Thursday, October 28, 2010

Segudang Pilihan Kegiatan Karimunjawa

 Ahh...Karimunjawa... *hirup udara segar dalam-dalam*, akhirnya saya tiba juga di kepulauan ini! Jujur saja, wisata bahari sebenernya kurang menarik minat saya. Kalau ada pertanyaan : "gunung atau laut?", tanpa berpikir, saya pasti akan menjawab gunung! Entah kenapa, saya lebih suka suasana gunung yang lebih hijau, berwarna-warni dan dingin. Namun, berhubung teman saya mendesak saya untuk membawanya ke Karimunjawa, lalu Karimunjawa sedang naik daun, dan saya belum pernah menyelam, maka jadilah saya berwisata ke Karimunjawa. Dan, tahukah anda? Saya tidak menyesal sudah mengunjunginya. Karimunjawa memang layak untuk dikunjungi! Yuk, angkat tas anda, dan kita nyebur!

Karimunjawa, adalah kumpulan 27 buah pulau yang tersebar di utara Semarang dan Jepara. Pulau-pulau tersebut antara lain adalah Karimunjawa (yang terbesar), Kemujan (kedua terbesar), Nyamuk, Parang, Genting, Cemara Besar, Cemara Kecil, Menjangan Besar, Menjangan Kecil, Menyawakan, Geleyang, Bengkoang, Kembar, Burung, Krakal Besar, Krakal Kecil, Katang, Sintok, Mrican, Tengah, Pinggir, Cilik, Gundul, Seruni, Tambangan, Cendekian, dan Kumbang. Sebagian dari pulau-pulau tersebut ada yang berukuran besar, dan sebagian lainnya hanya merupakan pulau karang yang muncul di tengah laut saja. Penduduk Kepulauan Karimunjawa hanya menghuni 5 pulau pertama yang saya sebutkan saja. Tidak semua pulau disini bisa dimasuki. Pulau Burung dan Pulau Geleang, misalnya, merupakan Cagar Alam tempat kehidupan burung-burung perairan. Anda harus mengurus ijin terlebih dahulu untuk memasuki Cagar Alam Pulau Burung.
Wilayah kepulauan Karimunjawa memiliki lebih banyak wilayah perairan dibanding wilayah daratan. Inilah sebabnya mengapa wisata bahari sangat diunggulkan disini. Dengan dicanangkannya status Kepulauan Karimunjawa menjadi Taman Nasional Karimunjawa, maka diharapkan bahwa wilayah laut di sekitar perairan ini terjaga dan terlindungi dari tangan-tangan usil yang bermaksud mengganggu. Wisata utama di tempat ini sudah jelas adalah menyelam atau dalam versi yang lebih sederhana : snorkeling. Rute yang bisa diambil pun sudah cukup tertata. Nggak usah pusing, anda tinggal piliha dan memdifikasi sesuai keinginan anda. Secara umum, wisata bahari di Karimunjawa terbagi menjadi 3 rute : rute umum, rute timur dan rute barat. Rute umum adalah jalur wisata yang paling banyak didominasi oleh turis pada umumnya. Bagi para turis pemula, umumnya mereka mengambil rute ini (Ujung Gelam, Cemara Besar, Cemara Kecil, Menjangan Kecil, Dan Menjangan Besar). Bagi anda yang tidak tertarik dengan rute standard ini, anda bisa mencoba rute level dua atau yang dikenal dengan rute timur. Rute ini mengambil rute pulau-pulau di sebelah timur Karimunjawa yakni Pulau Genting, Pulau Seruni, dan deretan pulau-pulau kecil di sebelah timur Karimunjawa. Rute terakhir adalah rute yang paling menantang sekaligus yang paling asri karena kurang terjamah. Mengapa menantang? Rute barat berisi sekumpulan pulau yang berjarak cukup jauh dari Pulau Karimunjawa induk. Perjalanan kesana jelas membutuhkan usaha lebih dan niat yang kuat. Pulau-pulau tersebut adalah Pulau Parang, Pulau Nyamuk, Pulau Kembar, Pulau Krakal, Pulau Geleang dan Pulau Burung. Karena jauh dan kurang populernya pulau-pulau di sebelah timur (biasanya, hanya penyelam berpengalaman atau turis yang menghendaki sesuatu yang berbeda yang mencapai rute timur), maka pemandangan di rute timur juga yang paling asri, tanpa terlalu banyak terjamah tangan manusia. Imbas dari jauhnya rute timur, biaya perjalanan bisa membengkak hingga dua atau tiga kali lipat.

