Saturday, May 30, 2009

Pasar Oeba Kupang

Kota Kupang memiliki beberapa pasar Tradisional. Pasar tradisional Oeba adalah salah satunya. Pasar ini terletak di Jalan Alor. Cara mencapai pasar ini cukup mudah. Jalan Alor adalah perpanjangan dari Jalan Sumatera dan percabangan dari Jalan Timor Timur Raya. Pada deretan ruko-ruko, coba cari sebuah gang masuk di sisi utara jalan raya. Gang masuk ini dipadati oleh pedagang kaset lagu dan usaha tambal ban. Ketika anda melongok ke dalam gang, anda akan melihat deretan pedagang kaki lima mulai dari pernak-pernik, mainan hingga pakaian dan sayur mayur. Inilah jalan masuk menuju Pasar Oeba.
Tidak ada lokasi lain yang lebih baik selain pasar ini apabila anda berniat mencari bahan pangan yang segar. Dari mulut gang, anda masih harus berjalan kurang lebih sekitar 200meter untuk mencapai titik tengah Pasar Oeba yang dipenuhi oleh pedagang sayur, buah dan hasil laut. Beberapa pedagang tampak sedang membersihkan ikan dan lainnya memanggil saya untuk menawarkan tempe mereka. Di sudut lain, tampak beberapa ekor kerbau sedang ditambatkan pada sebuah tiang. Di ujung, tampak deburan ombak menerpa dinding pembatas pantai. Ya, lokasi Pasar Oeba memang berada tepat di pinggir Pantai Pasir Panjang.
Kumpulan pedagang sayur dan bahan pangan seperti daging-dagingan hanya terkonsentrasi di area tengah saja. Ketika anda keluar dari pasar dan menyusuri kembali gang, anda akan menemui sangat banyak pedagang pakaian dan kain di sisi kiri dan kanan jalan. Jangan salah, kain yang mereka jual bukanlah kain tenun ikat timor. Saya sudah mencoba mencari ikat dan benda kerajinan tangan sejenis namun hasilnya nihil. Pasar Oeba benar-benar menjual produk pangan dan garmen buatan pabrik. Kain yang paling banyak dijual disana justru merupakan kain batik dalam bungkusan. Pedagangnya sendiri tampak asyik berbicara dalam bahasa Jawa Tengah. Muka-muka Timor justru tidak ditemukan pada mereka yang berjualan kain. Pedagang asal Timor justru lebih banyak yang berdagang produk pangan. Kalau anda mencari bahan-bahan makanan, toko kelontong dan pernak-pernik perhiasan hingga sepatu sendal, Pasar Oeba tampaknya tempat yang pas. Namun, jika anda mencari tenun ikat Timor dan Sasando, tampaknya anda masuk ke lokasi yang salah.

Wednesday, May 27, 2009

Ayo, Dukung Taman Nasional Komodo Agar Masuk Dalam 7 Keajaiban Dunia Alami!

