cerita mengenai Ubud memang selalu berkaitan dengan tempat paling 'nyeni' di Bali. Mulai dari arsitektur rumahnya, galeri seni, pusat kerajinan tangan, hingga villa villa kaya yang dibangun di Ubud. Ya, Ubud is not for me, I have said to myself.
Namun, berhubung lokasinya di Bali tengah, pusat dari segala arus lalu lintas yang mau ke lokasi-lokasi wisata lain di Bali. Kayaknya mau nggak mau, Ubud pun pasti akan terlewati juga. Mau ke Timur atau Barat, umumnya lewat Ubud. Mau ke Gunung Agung, Gunung Batur, atau Danau Bratan, pasti lewat Ubud. Yah, walaupun ada jalan lain, tapi Ubud ini yang kayaknya paling umum untuk dilalui dech.
Oleh karena itu, daripada penasaran, akhirnya kita turun juga dech di Ubud (berhubung juga anggota rombongan mau ke Ubud). Tujuan kami di Ubud bukanlah galeri seni, villa mahal dan mewah ataupun lokasi pusat kerajinan tangan. Kami menuju Pasar Ubud, selepas berkunjung ke SUkawati. Yach, hitung-hitung sekaligus melihat-lihat kemungkinan ada barang yang tidak terdapat di Sukawati Guwang.
Turun dari kendaraan, langit tampak tidak bersahabat dengan kami. Rintik-rintik air hujan mulai membasahi bumi walaupun hanya sekedar gerimis saja. Alhasil, kami sekaligus berteduh di Pasar Ubud. Melihat dari keramaian yang dimilikinya dan perjualnya, secara cepat dapat saya simpulkan bahwa Pasar Ubud bukanlah pasar yang ramai (walaupun Pasar Ubud adalah salah satu pasar seni utama di Bali). Yap, siang itu hanya terlihat segelintir orang yang berbelanja di Ubud, jauh berbeda dengan SUkawati. Karakteristik ini juga dapat dilihat dari penjual (ning-ning) yang tidak agresif dalam menjual produknya (misalnya ketika saya melintas untuk melirik saja, bahkan mereka cenderung cuek dan menyapa kami). Kemudian soal harga, yach memang harga yang di buka cenderung lebih tinggi dibanding SUkawati. Namun, saya berhasil menawar essential oil hingga harganya sama (ya eyalah...kan produknya juga sama) dengan di Sukawati.
Apabila bangunan Sukawati cenderung lebih fokus untuk kegiatan perniagaan, maka Ubud masih memiliki nilai spiritualnya dengan bentuk bangunan Bali lama yang berukir-ukir macam candi dan potongan candi lama. Di sisi bangunannya pun terdapat sebuah pohon besar yang tampaknya dikeramatkan (karena dililit oleh kain khas Bali). Hingga sisi dalam dan pinggir bangunan dan bekas candi pun diisi oleh kios kios pedagang barang-barang seni untuk souvenir. Teman saya membeli beberapa buah papan surfing Bali di bagian pojok pasar ini.
Hujan yang tadi membesar seiring dengan kegiatan kami melihat-lihat pasar telah berhenti dan bahkan cenderung reda. Kami sempat berfoto-foto dengan bangunan-bangunan unik dan antik yang terdapat di luar wilayah pasar. Ya, kini saya percaya, Ubud adalah Bali yang sungguh-sungguh Bali.

Friday, December 05, 2008

Pantai Sindhu a.k.a Pantai Bonsai Café di Selatan Sanur

Sebenarnya nama ini kayaknya merupakan penamaan lokal untuk pihak tertentu yang mengelola bagian dari Pantai Sanur. Yap, Pantai Bonsai Café atau Pantai Sindhu sebenarnya masih merupakan bagian dari Pantai Sanur di bagian timur Bali. Dengan jarak sekitar 15 menit waktu tempuh dengan kendaraan shuttle dari Hotel, berkunjung ke Pantai Shindu cukup mengasyikkan juga. Buat anda yang tidak menginap di Sanur Plaza Hotel, mungkin kunjungan ke pantai ini tidak akan pernah terpikirkan. Begitu juga dengan saya.
Namun, berhubung saya menginap di Sanur Plaza Hotel, dan ada fasilitas shuttle bus gratis dari Hotel menuju Suite Hotel, Hardy's Shop dan Pantai Bonsai, maka iseng-iseng buat mengisi waktu, pilihan ke Pantai ini pun dibuat.
Dengan jarak tempuh yang tidak terlalu jauh dan masih merupakan bagian dari Sanur, Pantai Sindhu ternyata menawarkan sejumlah kelebihan diantaranya berupa kondisi pantai yang tenang, unik dan akomodasi yang memadai. Sebagai contoh, pada beberapa bagian pantai, terdapat batu batu besar bulat yang memenuhi pantai sehingga memebntuk semacam tanggul sebelum kita dapat mencapai pantai yang sebenarnya. Terdapat pula semacam gazebo di dekat pantai sehingga kita bisa berfoto-foto (tentunya) dan menikmati santap malam disini (mungkin bukan malam, tapi pagi atau siang kali yach?!). Beberapa bagian pantai cukup landai dan dipenuhi oleh perahu-perahu nelayan yang cantik dan berwarna-warni, sesuatu yang agak sulit ditemukan apabila kita berkunjung ke Kuta. Kelebihan lainnya, pantai ini sangat sepi mengingat kunjungan wisatawan sudah dapat dipastikan tersedot ke Pantai Kuta.
Lapar atau capek? jangan kuatir, jejeran hotel dan resort seperti salah satunya Bonsai café dan SAnur Plaza Suite terletak di tepi pantai ini (dilengkapi dengan bangku bangku pantai untuk berjemur pula!). Yap, sepanjang menyusuri pinggiran pantai, saya menemukan sejumalh restoran, baik yang berkesan mahal ataupun yang tampaknya dikhususkan untuk backpacker dengan tarif yang murah meriah.
Berjalan lebih ke arah utara, maka sekarang saatnya untuk memanjakan mata dengan jualan khas pasar. Ada Pasar Sindhu di bagian utara pantai ini. Berkorelasi dengan sepinya pantai, pasar ini juga sepi. Beberapa ning cenderung duduk-duduk di depan kiosnya dan tidak terlihat terlalu agresif juga dalam menawarakn dagangannya. Hal ini sangat berbeda apabila anda pernah berjumpa dengan pedagang dari Legian atau Sukawati. Namun, kehidupan masih bergerak di pasar oantai ini, sejumlah wisatawan dengan keluarganya masih setia dengan pantai Sindhu yang tenang dan syahdu.
Penasaran dengan pantai yang namanya tidak terlalu terkenal ini? coba deh jalan sekian kilometer ke arah bawah dari Jalan Raya Bypass Ngurah Rai dari Sanur. Selang berapa jauh, nanti anda akan bertemu pintu masuk Bonsai café. Nah, sebelum masuk ke Bonsai Café ini anda akan disuguhi dengan berpot-pot pohon bonsai. Sempetkan foto-foto disini. Nah, setelah selsai berfoto dan memasuki sebuah restoran, Pantai SIndhu sudah terbentang di depan anda.