Nah, buat anda yang sudah bosen dengan lautan selama di Karimunjawa, anda bisa memilih untuk wisata daratan. Walaupun nggak populer, tapi Gunung Gendero dan bukit hijau yang membentang di tengah Karimunjawa hingga Kemujan menarik juga loch untuk dieksplorasi. Terlebih lagi, di tengah-tengah antara Karimunjawa dan Kemujan, terdapat hutan bakau yang sangat luas dan dilindungi. Pemandangan hutan bakau dan latar bukit hijau pastinya sangat menarik dan unik. Rute sepanjang 23 KM ini bisa dilalui dengan mudah kalau anda menyewa kendaraan bermotor. Maklum, tidak ada angkutan umum yang melayani rute Kampung Bugis (sisi utara Pulau Kemujan) hingga Kota Karimunjawa (sisi selatan Pulau Karimunjawa). Selain wisata darat dan wisata laut, ada pula wisata khusus seperti Pulau Burung yang menjadi Cagar Alam, Legon Lele yang menjadi lokasi perkemahan, pendakian Gunung Karimunjawa, wisata santai dan malas-malasan di Nirvana Beach Resort dan Kura-Kura Resort, serta pengamatan burung liar di kedua pulau utama Karimunjawa. Hmm...dengan waktu minimal yang disarankan selama 4 hari 3 malam, rasanya anda nggak akan kehabisan aktifitas selama berada disini, bukan?

Tuesday, October 26, 2010

Menginap Di Karimunjawa : Menyenangkan!

Pengalaman saya mencari penginapan di Karimunjawa, ternyata adalah pengalaman yang menyenangkan. Agak berbeda dengan daerah-daerah lain yang pernah saya kunjungi, Karimunjawa ternyata telah sangat siap menyatakan dirinya sebagai daerah pariwisata yang terkelola dengan baik, namun di sisi lain, mereka tidak meninggalkan ciri “backpacker” dan tetap rendah hati, tidak menjadi komersial karenanya. "Menakjubkan", kata saya. Karimunjawa menakjubkan dan menyenangkan.
Karimunjawa adalah gugusan kepulauan di utara Jepara sebanyak 27 buah. Dari semua pulau tersebut, yang dihuni oleh penduduk hanyalah Karimunjawa dan Kemujan saja. Menyawakan merupakan sebuah resort yang tidak dihuni oleh penduduk asli. Artinya, pilihan penginapan sangat terbatas. Penginapan hanya terbatas, terkonsentrasi di Kota Karimunjawa, Pulau Karimunjawa dan Pulau Menyawakan saja. Sudah jelas, penginapan di Kota Karimunjawa terbatas jumlahnya dan bukan merupakan resort mewah. Resort mewah hanya berada di Pulau Menyawakan, yakni Kura-kura Resort. Pilihlah pilihan terakhir kalau anda ingin liburan yang mewah dan nyaman di Karimunjawa. Namun, apabila anda adalah turis kebanyakan, maka lupakan Pulau Menyawakan sama sekali. Hehehe.
Karena kecilnya area kota dan terbatasnya tempat menginap, maka pada saat-saat tertentu, Karimunjawa sangat padat sekali. Anda harus berjuang keras melakukan reservasi jauh-jauh hari agar mendapatkan tempat tidur. Saya saja sempat bingung, mau reservasi kamar dulu, beli tiket kapal dulu, atau beli tiket menuju Jepara dulu? Karimunjawa, karena sedang naik daun akhir-akhir ini, maka lokasi ini biasanya menjadi sangat-sangat padat, terutama saat liburan panjang, dan akhir pekan, saat cuaca sedang sangat baik. Inilah yang menjadi permasalahan saya dan kejadian yang saya alami di Karimunjawa. Saya sempat stress lantaran tidak berhasil menemukan satu penginapan pun yang tersedia pada saat kunjungan saya. Karena terbatasnya jumlah penginapan di Karimunjawa, maka masing-masing diantara penginapan tersebut saling berkaitan satu sama lain. Apabila satu penginapan mengatakan bahwa Karimunjawa penuh, maka biasanya benar adanya. Apabila masih ada tempat kosong di penginapan lain, umumnya mereka tidak sungkan-sungkan untuk memberikan saran untuk pindah ke tempat lain yang masih tersedia. Saya menelepon Wisma Wisata, penginapan yang paling direkomendasikan di Karimunjawa. Sayangnya, Mas Amin (085290500389) mengatakan bahwa Karimunjawa sudah penuh dan setahu beliau, semua penginapan telah penuh terisi dan tidak ada tempat kosong. Memang, saat itu sedang libur panjang akhir pekan. Saya bersiap-siap untuk kecewa. Namun, Mas Amin segera mengganti rasa kecewa saya dengan rasa penuh harap. Mas Amin mengatakan bahwa ia akan berusaha mencarikan tempat tidur untuk saya, setidaknya agar saya bisa tidur di bawah atap. Saya tidak berharap walau jujur saya menaruh harapan pada mas Amin. Maka mulailah saya menelepon sejumlah penginapan di Karimunjawa, dan saya mendapat jawaban yang sama. Semua penginapan telah penuh dan full book. Waduh, harus bagaimanakah ini?
Ketika sedang bingung dan mulai menimbang-nimbang menggunakan tenda atau sleeping bag, tiba-tiba saya mendapat kabar menyenangkan dari Mas Amin. Ia menemukan homestay untuk kami! Yay!!! Hidup Mas Amin! Ia mengatakan, saya bisa tidur di homestay rumah penduduk untuk beberapa hari. Setelah Karimunjawa kembali sepi, saya bisa memutuskan kembali untuk ke Wisma Wisata atau melanjutkan di homestay. Memang, ia sendiri memberikan sedikit bocoran bahwa di homestay tidak bisa sebebas wisma atau hotel. Namanya juga rumah penduduk. Kita tinggal di rumah orang, gitu loch. Ya sudah lah, nggak ada pilihan banyak, saya harus bersyukur dengan opsi ini. Lagipula, sungguh suatu kemujuran untuk saya dan teman-teman bahwa saya masih bisa mendapat penginapan setelah usaha keras yang diperbuat oleh Mas Amin, guide Wisma Wisata di Karimunjawa. Boleh banget nich kalau anda-anda semua ke Karimunjawa, mencoba Wisma Wisata ini. Hehehe.