Siapa sich yang gak tahu komodo? Seluruh penduduk Indonesia tahu hewan ini. Seluruh penduduk Indonesia kenal sama komodo mulai dari sahabat anak-anak bahkan hingga pasta gigi. Penduduk Indonesia pastinya mengenal komodo sebagai hewan purba langka yang hanya ada di Indonesia. “Naga yang hidup”, begitu katanya. Penduduk dunia bahkan menyebut kunjungan melihat komodo dengan “Meet The Dragon”. Hmm...
Namun, saya rasa nggak banyak yang tahu kalau komodo hanya hidup di satu tempat terbatas di Indonesia ini. Komodo tidak hidup dan tersebar merata di seluruh Indonesia. Hanya di Nusa Tenggara Timur, kita bisa menyaksikan komodo yang asli dan hidup di alam bebas, dan buas tentunya. Lupakanlah komodo yang ditangkarkan di kebun binatang. Di Nusa Tenggara Timur, kita bisa melihat komodo yang liar dan berbahaya. Untungnya, komodo tidak hidup di penjuru Nusa Tenggara Timur. Komodo hanya ditemukan di satu tempat. Komodo hanya tersebar di ujung barat Pulau Flores, tepatnya di Pulau Komodo, Pulau Rinca, dan Pulau Padar dan pulau-pulau kecil di sekitarnya yang kesemuanya masuk ke dalam wilayah Taman Nasional Komodo. Sebagian komodo lainnya hidup di wilayah pesisir barat Flores. Yuk kita menuju kesana.
Perjalanan menuju tempat tinggal komodo sangatlah seru. Lokasi ini bukanlah tempat yang umum dikunjungi turis biasa. Para petualang akan menyambangi tempat ini karena menuju Taman Nasional Komodo adalah suatu petualangan. Lupakan sejenak pesawat-pesawat komersial berbadan besar yang biasa anda naiki. Kali ini, anda akan saya ajak menaiki pesawat kecil berbaling-baling dengan daya tampung bervariasi namun maksimal 40 orang. Seru yach? Kapan lagi bisa naik pesawat kecil berbaling-baling? Pesawat ini hanya ada dari Denpasar saja. Jadi, mau nggak mau, anda harus ke Bali terlebih dahulu. Dari Labuan Bajo, anda bisa memilih berkunjung ke Pulau Rinca yang lebih dekat atau Pulau Komodo yang lebih jauh sedikit. Tidak ada pelayaran reguler menuju kedua pulau ini. Anda bisa mencoba menyewa kapal carter untuk menuju ke sana. Jangan kuatir, di Labuan Bajo, ada banyak tempat yang bisa kita gunakan untuk mencari informasi lengkap tentang bagaimana caranya berkunjung ke Taman Nasional Komodo, misalnya PHKA (0385.41005 or tnkomodo@indosat.net.id). Alternatif lain untuk mengunjungi pulau adalah naik kapal dari Lombok menuju Flores atau sebaliknya. Dalam perjalanan, kapal akan berhenti di beberapa titik seperti Pulau Moyo atau Pulau Satonda untuk snorkeling, dan Pulau Komodo atau Pulau Rinca untuk melihat sang naga. Untuk jasa kapal, coba hubungi Central Bajo Tours (0385.41289).
Kunjungan ke Taman Nasional Komodo memang unik dan berbeda. Saya yakin, Taman Nasional Komodo adalah beberapa atau mungkin malah hanya satu tempat destinasi wisata yang lain daripada yang lain. Unik. Kalau anda mengharapkan pemandangan indah kehijauan yang menyegarkan mata, ya maaf saja, anda salah! Anda akan disuguhkan oleh pemandangan yang super tandus, pulau-pulau berwarna coklat dengan padang rumput yang meranggas. Kalau anda ingat film-film kehidupan jaman purbakala, mungkin pulau inilah yang dapat mewakili imajinasi anda tersebut. Sesekali dalam setahun, ketika musim penghujan tiba, pulau ini akan menghijau. Rerumputan dan savana yang menyelimuti pulau akan berubah warna menjadi hijau dan tumbuh segar. Cantik. Namun, hijaunya pulau harus dibayar mahal dengan ganas dan bergolaknya Laut Flores dalam kurun waktu tersebut. Ya, Laut Flores dan perairan di sekitarnya memang terkenal ganas dan tidak dapat diprediksi. Bahkan di saat tenang sekalipun! Waktu terbaik untuk bepergian memang jatuh pada periode April hingga Oktober. Ini adalah saat dimana keadaan iklim pulau tidak dipengaruhi angin muson. Hujan akan jarang sekali turun di wilayah ini.
Perjalanan menuju Taman Nasional Komodo dapat ditempuh dalam 2 hingga 4 jam dari Kota Labuan Bajo. Sepanjang perjalanan, selain pulau berbukit coklat, mata anda akan dimanjakan oleh laut yang bersih dan kalau beruntung, ikan yang berseliweran di sekitar perahu. Pada beberapa titik dangkal, anda bahkan bisa melihat terumbu karang berwarna-warni yang membuat anda ingin langsung menceburkan diri saja ke laut. Gak heran, wilayah ini kan termasuk dalam segitiga koral dunia dimana aneka spesies koral dan terumbu karang terbanyak bisa ditemukan disini. Hanya, sebelum anda benar-benar nekad menceburkan diri, sebaiknya anda ingat bahwa Laut Flores terkenal dengan arus bawahnya yang ganas dan berputar. Peribahasa “Air Tenang Menghanyutkan” tepat banget untuk dipakai disini. Jadi, keindahan yang anda nikmati cukup untuk dilihat mata saja. Tenang, ada koq spot-spot menarik dan aman tentunya yang bisa dijadikan tempat penyaluran hobi snorkeling dan menyelam anda. Nah, dengan pemandangan yang ada, dijamin dech anda nggak akan bosan selama 4 jam mengarungi laut.
Komodo, atau yang dikenal sebagai ora oleh penduduk lokal pulau, adalah kadal raksasa yang telah hidup dari masa prasejarah. Komodo diperkirakan hidup semenjak 100 juta tahun lalu. Kadal raksasa terbesar di muka bumi ini dapat tumbuh hingga 3 meter dan berbobot hampir 150 kilogram. Kadal ini bisa hidup 100 tahun lamanya. Sangat terlihat yach bahwa hewan ini telah berhasil melampaui seleksi alam dan berevolusi dengan baik. Komodo sendiri adalah binatang karnivora dan juga kanibal. Terkesan lamban dan bodoh, namun hewan ini bisa mengatur taktik, berlari secepat anjing dan memanjat. Menakutkan yach? Tunggu sampai anda ketemu langsung dan merasakan kegentaran nyali anda berhadapan dengan hewan ini! Rasakan kaki gemetaran dan jantung deg-degan berhadapan dengan komodo di habitat aslinya. Penciuman hewan ini luar biasa tajamnya. Komodo dapat mencium bau darah atau daging mentah dari jarak 4 kilometer! Untuk anda yang sedang datang bulan, sangat tidak disarankan berkunjung ke Taman Nasional Komodo. Niscaya, bau darah akan menarik komodo keluar dari persembunyiannya dan menuju asal bau tersebut. Nggak mau donk, didatangi hewan eksotis ini karena anda melanggar himbauan? Komodo sendiri lebih dikenal dengan hewan pemakan bangkai daripada hewan hidup. Ia menggigit mangsanya dan justru membiarkan mangsanya kabur. Sekitar beberapa hari atau sampai 2 minggu, bekas gigitan komodo akan melumpuhkan mangsanya. Mangsa tersebut akan mati dan menjadi bangkai. Setelah itu, barulah para komodo berpesta pora memangsa bangkai hewan yang biasanya berupa kerbau, rusa atau kambing. Air liur komodo dikenal memiliki 50 jenis bakteri mematikan yang dapat melumpuhkan mangsa. Seram tapi seru yach? Untungnya, dalam beberapa puluh tahun terakhir, diketahui hanya 2 orang manusia yang pernah menjadi korban keganasan komodo. Kalau anda selalu bersama pemandu dan menuruti perintah pemandu, saya rasa anda akan selamat selalu selama berada di Taman Nasional ini.
Walaupun bergelar Taman Nasional dan warisan kekayaan dunia, tiket masuk ke dalam taman sangatlah murah. Padahal, Taman Nasional ini sangat unik dan hanya ada satu-satunya di seluruh dunia. Tidak ada tempat di seluruh dunia yang memiliki bentang alam serupa dan tentunya, hewan komodo. Tiket masuk seharga Rp. 40.000 belum termasuk biaya konservasi, pemandu dan kamera. Kegiatan utama di dalam Taman Nasional memang hanya melihat komodo di habitat aslinya. Jangan takut, para pemandu yang menemani anda akan membawa tongkat panjang bercabang dua untuk mengusir komodo apabila ada satu atau dua yang kelewat bersemangat ketemu anda. Jalur trekking lintas taman ini sendiri bervariasi, mulai dari satu setengah jam hingga empat jam. Beberapa diantaranya yakni Banu Nggulung, Lembah Poreng, dan Gunung Ara. Anda bisa memilih untuk melihat komodo di habitat aslinya atau mendaki gunung yang ada di pulau ini untuk melihat keseluruhan pulau. Kalau anda mau yang sedikit lebih ‘liar’, anda bisa loch menentukan sendiri jalur trek yang anda inginkan. Tentu, ini hanya mungkin terjadi apabila anda kuat berjalan kaki. Syarat lainnya, anda tetap harus didampingi oleh pemandu. Gak mau donk, anda berakhir seperti turis Swiss yang ketika ditemukan hanya tersisa kamera dan kacamatanya saja? Kalau tertarik melihat proses makan dan ‘kebrutalan’ komodo, anda dan teman-teman bisa patungan untuk membeli seekor kambing untuk diumpankan kepada para komodo tersebut. Buat yang hobi snorkeling, ada beberapa spot menarik yang bisa dijadikan tempat penyaluran hobi, salah satunya di Pantai Merah, Pulau Komodo. Pastinya, kalau anda melakukan banyak kegiatan di Taman Nasional Komodo ini, satu hari nggak akan cukup. PHKA punya penginapan yang berada di dalam kompleks Taman Nasional Komodo. Anda bisa coba bermalam disini. Perlu diketahui bahwa penginapan ini berharga ekonomis dan makanan yang disediakan hampir semuanya makanan vegetarian. Ingat, komodo bisa mencium bau daging mentah dari jarak berkilo-kilometer. Jadi vegetarian beberapa hari nggak masalah kan?
Sehubungan dengan unik dan hanya satu-satunya Taman Nasional Komodo di dunia, 7 Wonder Organization telah menominasikan Taman Nasional Komodo sebagai salah satu calon dari New7Wonders of Nature. Taman Nasional Komodo terpilih dari sekian banyak calon di Indonesia, dan hingga saat ini, Taman Nasional Komodo adalah satu-satunya calon dari Indonesia. Taman Nasional Komodo harus bersaing ketat dengan para nominator lainnya di seluruh dunia. Buat anda yang sudah pernah kesana, pasti tahu donk betapa istimewanya Taman Nasional ini. Buat anda yang belum, mudah-mudahan jadi tertarik ingin mengunjungi Taman Nasional Komodo karena telah membaca catatan singkat saya ini. Tentu, kunjungan anda kesana bernilai penting loch. Anda turut serta dalam usaha membantu biaya konservasi komodo. Yuk, kita bersama-sama memilih dan membantu agar Taman Nasional Komodo diakui dunia sebagai 7 Keajaiban Dunia Alami di http://www.new7wonders.com/nature/en/vote_on_nominees/. Suara anda akan sangat membantu promosi Taman Nasional Komodo di mata dunia internasional. Bangga donk, punya taman nasional yang terkenal hingga penjuru dunia dan dikunjungi oleh jutaan orang di seluruh dunia? Kita bisa wujudkan itu sekarang bersama-sama dengan membantu voting untuk Taman Nasional Komodo di situs new7wonders. Untuk informasi lengkap tentang Komodo, Taman Nasional Komodo, dan Nusa Tenggara Timur bisa dilihat di http://www.indonesia.travel. Usaha pelestarian dan promosi kekayaan alam Indonesia, terutama Taman Nasional Komodo juga didukung penuh oleh http://www.bubuawards.com, sebuah penghargaan paling prestisius untuk kompetisi kampanye digital. Bubu Awards ini rutin secara tahunan menyelenggarakan penghargaan kepada karya digital anak bangsa. Yuk, kita sama-sama mengenal lebih baik dan sekaligus mencintai kekayaan negeri Indonesia, negeri kita ini. Jangan lupa dukungannya terhadap Taman Nasional Komodo yach! Sebarkan informasi ini ke teman-teman kamu agar kita memiliki taman nasional yang diakui dunia internasional sebagai 7 kejaiban dunia, Taman Nasional Komodo!