Sunday, October 17, 2010

Saya Kangen Daratan! (Tiba di karimunjawa)


Jam 14.30 sore itu. Saya melihat daratan di ujung sana! Cihuiiii!!! Karimunjawa, saya datang! Hmm...saya sudah ingin mengemas barang-barang saya dan bersiap mengenakan tas! Tapi... loch? Tapi koq? Tapi koq? Nggak nyampe-nyampe yach? Rasanya, kapal justru melambat dan nggak sampai-sampai. Padahal, Kota Karimunjawa sudah terlihat tidak jauh dari kapal. Saya bisa melihat rumah-rumah dan rerimbunan pepohonan yang melingkupi tempat tersebut. Memang, Karimunjawa masih asri, masih alami, sangat jelas terlihat dari sisi lautan sini. Di saat seperti ini, saya juga baru sadar, bahwa kapal laut ternyata lambat. Entah mesinnya atau jenis kapalnya yach. Menurut info, jarak antara Karimunjawa dan Kota Jepara (kalau ditarik garis lurus) hanya kurang lebih 80 KM. Apabila dengan kecepatan 40 km/jam, mobil dapat menempuh jarak tersebut dalam 2 jam saja dengan catatan, kalau jalanannya mulus dan lurus dan tanpa macet. Dengan KMP, waktu yang dibutuhkan adalah 6 jam. Hmm.....KMP Kartini harusnya nggak selambat ini yach.
Setengah jam kemudian, adalah waktu yang diperlukan oleh KMP Muria, untuk membuat Karimunjawa terlihat lebih besar di jendela kapal. Ya, kami hampir sampai. Laut yang setengah jam lalu masih berwarna biru tua, sekarang sudah berwarna biru, dengan beberapa bagian berwarna hijau yang berair bening dan menampakkan sisi bagian dalam laut. Wogh! Saya siap kalau harus membuka pakaian saya sekarang dan langsung menyelam dari kapal! Saya siap! Hmm...sayangnya, saya harus menahan diri terlebih dahulu. Nggak ada orang waras yang tampaknya mau melakukan perbuatan tersebut. Hehehe. Seusai kapal merapat, kapal masih harus ditambatkan dengan kencang terlebih dahulu ke dermaga. Mulailah kesibukan para petugas kapal untuk mengencangkan kapal ke sisi dermaga. Jadi, penumpang tidak boleh turun terlebih dahulu. Bersabar dulu deh.
Sekitar 10 menit, barulah tampak kesibukan terjadi di bagian dalam dek. Penumpang berduyun-duyun untuk turun. Para fotografer merapikan lensa dan kamera mereka, para penyelam merapihkan alat-alat diving dan snorkeling mereka, di bagian bawah, para pedagang sayur mulai menggotong-gotong karung sayurnya. Sepeda motor berduyun-duyun mulai menumpuk di pintu gerbang keluar, meraung-raung membunyikan mesin mereka untuk segera ngacir begitu pintu terbuka. Ramai dan tumpah ruahlah manusia di dermaga Karimunjawa. Penjemput tumpah ruah menyambut penumpang yang datang. Mobil-mobil penjemput menampung turis dan penduduk yang datang. Jangan bayangkan bus besar. Beberapa penjemput bahkan menggunakan pick up untuk menampung turis dan manusia yang tiba. Yah, inilah serunya Karimunjawa. Hehehe. Ramai dan riuh sekali. Saya, dijemput oleh Mas Amin, pemandu wisata yang mengelola Wisma Wisata di Karimunjawa. Sebelumnya, saya memang sudah melakukan reservasi akan kamar di Wisma Wisata ini. Sebagai bentuk jasa dan layanan mereka, Wisma Wisata bersedia menjemput kami di dermaga untuk diantar ke lokasi penginapan. Dermaga Karimunjawa tidak terlalu lebar. Dermaga harusnya akan sepi kalau tidak ada KMP Muria yang merapat. Di dekat dermaga, ada satu pendopo besar yang berisi kantor-kantor wisata, informasi wisata, pemandu penyelam, dan kantin. Rasanya, hampir semua informasi yang anda butuhkan bisa tersedia di tempat ini walaupun tidak terlalu lengkap juga sich (stand informasi wisata Karimunjawa pada saat kedatangan, kosong melompong, bahkan brosur pun habis). Ahh...daratan! Saya siap mencium daratan setelah 6 jam yang melelahkan di atas lautan. Selamat datang di Karimunjawa, teman-teman!

Thursday, October 14, 2010

Terjebak 6 Jam di KMP Muria


Ya, akhirnya saya memasuki KMP Muria. Ternyata, saya dan teman saya adalah penumpang terakhir yang memasuki KMP. Begitu kami masuk, para petugas segera berjuang untuk melepaskan tali yang melilit di pinggir dermaga. Begitu buritan dinaikkan dalam posisi tertutup, kapal pun siap berjalan. Fiuh. Untung saja, tadi kami sudah sempat berfoto-foto di depan KMP. Hehehehe. Yang agak mengganggu, di sekitar pintu masuk kapal banyak sekali pedagang makanan kecil yang agak memaksa dalam memasarkan produk-produk mereka. Beberapa diantaranya adalah es mambo dengan warna-warni neon yang mengkilat. Jujur saja, saya sich bukannya pengen, justru malah bergidik. Warna-warni tersebut mengindikasikan pewarna kuat pastinya. Namun, bapak tersebut memaksa saya untuk menghabiskan dagangannya. Saya dipepet terus. Setelah gagal, kemudian dia menggunakan cara memelas. Dia mengatakan butuh uang untuk anaknya sekolah dan istrinya yang sakit. Loch loch loch? Ya sudah deh, saya kasih beliau uang Rp. 5.000 dan beliau segera membungkuskan es-es tersebut kepada saya. Uppsss…saya segera menolak es tersebut, “untuk bapak jual lagi saja”, setelah itu saya segera kabur dari pandangannya. Zaaaapp!