L'Avalon Pub and Bar, Kupang

Inilah kisah mengenai pub yang ramai dikunjungi oleh warga asing dan memiliki segudang informasi terpercaya tentang pariwisata di Kota Kupang, Timor dan NTT . Pub ini memiliki segudang informasi yang berkaitan tentang peta, jaringan jalan, kendaraan dan transportasi serta fakta-fakta seputar kegiatan wisata di NTT. Dikelola oleh Mr. Edwin Lerrick, Pub L’Avalon memang menjadi primadona untuk warga asing (terutama Australia) untuk bersantai dan menikmati indahnya Teluk Kupang tanpa harus sering-sering bersosialiasi.
Berada di sisi barat Teluk Kupang, anda akan berjumpa dengan pub ini setelah berjalan melewati deretan toko di Jalan Garuda. Bentuk bangunannya yang semi terbuka dengan atap sirap dan rumbia, membuat anda tidak akan kesulitan dalam mencari pub ini. Ciri khas lain dari pub ini adalah pintu masuknya yang berbentuk Yin dan Yang (bola hitam dan putih yang menggambarkan keharmonisan dan keseimbangan dalam ideologi Taoisme).
Saat saya menghampiri pub tersebut, tiba-tiba terdengar suara anjing menyalak dan dilanjutkan dengan suara seorang pria “Come In”. Siang itu, Mr. Edwin Lerrick tampak sedang menikmati makan siangnya sambil surfing dan chat di komputer pribadinya. Mungkin karena mengira saya adalah seorang turis asing maka saya diajak bicara dalam bahasa Inggris. Namun, saya segera memperkenalkan diri sebagai warga Indonesia dan kami pun segera bercakap-cakap dengan bahasa Indonesia.
Ruangan yang berukuran sedang tersebut dipenuhi oleh meja dan kursi plastik. Di dinding seputar bar terdapat beberapa papan informasi yang berisi jadwal keberangkatan kapal, peta Indonesia, peta Nusa Tenggara Timur, pesan-pesan orang yang berkunjung, foto-foto perjalanan dan banyak lainnya yang menurut saya sangat membantu turis dalam mendapatkan informasi. Beberapa lainnya tampak masih ditutupi oleh terpal, mungkin L’Avalon baru saja membuka pub-nya hari itu? Beberapa informasi situs diving di Indonesia dan buku-buku Lonely Planet tersebar di atas meja utama. Di pojok dinding yang menghadap laut, terdapat sebuah rak kaca yang berisi buku-buku yang tampaknya dihibahkan oleh sejumlah backpacker yang datang kemari dan tidak berniat membawa buku kembali ke negara asalnya. Buku-buku tersebut tidak untuk dijual melainkan untuk barter dengan buku lainnya. Ada ruangan lain di sebelah dalam, namun tampaknya itu ruangan pribadi Mr. Lerrick.
Mr. Edwin Lerrick sendiri bertampang keras dengan wajah yang tampak seperti keturunan Kaukasian. Walaupun demikian, pria ini sangat ramah dan informatif. Beliau menanyakan keperluan saya datang ke Kota Kupang sambil membicarakan masalah seputar pariwisata, hingga topik-topik yang hangat di masyarakat. Tampaknya penurunan jumlah turis juga berimbas hingga ke kota ini. Kupang, walaupun tidak termasuk dalam kunjungan teratas warga lokal Indonesia, ternyata justru lebih ramai dikunjungi oleh turis-turis asing yang terutama berasal dari Australia. Namun, situasi keamanan lokal dan global serta kacaunya sistem birokrasi dan politik di Indonesia, tak urung menurunkan jumlah turis mancanegara secara signifikan. Konon, sebelum tahun 2000, Kupang banyak dipenuhi oleh turis asing. Namun kini, hanya tampak segelintir saja dan itu pun berada di lokasi-lokasi tertentu. Bagi anda yang ingin menambah wawasan anda, boleh datang berkunjung dan mengobrol dengan Mr. Edwin Lerrick ini. Beliau mempunyai segudang pengetahuan yang terutama berkaitan dengan pariwisata dan segala aspeknya mulai dari aturan visa hingga belajar diving. Saat saya meninggalkan pub ini untuk melanjutkan kembali perjalanan saya, saya bertemu dengan 2 orang warga asing yang datang secara terpisah dan duduk serta menikmati minuman di L’Avalon. Tidak tampak adanya kegiatan yang mereka lakukan selain duduk, menikmati minuman sambil melihat Teluk Kupang.
Berdasarkan informasi, keluarga Lerrick adalah keluarga yang cukup terpandang di Kota Kupang karena memiliki beberapa bidang usaha pariwisata seperti hotel, misalnya. Keluarga Lerrick sendiri berasal dari Belanda yang pindah menetap di Indonesia, terutama Kupang. Disini, anak-anaknya beranak pinak dengan warga lokal. Walaupun bertampang Kaukasian dan pernah tinggal di luar negeri, Mr. Edwin Lerrick adalah asli warga Kota Kupang, begitu katanya.

Tuesday, May 26, 2009

Sisa - Sisa Kejayaan Benteng Concordia

Dalam beberapa buku referensi terbitan sebelum tahun 2000, Kupang disebut-sebut memiliki sebuah benteng. Kondisi ini sama dengan kota-kota tua di Indonesia yang rata-rata memiliki benteng, apalagi lokasinya terletak di pinggir pantai atau sungai. Benteng yang ada di Kota Kupang bernama Benteng Concordia atau Fort Concordia. Benteng yang dibangun Belanda pada tahun 1653 ini, sekarang sudah tidak ada lagi. Penyusuran jejak sejarah dan informasi masyarakat lokal menyebutkan, bahwa lokasi benteng berada di sekitar Jalan Pahlawan, di dekat barak militer dan pekuburan umum. Ketika mendatangi lokasi tersebut dan menyusurinya, tampak tidak ada sama sekali sisa-sisa benteng apapun di sekitar lokasi yang disebutkan. Buku-buku wisata keluaran terbaru pun sama sekali tidak menyebutkan adanya Benteng yang bernama Concordia di wilayah Kupang. Hasil pencarian di internet pun nihil. Benteng Concordia justru sering diasosiasikan dengan sebuah benteng di wilayah Maluku. Bertanya kepada warga yang kebetulan melintas di sekitar pekuburan maupun beberapa tentara yang sedang berjaga pun tidak membuahkan hasil. Tidak ada yang tahu sama sekali dimana letak Benteng atau Fort Concordia berada. Satu titik terang muncul dari seorang perwira yang sedang mengecat dinding barak. Beliau menyebutkan tidak ada benteng atau apapun di sekitar tempat itu. Namun, ia memberi tambahan informasi bahwa, satu-satunya yang dikenal dengan nama benteng adalah kantin para prajurit dan tempat pangkas rambut yakni Kantin Benteng dan Pangkas Rambut Benteng yang terletak di dalam kompleks barak prajurit. Seketika itu juga, saya langsung mengamati bangunan yang sekarang digunakan sebagai barak militer atau Komando Resor Militer 161/WSI-Batalyon Infanteri 743. Walaupun sebagian dari bangunan tersebut telah berubah, namun beberapa bagian lain dari bangunan tersebut tidak dapat menyembunyikan bentuk fisiknya yang suram, berjamur, dan berarsitektur kuno. Mungkin perubahan fungsi benteng ini berlangsung sudah cukup lama sehingga orang-orang baru yang ditanya perihal Fort Concordia tidak mempunyai informasi yang cukup memadai. Saya cukup meyakini bahwa bekas barak ini adalah sebuah benteng, berdasarkan sisa-sisa bangunan lama yang masih terlihat dan penggunaan nama benteng di lokasi yang baru. Sayangnya, berhubung benteng sudah beralih fungsi menjadi barak militer, maka saya tidak memiliki kesempatan untuk masuk ke dalam benteng. Tidak mungkin bagi saya untuk masuk ke dalam barak dan melakukan pengamatan lebih lanjut terjadap sisa-sisa potongan benteng untuk menguatkan pendapat saya, apalagi berfoto! Oleh karena itu, apakah Fort Concordia telah berubah menjadi Mayonif 743, semuanya tetap menjadi misteri.
Bagi anda yang mungkin tertarik untuk melihat seperti apakah kondisi bangunan yang telah menjadi barak tersebut, silahkan lewat Jalan Pahlawan ke arah pekuburan umum Kota Kupang. Di sisi kanan jalan, tepat di seberang Gereja Baptis Indonesia Kupang, anda akan melihat patung tentara dan tiruan meriam terpajang di depan gerbang yang dicat dengan nuansa warna militer. Inilah lokasi Mayonif 743 yang dicurigai dahulunya adalah sebuah benteng. Dari pusat kota, menuju ke lokasi ini cukup mudah. Anda dapat melalui Jalan Proklamasi atau Jalan Soekarno dan carilah Tugu Empat Kemerdekaan. Dari tugu ini, barak tersebut terlihat cukup jelas. Angkot nomor 12 melewati lokasi ini.