Saya segera bertemu dengan deretan kendaraan, motor, mobil dan truk yang diparkir di bagian bawah kapal. Dek penumpang berada di atas, saya segera naik tangga yang agak curam untuk menuju ke atas. Sesampainya di atas, saya segera bertemu dengan dek kelas ekonomi. Ada meja cafetaria di sebelah kiri saya dan tepat di sisi kiri saya, adalah dek VIP. Wih, pintu masuk VIP dijaga oleh petugas. Barang siapa yang mau masuk, harus menunjukkan tiket kelas VIP-nya terlebih dahulu. Begitu masuk, wih, semburan AC terasa dingin menyentuh kulit. Ya, inilah kelebihan ruang VIP dibanding ekonomi. Pada ruang VIP, kursi yang disediakan adalah kursi recliner dengan meja untuk meletakkan barang-barang. Area kaki sangat lebar dan bisa digunakan untuk selonjoran tanpa kaki tertekuk. Di tengah-tengah ruangan di bagian depan ada televisi publik. Lumayan, hiburan berupa sinetron sepanjang perjalanan. Pada area ekonomi, kursi yang digunakan adalah kursi plastik. Dek ekonomi terbuka langsung terkena udara luar dan sengatan matahari dari pinggir. Dek ekonomi tengah masih jauh lebih baik dan manusiawi dibanding dek ekonomi atap. Banyak turis maupun penumpang lokal yang tidak mendapatkan kursi di dek tengah, harus rela duduk di bagian atas kapal yang tidak memiliki kursi, hanya area luas untuk lesehan saja. Saat keberangkatan jam 9, mungkin tidak terlalu terasa. Namun, kapal akan berlayar selama 6 jam. Artinya, kapal kurang lebih akan tiba di Karimunjawa pada pukul 3 sore. Artinya lagi, pada pukul 12, kapal akan berada di tengah lautan. Siap-siaplah menerima sengatan teriknya matahari yang aduhai. Ya, saya melihat di dek bagian atas ini justru lebih didominasi oleh para turis. Hmm…mau menghitamkan kulit cuma-cuma kah? Hihihihi. Untungnya, menjelang siang tengah bolong, pihak ASDP menyediakan terpal yang dapat dibuka untuk melindungi para penumpang dari sengatan matahari. Walaupun lumayan, tetep saja, bagian atap jadi sauna gratis di siang hari bolong itu. Buat anda yang lapar, anda bisa memesan berbagai menu (yang paling favorit sich tampaknya jelas: pop mie) di cafetaria KMP Muria. Tentu, dengan harga yang agak di luar kewajaran, misalnya Rp. 10.000 untuk segelas pop mie matang.
Saya pikir saya bisa tidur nyenyak dan bangun dalam keadaan segar di Karmunjawa sana. 6 jam sich lumayan banget untuk beristirahat, begitu pikir saya. Ternyata saya salah! Satu hingga dua jam pertama, saya masih bersemangat. Saya berjalan-jalan berkeliling kapal, melihat-lihat alam dan lingkungan sekitar (maklum, dua jam pertama, laut masih berwarna biru, masih banyak spot spot pulau menarik yang bisa disaksikan). Saya mengobrol dengan gembira dan merundingkan rencana perjalanan di Karimunjawa nanti. Semua hal tampak menarik bagi saya. Jam ke 3, saya mulai bosan. Koq nggak sampai-sampai yach? Perjalanan darat jauh lebih baik dech rasanya, ada yang bisa disaksikan. Entah itu berupa rumah-rumah, pemandangan alam, atau apapun itu. Perjalanan laut jelas bukan favorit saya. Yang bisa dilihat sejauh mata memandang hanyalah laut laut dan laut saja. Bosan! Jam ke 4, saya mulai pusing berat. Kepala rasanya diayun-ayun. AC menyembur dengan keras tepat di atas kepala saya. Woggghh…saya masuk angin! Sejauh mata memandang, hanya laut dan laut. Parahnya, laut yang saya lihat adalah laut yang berwarna biru donker, bahkan hitam! Sudah dalam sekali artinya laut di wilayah ini. Ombak besar menerjang kapal, mengombang-ambingkan kapal kesana kemari. Dan…saat semakin pusing, keluarlah jackpot! Saya memuntahkan isi sarapan saya tadi pagi. Antimo yang tadi pagi saya minum ternyata tidak berpengaruh. Badan saya nggak karu-karuan rasanya. Jam ke 5, saat kepala saya masih pusing, saya bahkan belum melihat daratan sama sekali. Laut masih biru donker, ombak masih ganas dan keras. Saya berjuang untuk makan, mengisi perut. Kondisi masuk angin tidak boleh dibiarkan. Saya berjuang untuk memasukkan makanan ke dalam mulut saya yang terasa masam karena bekas muntah tadi. Sensasi yang tidak menyenangkan. Kemudian, hampir sampai di ujung perjalanan pada jam ke 6, daratan mulai tampak di seberang. Air laut mulai membiru muda. Untuk jarak yang sedemikian dekat saja, rasanya kapal ini tidak sampai-sampai. Walau sudah dekat, namun ombaknya masih tergolong lumayan. Sekali lagi, saya jackpot untuk kedua kalinya di dalam KMP Muria. Kacau balau! Semenjak saat itu, saya deklarasikan, saya tidak suka perjalanan laut! Hahahaha. Tapi bagaimana pulangnya nanti yach? Hmmmm….

Wednesday, October 13, 2010

Berangkat Dengan KMP Muria


Saya siap berangkat! (iya dech Oom, daripada saya diomelin mulu kagak berlayar-layar, mendingan saya percepat…hehehe). Prosedur pertama, ya ambil tiket dulu donk. Tiket tersedia di kotak loket kecil di depan jalan menuju dermaga. Kotak loket tersebut bertuliskan “Loket KMP Muria”. Disana, ada seorang bapak dan seorang Ibu yang bertugas menjual tiket dan mengambilkan tiket hasil reservasi sebelumnya. Sayang, Bapak Budi Utomo tempat saya memesan tiket tidak berada disana. Saya bermaksud mengambil tiket reservasi saya dan petugas loket menyarankan untuk menghubungi Bapak Budi Utomo terlebih dahulu. Hmm…ternyata jalur reservasinya ada banyak yach, bukan hanya Pak Budi Utomo saja. Untungnya, prosesnya tidak sulit karena setelah saya menelepon Bapak Budi, beliau segera menginstruksikan kepada petugas loket untuk menyisihkan tiket saya. Voila. Saya mendapatkan dua buah tiket untuk saya dan teman saya. Sempet sich, saya bertanya kepada petugas, apa bedanya kelas ekonomi dan kelas VIP. Dari penjelasannya, saya mendapat gambaran bahwa kelas ekonomi duduk di bangku plastik, panas, berdesakkan, dan susah beristirahat. Tambahan, dengan 6 jam perjalanan tampaknya akan menjadi sebuah hal yang sama sekali tidak menyenangkan. Jadi, saya minta diupgrade ke kelas VIP dengan fasilitas ruangan ber AC, kursi recliner sehingga bisa digunakan untuk tidur. Jumlah kursi di ruang VIP terbatas, namun syukur, saya bisa mendapatkan dua kursi untuk saya dan teman saya. Dengan harga Rp. 60.500, saya lebih memilih bernyaman-nyaman ria di kelas VIP daripada berpanas-panas di kelas Ekonomi (Rp. 30.500).
Kapal akhirnya berangkat tepat pukul 9. Eh, nggak juga sich. Kapal akhirnya benar-benar menarik sauh pada pukul setengah 10. Pukul 9, kapal bersuara keras “BOOOOOOOOOOOOOOONG!” selang beberapa menit berkali-kali untuk menandakan agar semua penumpang segera masuk ke dalam kapal. Walaupun bukan masuk kategori kapal feri yang besar, namun kapal ini dimuati oleh truk, kendaraan, motor, karung barang-barang, dan tentu saja manusia. Pada saat di loket tadi, kebanyakan manusia yang saya lihat adalah golongan turis. Kelihatan donk tipikalnya, celana pendek, dengan ransel, kacamata hitam, baju-baju keren warna-warni. Pantai banget dech pokoknya. Semua muka yang saya lihat juga tidak menunjukkan wajah penduduk lokal. Nah, begitu sampai di kapal, saya baru melihat, ternyata penduduk lokal yang komuter antara Jepara dan karimunjawa ternyata sangat banyak, walaupun jumlahnya cukup sebanding dengan turis. Kapal ini ternyata juga digunakan sebagai sarana transportasi penduduk lokal untuk bolak-balik Jepara dan Karimunjawa dan sarana pengangkutan logistik. Berhubung kapal ini tidak berangkat setiap hari, maka inilah satu-satunya kapal yang dapat diandalkan oleh penduduk lokal dan turis. Hmm…saya sudah terlalu banyak ngoceh nggak karu-karuan, yuk kita masuk saja ke dalam kapal sebelum kepala saya dikemplang sama Oom Brad lantaran nggak nyebrang-nyebrang. Orangnya sudah capek nungguin. Hihihihi.

PS: Nambah dikit, hihihihi, dek VIP terletak di bagian depan kapal, dengan kursi terbatas. Untuk masuk ke dalam dek VIP, perlu menunjukkan nomor tiket yang kita punya. Sementara itu, dek ekonomi berada di bagian belakang, atap (siap berpanas-panas ria) dan bawah kapal (bersama dengan logistik dan kendaraan).