Monday, May 25, 2009

Pekuburan Umum Kota Kupang Abad 19

Di sebelah barat Teluk Kupang arah Pelabuhan Tenau, terdapat sebuah pekuburan umum Kota Kupang. Yang menarik, pekuburan ini bukanlah pekuburan biasa. Kompleks pekuburan ini masih digunakan hingga saat ini dan telah digunakan semenjak abad ke 19 (berdasar dari nisan-nisan yang ada).
Berjarak sekitar 500 meter arah barat dari Tugu Empat Kemerdekaan, anda bisa menyaksikan pekuburan yang terletak di tepi pantai namun tetap cukup tinggi sehingga tidak terkena hempasan air laut. Kompleks pekuburan ini dalam kondisi tidak terlalu terawat apabila ditilik dari rimbunnya tanaman yang menutupi sejumlah besar batu nisan. Di jalan masuk utama pekuburan ini, anda bisa menyaksikan sejumlah batu nisan yang terbuat dari batu-batu besar. Batu-batu nisan ini memiliki desain victorian, berjamur, serta menampilkan sejumlah nama-nama Belanda dengan tahun kematian berkisar 1800-an. Beberapa di antara batu nisan tersebut masih dapat terbaca dengan jelas walaupun keuzuran batu nisan tersebut sudah tidak dapat ditutupi lagi. Sebagian besar batu nisan telah habis tertutup tanaman merambat dan rerumputan liar sehingga tidak bisa dikenali sama sekali fisiknya. Rata-rata batu nisan yang berada disana berukuran sangat besar dengan bentuk fisik yang unik dan mengundang. Di masa kini, sudah sangat jarang bagi orang yang meninggal untuk menggunakan batu nisan sejenis ini.
Selain sebagai kuburan sejarah, kompleks pekuburan ini juga masih digunakan hingga saat ini. Anda bisa melihat di sisi timur, terdapat sejumlah kuburan baru dengan tahun kematian 1900 dan 2000-an. Batu-batu nisan yang berada disini memiliki bentuk fisik yang sederhana dan lebih modern serta berwarna-warni. Nama-nama yang ditampilkan pun tidak terlalu berkesan kebule-bulean lagi tapi sudah berbau indonesia dan warga Timor pada umumnya.
Toko-toko penunjang keperluan kematian pun dapat ditemui dengan mudah di dekat kompleks pekuburan ini. Tepat di depan gerbang masuk pekuburan, terdapat sebuah kios kecil yang memajang dua buah peti mati yang sudah jadi dan siap untuk dibeli. Suasana pekuburan siang itu sangat sepi, hanya ada saya sendiri di dalam kompleks tersebut. Jalan masuk yang tidak jelas berakhir dimana juga membuat saya urung melanjutkan berkeliling kompleks. Cukup di depan saja.
Terletak di jalan Pahlawan, di sebelah Komando Resor Militer 161, perjalanan menuju ke lokasi kuburan cukup mudah dicapai. Angkot bernomor 12 sampai ke daerah ini. Walaupun ada angkot, namun saya sarankan untuk berjalan kaki saja sebab jaraknya tidak terlalu jauh dari pusat kota. Dari Kanal teluk Kupang atau dari jalan Proklamasi, berjalanlah terus sampai menemukan pertigaan dengan Tugu Empat Kemerdekaan di tengahnya. Dari tugu, ambillah Jalan Pahlawan yang menuju ke arah Barat (ada sebuah Gereja Baptis Indonesia Kupang di awal jalan pahlawan ini). Berjalan kakilah sejauh 500 meter maka anda telah sampai di kompleks pekuburan ini. Kompleks pekuburan lainnya berada di Jalan Timor Timur Raya. Pemakaman ini berjarak kurang lebih 700 meter dari Tugu Komodo di pertigaan Oeba (Jalan Sumba, Jalan Achmad Yani, dan jalan Timor Timur Raya). Sedikit berbeda dengan pekuburan umum, pekuburan yang berasa di Jalan Timor Timur Raya ini adalah Taman Makam Pahlawan. Sayangnya, pada saat hari kunjungan, Taman Makam Pahlawan Dharma Loka ini sedang tutup sehingga saya hanya dapat memandang dari luarnya saja.

Saturday, May 23, 2009

Pantai Taman Ria a.k.a Pantai Pasir Panjang Kupang

Pantai terakhir yang dapat disambangi selama berada di dalam kota adalah Pantai Taman Ria dan sering pula disebut Pantai Pasir Panjang. Pantai Taman Ria ini terletak sekitar 2 kilometer arah timur Pantai Teluk Kupang. Angkot nomor 10 atau 7 melewati daerah ini.
Pantai Taman Ria adalah konsep sebuah pantai yang digabung bersama dengan taman ria untuk pusat rekreasi sekeluarga. Di Pantai Taman Ria, selain dapat bermain-main dengan air laut dan pasir, anda dapat juga bermain di dalam kompleks taman ria yang memiliki arena bermain anak seperti perosotan, restoran keluarga dan pondokan untuk bersantai. Namun, ini cerita jaman dahulu. Saat ini, taman ria di Pantai Taman Ria dalam kondisi terbengkalai. Ketika anda melintasi Jalan Timor Timur Raya, selepas dan sederet Hotel Kristal dari arah barat, anda akan menjumpai sebuah bangunan tua bergaya rumah tradisional Timor yang sudah tampak lapuk, berjamur, dan ditutup dengan lembaran seng serta tertutup oleh rimbunnya tanaman. Ini adalah pintu masuk Pantai Taman Ria yang dahulu sempat menuai kejayaan. Sayangnya, menurut warga lokal, Pantai Taman Ria tidak memungut tiket masuk sehingga pengunjung yang datang tidak memberikan keuntungan apapun pada manajemen pengelola pantai ini. Pengunjung yang datang malah sering mengotori dan membuat rusak kondisi bagian dalam taman ria sehingga, sedikit banyak ini sangat merugikan pihak manajemen. Tidak bisa bertahan, manajemen Pantai Taman Ria akhirnya bangkrut beberapa tahun lalu. Sisa-sisa peninggalan kejayaan kompleks hiburan ini masih ada dan bertahan hingga saat ini. Anda tidak dapat melihatnya langsung dari depan jalan, namun beberapa sisa properti masih dapat terlihat dari sisi pantai. Saat ini, pemerintah Kota Kupang sedang berusaha untuk mengembalikan kembali kejayaan Pantai Taman Ria dengan melakukan renovasi pada bagian dalam kompleks hiburan tersebut. Akankah taman ria bisa kembali berjaya seperti dahulu dan menjadi primadona wisata bagi warga Kupang dan sekitarnya? Kita lihat saja nanti.
Lokasi masuk Pantai Taman Ria saat ini berada di sebuah lapangan, di sisi timur pintu gerbang yang lama. Lapangan sepak bola ini menjadi jalan masuk utama Pantai Taman Ria. Sebuah perahu besar berwarna biru beranjungan salib tampak diparkir di sisi timur lapangan sepak bola tersebut. Antara pantai dengan lapangan hanya dibatasi oleh pembatas dari semen yang bisa difungsikan sebagai tempat duduk.
Hampir sama dengan pantai-pantai sebelumnya, pasir di pantai ini berwarna kekuningan. Ombak yang bergulung di pantai pun tidak terlalu besar, hanya berukuran sedang, mirip dengan ombak di Teluk Kupang wilayah timur. Perbedaan yang paling mencolok disini dengan pantai sebelumnya adalah soal tingkat kebersihan. Apabila sampah paling mencolok di Teluk Kupang sebelah timur hanyalah bekas bungkus makanan, maka sampah di Pantai Taman Ria yang paling mencolok adalah bagian kabin sebuah kapal! Tidak hanya itu, sampah yang berada disini cukup mencengangkan untuk dipercaya seperti tas tangan, kaset video, pakaian, bekas cartridge printer dot matrix, sebuah monitor komputer, potongan seng, botol bekas, sandal, sisa rumput laut, bonggol jagung dan seekor babi guling! Ya, anda bisa bayangkan sendiri betapa kotornya pantai ini. Seorang warga lokal yang saya temui mengatakan bahwa, umumnya Pantai Taman Ria tidak sekotor ini. Namun, berhubung ada arus laut dari entah-dimana-dia-sebutkan, semua sampah-sampah ini terbawa hingga ke Pantai Taman Ria, termasuk sisa kabin Kapal NTT Jaya yang sempat kandas dan tenggelam beberapa waktu silam. Sisa kabin kapal yang berupa kerangka kayu tersebut dililiti oleh sisa-sisa rumput laut, potongan kain dan plastik serta beberapa paku yang tampak mencuat dari kayu kayu kerangka tersebut. Walaupun unik, kerangka kapal tersebut tampaknya berbahaya untuk dijadikan mainan. Selain paku-paku berkarat yang dapat menimbulkan tetanus, fondasi kapal tersebut tampak sudah tidak terlalu kuat karena abrasi air laut. Lokasi ini hanya bagus untuk dijadikan tempat berfoto tanpa anda harus masuk ke dalam kerangka yang sudah hancur tersebut. Sisa kerangka yang membusuk tersebut bersama-sama dengan berbagai puluh jenis sampah memenuhi hampir seluruh areal pantai yang terlihat mata. Alhasil, pantai ini jadi sedemikian kotornya karena dipenuhi oleh sampah-sampah kecil, sampah yang berukuran sangat besar dan gundukan semak-semak rerumputan yang tidak terurus. Selepas dari manajemen Pantai Taman Ria, pantai ini tampaknya tidak ada yang mengurusi sama sekali. Praktis, tempat beristirahat atau pondokan sama sekali tidak ditemukan di pantai ini. Pantai ini hanya memiliki fasilitas air laut, dan pasir pantai saja tanpa adanya fasilitas penunjang lainnya. Sejumlah restoran berada di luar wilayah pantai. Bagi mereka yang ingin makan siang, harus keluar terlebih dahulu ke jalan raya baru menemukan tempat makan. Pada siang itu, hanya ada tiga rombongan turis yang berkunjung ke pantai ini. Itupun tidak dalam jangka waktu lama karena selang sesaat, mereka sudah pergi dari pantai ini. Yang tampak pada siang itu adalah segerombolan anak sekolah, seorang ayah dengan anaknya, dan sebuah keluarga (ayah, ibu dan anak) yang mengaku dari So’E berwisata ke Pantai Pasir Panjang.
Tentu ada alasan mengapa Pantai Taman Ria ini juga dikenal sebagai Pantai Pasir Panjang. Dibanding pantai lainnya di Kupang, pantai ini memang memiliki garis pantai terpanjang, yakni sepanjang Jalan Timor Timur Raya. Ujung dari pantai ini tidak kelihatan dari sisi pintu masuk Pantai Taman Ria. Pantai ini panjang membentang meliputi pantai publik hingga bagian belakang rumah warga Kupang. Bahkan, sisi belakang Hotel Kristal langsung tersambung dengan Pantai Pasir Panjang ini. Namun, tampak terlihat jelas bahwa Hotel Kristal menutup akses belakang hotelnya menuju pantai dengan sejenis barikade.

Friday, May 22, 2009

Teluk Kupang Timur

Ketika anda berjalan dari Jalan Garuda, lambat laun anda akan menyadari bahwa deretan toko sudah berkurang dan mulai tergantikan dengan rumah biasa. Ketika anda sudah sampai di depan mess perwira Angkatan Laut, maka anda sudah sangat dekat dengan Teluk Kupang sebelah timur. Tidak lama sesudah itu, anda akan berjumpa dengan sebuah pondokan beratap rumbia dengan pintu dorong yang unik karena berbentuk lambang Yin dan Yang dalam kebudayaan Taoisme. Itulah L’ Avalon bar yang menjadi pembuka untuk wilayah Teluk Kupang sebelah timur.
Sangat berbeda dan kontras dengan sisi baratnya, Teluk Kupang sebelah timur adalah sebuah pantai sejati dengan kondisi yang layak untuk dijadikan tempat wisata. Teluk Kupang bagian ini memiliki garis pantai yang lebih panjang dibanding dengan sebelah baratnya. Tercatat sejumlah hotel yang mengelilingi teluk ini yakni mulai dari sebelah barat L’Avalon Backpacker, Hotel Susi, Hotel Maliana, Hotel Maya, dan Hotel Pantai Timor. Sejumlah bank dan atm pun berada di sisi pantai ini. Sebut saja Bank Danamon dan Bank BNI. Jalan di depan deretan hotel-hotel ini adalah Jalan Sumatera. Jalan ini tertata dengan rapih. Di sebelah selatan jalan ini terdapat deretan hotel dan bank. Sementara itu, di sisi utara pagar cetakan semen membatasi jalanan dengan pantai. Sayang, pagar-pagar tersebut sudah tidak terlalu utuh. Dari jalan ini, anda dapat melihat pantai dan Laut Timor secara terbuka, bebas tanpa halangan di arah utara. Di antara pagar-pagar cetakan tersebut terdapat sebuah celah dan tangga sehingga turis dapat masuk ke areal pantai yang berpantai landai dan berpasir kuning namun tidak terlalu bersih. Sekali lagi, apabila anda masuk ke areal pantai, maka anda akan menjumpai suatu pantai yang tampaknya sudah tidak terurus dalam waktu lama namun masih dapat dikatakan terjaga kebersihannya. Ketika masuk, di sebelah kanan anda ada bentuk suatu bangunan beratap rumbia yang tampaknya dahulu adalah sebuah kios makanan atau restoran namun sudah tutup dan kini dipenuhi oleh semak-semak dan tanaman merambat. Ada dua buah perahu yang tampaknya rusak dijejerkan tepat di depan bangunan tersebut. Sisanya, di depan perahu-perahu tersebut terdapat sejumlah gazebo dan pondokan yang sama sekali tidak utuh. Pada gazebo yang saya duduki, masih tersisa tiang peneduh dan tempat duduknya yang terbuat dari semen. Sayangnya, tiang peneduhnya hanya tersisa kerangkanya saja, sedangkan sisa atapnya hilang entah kemana. Hal sama juga menimpa beberapa gazebo di sekeliling saya. Walaupun demikian, kondisi ini masih dapat dikatakan cukup baik dibandingkan satu gazebo di antara karang yang hanya tersisa tiang tengahnya saja. Kerangka dan tempat duduknya sudah tidak terlihat lagi. Untungnya, di sekeliling gazebo tumbuh pohon-pohon besar yang berdaun lebat sehingga cukup membuat teduh dan membuat saya betah berlama-lama duduk di gazebo tanpa atap tersebut.
Suasana di sekeliling saya tidak terlalu ramai, hanya ada tiga kelompok turis selain saya yang berada di pantai tersebut. Ada sepasang bapak-bapak yang saling bergantian berfoto dari kamera handphone-nya, ada seorang gadis muda yang duduk termenung menatap laut di kejauhan dan ada sepasang anak SMP yang juga berfoto-foto dengan kamera handphone milik mereka. Secara umum situasi di sekeliling pantai adalah sedikit kotor, terutama dengan beberapa sisa bungkus makanan dan warna pasir yang tampaknya sedikit bercampur dengan pecahan karang. Di dekat gazebo, gundukan karang malah tampak bergumpal-gumpal dan bersatu dengan tiang gazebo. Di sepanjang pantai pun tampak sejumlah karang menggunduk Entah, apakah ini yang menyebabkan tidak ada yang bermandi-mandi di pantai atau karena waktu siang hari? Di kejauhan, tampak beberapa pulau kecil yang berada di lepas Pantai Laut Timor berwarna kebiruan. Berbeda dengan sisi barat, Teluk Kupang bagian ini memiliki ombak yang tidak terlalu besar. Mungkin apabila sore menjelang, pantai ini lebih banyak lagi dikunjungi.
Apabila anda sudah puas bermain-main di pantai, anda dapat mencoba Restoran Hotel Pantai Timor yang terletak di sebelah timur pantai. Restoran ini menghadap laut lepas dan terletak diatasnya sambil ditopang tiang-tiang penyangga sehingga anda bisa makan dan menikmati panorama laut. Restoran ini terlihat jelas dari pantai, hanya berjarak sepelemparan batu saja.
Jangan lupa agar anda tidak menggali atau mengambil batu, pasir ataupun kerikil di seputar pantai karena hal ini tercantum dalam perda Kota Kupang nomor 7 tahun 2000. Selalu jagalah kebersihan dan tidak meninggalkan sampah sisa anda di pantai adalah perbuatan yang teramat bijak. Pantai ini dapat dikunjungi dengan mudah apabila anda menginap di hotel-hotel yang berada di Jalan Sumatera ini. Apabila anda berjarak cukup jauh, anda bisa melalui rute Terminal Bemo – Jalan Garuda atau melalui Jalan Gunung Mutis dari Jalan Urip Sumoharjo. Apabila anda dari wilayah timur atau dari Jalan Timor Timur Raya, masuklah ke Jalan Sumba dan cukup ikuti jalan. Sampailah anda di Teluk Kupang sebelah timur. Rata-rata, ojek di Kupang sangat mengenal daerah ini. Mau naik angkot? Tenang, ada angkot yang melintas koq.