Monday, October 11, 2010

Ibu Sartimah, Pantai Kartini, Penyelamat (Perut) Kami

 Saya pikir, saya bisa makan pagi dengan mudah di Pantai Kartini. Yah, namanya juga pantai publik yang sudah tertata dengan rapih, masak tempat makan nggak ada sich? Iseng-iseng, saya bertanya kepada Mas Rochim, dimana bisa mendapatkan makan pagi sebelum kami melanjutkan penyebrangan ke Karimunjawa? Beliau menjawab, “Di depan pelabuhan penyebrangan banyak yang menjual makanan”. Ow...jadi banyak yach disana? Oke dech, sembari menunggu waktu, akhirnya saya berjalan kaki dari penginapan Kota Baru menuju penyebrangan.
Mas Rochim memang sempat berpesan. Walaupun kita sudah membooking tiket, sebaiknya bergegas menuju kapal agar tidak ditinggal. Katanya, selama tiket yang dipegang pihak ASDP sudah habis, maka kapal pun akan segera menarik sauh, berlayar. Wow! Baru kali ini saya denger yang seperti ini. Dimana-mana, moda transportasi kalau nggak on time ya terlambat. Nah, ini lebih cepat daripada jadwal. Makanya, saya jadi berjalan agak buru-buru menuju penyebrangan untuk mengambil tiket.
Sembari jalan, saya heran. Saya tidak menemukan satupun rumah makan yang berjualan di sekitar Pantai Kartini. Terlebih, katanya ada sejumlah rumah makan yang berada di dekat panggung utama. Kenyataannya, panggung utama kosong melompong tanpa ada kehadiran satupun rumah makan. Jadi, dimanakah rumah makan tersebut? Usut punya usut, ternyata waktu demikian masih terlalu pagi bagi rumah makan untuk membuka usahanya. Bisa dipastikan, tidak ada yang membuka rumah makannya pada saat seperti itu. Untungnya, dengan sedikit usaha dan niat mau repot, saya menemukan satu rumah makan yang sudah buka. Warung Makan Bu Sartimah namanya. Bu Sartimah membuka warungnya dekat dengan pintu masuk Pantai Kartini, kira-kira 300 meter jauhnya.
Sesuai dengan namanya, warung ini dikelola oleh seorang ibu yang bernama Sartimah. Warung sederhana ini cukup ramai dikunjungi pada pagi hari (karena nggak ada yang membuka sepagi itu kali yach?). Bu Sartimah adalah seorang yang bersahaja, ramai, ramah, dan enak diajak ngobrol. Sambil makan, beliau bercerita banyak hal, mulai dari pengembangan pariwisata di Karimunjawa dan Jepara, hingga anak-anaknya yang sudah besar dan mengelola usaha sendiri. Hehehe. Lumayan, sambil makan pagi, ada obrolan seru dan akrab dengan si Ibu. Menu standard khas rumah makan tempat wisata pun menjadi pilihan saya : nasi goreng, nasi rames, nasi soto, mie goreng, gado-gado dan lontong pecel. Sementara itu, pilihan minumannya bervariasi, mulai dari es teh, es sirup, es jetuk, es kelapa, kopi dan teh. Harganya sangat terjangkau, mulai dari Rp. 2.000 hingga Rp. 5.000. Murah banget yach? Karena wilayah Jawa Tengah bagian pesisir timur laut terkenal akan soto-nya, maka saya memesan nasi soto. Kata si ibu, ini bukan Soto Kudus, tapi Soto Jepara. Jujur saja, saya sich nggak bisa membedakan antara kedua soto yang berasal dari kota bertetangga tersebut. Hajar saja! Rasa sotonya juga menurut saya biasa saja, nggak enak-enak banged, tapi nggak masuk dalam kategori nggak enak. Enak lah. Hmm...dasar perut orang Indonesia, kayaknya kalau di warung pinggir jalan nggak makan mie instan rasanya gimana gitu. Jadi, saya memesan mie goreng dobel plus ceplokan telur di atasnya. Hehehehe. Jangan tanya bagaimana saya bisa menghabiskannya yach, yang jelas kesemuanya itu meluncur bebas masuk ke lambung saya. Sembari menunggu makanan anda dibuat oleh si ibu (segar semua loh, karena begitu pesan, baru si ibu membuatkan), goreng-gorengan yang ada di meja si ibu cukup menggoda. Akhirnya, saya mencobai beberapa potong gorengan tersebut. *burp* Belakangan, saya melihat ada kasur yang diletakkan di belakang warung tersebut. Ow...ternyata si ibu tinggal di bagian belakang warung toh? Pantesan beliau bisa buka warung cukup pagi.
Berhubung perjalanan berikutnya memakan waktu selama 6 jam, sangat tidak disarankan untuk membeli makanan di atas kapal kecuali kepepet. Biasa, makanan yang sudah naik ke atas kapal biasanya mahal. Namanya juga kepepet, mau nggak mau, butuh nggak butuh, kalau mau makan ya terpaksa beli donk? Nah, sebaiknya kita membungkus makanan dulu deh sebelum berlayar selama 6 jam. Bu Sartimah bisa menyediakan makanan bungkus dalam kertas coklat, sayurnya pun bisa dipisah. Siap banget dech kita meluncur ke utara!