Wednesday, May 20, 2009

Belanja Di Pasar Tradisional Kampung Solor

Lokasi berikutnya yang dapat kita gunakan untuk menikmati aslinya Kota Kupang adalah Jalan Garuda atau yang bisa dikenal dengan nama Kampung Solor. Lokasi ini berada tepat di sebelah Teluk Kupang bagian barat. Sejatinya, wilayah Kampung Solor masih merupakan bagian dari Teluk Kupang bagian barat. Namun, deretan toko dan kios yang dibangun di sisi kanan dan kiri praktis menutup pandangan ke arah pantai sehingga anda tidak akan mengira bahwa tepat di sebelah belakang toko adalah laut.
Jalan Garuda ini merupakan wilayah kota lama yang dibangun pada awal Kota Kupang berdiri. Disini, anda bisa menyaksikan beberapa bangunan yang berusia cukup lama dan lapuk masih berdiri dengan tegak ataupun sudah hancur dan menjadi puing-puing tak terurus. Di bagian dalam Jalan garuda yang sedikit jauh dari pantai, anda akan menemukan bangunan-bangunan tua lebih banyak lagi. Sebenarnya, tidak ada atraksi menarik yang bisa dinikmati dari Jalan garuda ini selain deretan toko-tokonya yang menjual berbagai macam aneka rupa produk mulai dari pakaian, plastik, makanan, hingga perhiasan dan alat tulis. Namun, tempat ini bisa menjadi tempat menarik untuk berbelanja karena lokasinya yang cukup dekat dengan pusat kota. Mulai dari barang-barang yang umum anda temui, hingga yang agak unik dan jarang di pasaran bisa anda temukan disini. Beberapa minimarket milik perorangan tampak dibuka di sepanjang jalan ini. Toko-toko yang agak unik adalah yang menjual segala macam produk garmen seperti kancing, renda dan pita, kemudian toko jas hujan dan bangunan tua yang difungsikan sebagai gereja. Yang menarik, di sepanjang Jalan garuda ini anda bisa melihat beberapa pedagang emas dan ahli reparasi jam tangan membuka “kios” kecilnya di depan toko-toko yang sudah ada. Kios yang dimaksud disini adalah suatu bentuk seperti meja dan memiliki etalase kaca untuk menampilkan produk-produk yang mereka jual atau sekedar menunjukkan, jasa apa yang mereka lakoni.
Tidak sekedar menjual produk non-pangan, di pasar ini, ada sebuah gang kecil di dekat terminal yang penuh sesak oleh pedagang produk pangan, terutama kue dan makanan kecil. Kue-kue yang umum dijual seperti kue mangkok, gorengan, bolu dan roti banyak dijual disini. Kue yang menurut saya agak aneh dijual adalah martabak. Martabak di pasar ini dijual bertumpuk-tumpuk dan langsung dimasukkan dalam kantung plastik ketika ada konsumen membelinya. Dalam benak saya, penjual martabak adalah orang yang khusus menjual martabak sehingga butuh gerobak besar dan alat panggangan untuk memanggang adonan terigu hingga menjadi martabak. Nyatanya, aneka martabak aneka rasa ditumpuk-tumpuk di meja pajang (beberapa bahkan diletakkan di dalam etalase kaca seakan-akan kue tersebut adalah perhiasan).Para konsumen yang terutama ibu-ibu, cukup banyak yang memborong martabak, bersamaan dengan kue-kue lainnya. Sayang, saya tidak sempat mencicipi martabak yang dijajakan tersebut. Namun, melihat dari kondisi fisiknya, saya lebih memilih kue yang lain saja.
Produk yang saya yakin tidak akan anda jumpai di sembarangan tempat adalah pinang, sirih, kapur dan tembakau. Ibu atau Bapak penjual yang biasanya orang Timor ini menggelar sejenis terpal di atas trotoar. Pinang dan sirih dikelompokkan satu-satu dan disusun di atas terpal tersebut. Kapur dimasukkan ke dalam kantung plastik kecil. Sementara tembakau dijual dalam bentuk lempengan besar yang setengah kering dan ditumpuk-tumpuk di atas terpal. Hal ini tentu tidak terlepas dari kebiasaan warga Timor dan hampir sebagian besar warga Indonesia untuk mengunyah pinang dan sirih. Fenomena ini sudah cukup langka ditemukan di kota besar.
Adalagi jenis penjual lainnya, yakni anak-anak yang meletakkan buah-buahan kantong per kantong di depan trotoar. Buah-buahan tersebut umumnya apel dan salak. Saya sempat tertarik membeli apel yang berukuran kecil-kecil tersebut (kira-kira sebesar telur ayam) karena saya mendengar bahwa Apel So’E sangat terkenal. Sayangnya, apel tersebut adalah Apel Manalagi yang berasal dari Bali. Urunglah saya membeli apel tersebut. Di sisi lain, saya heran, bukankah lebih mudah untuk mengangkut apel dari So’E daripada membawanya dari Bali?

Tuesday, May 19, 2009

Panas-Panasan di Teluk Kupang bagian Barat

Seperti layaknya kota pinggir pantai, Kupang memiliki beberapa tempat wisata yang beraromakan laut. Lokasi wisata terdekat dengan pusat kota (area Kelimutu dan Urip Sumohardjo) adalah Teluk Kupang bagian barat. Pantai yang bertembok keras (maksudnya bukan pantai berpasir, tapi pantai berbeton gitu loch. Pasirnya sich ada sedikit sjah...) ini terletak tepat di depan Terminal Angkot Kota Kupang atau di Jalan Ikan Tongkol. Apabila anda berada di sekitar pusat kota, perjalanan menuju ke pantai ini hanya membutuhkan waktu sekitar 15 menit saja. Sambil menuju pantai, anda bisa menikmati bangunan-bangunan lama dan tua yang berada di seputaran jalan menuju pantai (Jalan Soekarno). Apabila anda tiba di Kantor Bupati Kupang, maka anda sudah pada jalur yang tepat. Berjalanlah sedikit lagi menuju pantai yang terlihat sangat jelas di depan mata.
Pantai ini sejatinya adalah sebuah muara dari kanal yang melintasi Kota Kupang. Pada saat kunjungan, saya melihat kanal tersebut kering sehingga wujud pantai ini benar-benar seperti pantai pada umumnya (maksudnya, pantai bukan hasil curahan sungai. tapi seperti pantai yang biasa kita lihat). Sisi pantai yang ditembok keras tidak memungkinkan anda untuk menikmati pasir pantai dengan leluasa. Pada sisi bawah undakan yang berbentuk seperti tangga, ombak sudah datang menghampiri. Kebetulan, Januari adalah musim angin yang agak kurang baik sehingga ombak di pantai sangat kencang sekali. Di sisi kiri, terdapat sebuah jalanan dermaga yang tampaknya digunakan oleh para nelayan untuk naik atau turun dari perahu yang mereka tumpangi. Lepas sedikit arah pantai dari jalan dermaga tersebut, tampak obor-obor yang dipasang menuju laut. Pantai ini memang lebih tepat digunakan sebagai lokasi untuk bersantai sambil duduk-duduk di undakan tangga, baik pagi maupun sore hari. Saya juga tidak menyaksikan adanya orang yang nekad berenang di pantai ini (selain panas banget, ombaknya dashyat!)
Daripada pantai wisata, pantai ini sebenarnya lebih cocok disebut sebagai pantai niaga karena banyak aktifitas perniagaan dilakukan di pantai ini. Pada sisi kiri, terdapat sejumlah perahu ditambatkan di atas pasir. Pada sisi daratan, terdapat sebuah pondokan besar seperti halte bus yang digunakan oleh para nelayan untuk duduk, beristirahat, mengobrol, ataupun mempersiapkan alat-alat mereka. Tampak pula sejumlah tukang ojek duduk-duduk di pondokan tersebut, mengobrol sambil menunggu calon penumpang datang. Di bagian bawah pondokan, terutama di areal berpasir, tampak sejumlah nelayan bertelanjang dada sedang memperbaiki perahu mereka. Di sisi sebelahnya, ada seorang bapak dan ibu yang sedang memilah-milah ikan dari ember dan kemudian langsung membersihkan ikan tersebut di tempat dengan menggunakan pisau. Entah, mungkin saja ikan-ikan tersebut dapat langsung dijual ke pembeli yang melintas atau dikirimkan ke pasar (pasar yang dimaksud ini akan lebih tepat disebut sebagai kumpulan pedagang yang berjualan di depan Terminal Bemo Kota Kupang). Demikianlah pantai yang lebih banyak memiliki kegiatan niaga dibanding kegiatan wisatanya ini. Saya sendiri hanya menjumpai satu orang yang duduk saja di undakan memandangi laut tak bertepi dan orang lainnya sedang berfoto-foto dengan handphone yang ia miliki.
Beberapa rumah makan yang ada di tempat tersebut antara Restoran Depot Laut, di sebelah Hotel Kupang Sea View, Restoran Pantai Timor (di depan Hotel Kupang Sea View), dan Bar Teddy’s (di dalam Hotel Pantai Timor). Daerah yang biasa dikenal sebagai Solor ini sebenarnya ditutup pada malam hari untuk para pedagang berjualan makanan hasil laut. Ini informasi yang saya dapat dari warga lokal. Sayangnya, karena keterbatasan waktu, saya tidak sempat mengunjungi Kampung Solor di malam hari. Mungkin jika anda sempat, coba dech sambangi pantai ini di malam hari. Kali-kali aja dapat harga miring untuk seafood yang enak! Pantai Teluk Kupang bagian barat ini nyatanya memang tidak terlalu besar. Sebelah kiri tertutup oleh Restoran Pantai Timor dan sebelah kanan tertutup oleh deretan ruko dan toko di Jalan Garuda. Praktis, tidak banyak yang dapat dilakukan disini selain duduk santai di undakan tangga sambil makan angin laut. Jangan lupa bawa topi dan payung apabila anda takut hitam. Mataharinya super ganas, apalagi pohon-pohon peneduh hampir nggak ada. Pantai ini tidak memiliki Gazebo atau pondok-pondok kecil untuk berteduh. Alhasil, tempat duduk yang nyaman hanyalah di undakan tangga pantai. Siap-siap aja berpanas-panas ria.