Saturday, October 09, 2010

Alternatif Karimunjawa : Pulau Panjang

Pulau Panjang, pulau yang terletak tepat di seberang Pantai Kartini, diklaim oleh beberapa warga setempat memiliki keindahan yang sama dengan Karimunjawa. Ya jelas, dibandingkan dengan Karimunjawa, Pulau Panjang memiliki kelebihan yakni jarak yang cukup dekat. Ya, Pulau Panjang masih terlihat cukup jelas, bahkan mercu suar di pulau itu masih tampak terlihat jelas dari Pantai Kartini ini. Kegiatan yang bisa dilakukan di Pulau Panjang adalah wisata pulau, pantai dan tentu saja snorkeling dan diving serta water sport. Kualitas air di Pantai Kartini saja sudah cukup baik. Air masih terlihat jernih dan sejumlah ikan tampak berenang-renang walaupun sayang, dasarnya berlumpur. Harusnya, kondisi perairan di Pulau Panjang akan lebih baik lagi lantaran terletak jauh di lepas pantai. Pada saat saya menempuh perjalanan dari Pantai Kartini – Karimunjawa, saya bisa melihat bahwa pulau tersebut masih cukup asli, belum tereksploitasi terlalu parah, dan masih memiliki pasir yang berwarna putih. Kayaknya masih oke banget nich. Pada saat saya bermain-main di depan area patung kura-kura, seorang warga setempat (saya bisa mengatakan bahwa beliau adalah warga setempat lantaran sedang mengasuh anaknya) menawarkan saya jasa penyebrangan ke Pulau Panjang. Perjalanannya tidak lama, sekitar 30 – 60 menit lamanya. Harganya pun tidak terlalu mahal, Rp. 150.000 untuk paket perjalanan pulang pergi dan bermain-main di pulau tersebut. Paket tersebut hanya mencakup penyebrangan pulang dan pergi saja. Apabila ingin melakukan aneka kegiatan lain, anda harus menambah biaya tersebut. Saya tolak tawaran bapak tersebut dengan halus sebab sedianya pada pukul 8, saya akan berangkat ke Karimunjawa. Buat anda yang sudah puas di Karimunjawa, atau tidak berniat ke Karimunjawa, Pulau Panjang cukup menarik juga untuk disambangi. Bermain-main di Pulau Panjang cukup memakan waktu satu hari saja koq, nggak seperti wisata ke Karimunjawa yang disarankan beberapa hari. Apalagi kapalnya dicarter, jadi kita bisa bermain sesuka hati dan menentukan waktu pulang dengan bebas (usahakan tidak pulang sore hari lantaran ombak biasanya meninggi saat sore hari). Oh ya, penyebrangan menuju Pulau Panjang tidak sama dengan pelabuhan penyebrangan menuju Karimunjawa. Walau tidak terletak terlalu jauh dari penyebrangan Karimunjawa, penyebrangan Pulau Panjang merupakan pelabuhan perintis yang hanya bisa dimuati oleh kapal-kapal kecil saja. Tertarik?

Friday, October 08, 2010

Rehat Sejenak Di Pantai Kartini, Jepara

 Pantai Kartini adalah pantai paling terkenal di Kabupaten Jepara. Nama Kartini diambil dari nama pahlawan nasional Indonesia yang terkenal karena memajukan dan meninggikan harkat dan derajat kaum perempuan untuk bisa setara dengan kaum laki-laki. Ibu Kita Kartini, sungguh mengharumkan nama bangsa ini dan juga membuat bangga warga Jepara pada umumnya. Nggak heran, namanya diabadikan dalam berbagai nama di Jepara ini. Salah satu bentuk penggunaan namanya adalah di Pantai Kartini. Selain sebagai tempat wisata, pantai ini juga digunakan oleh para pelancong (mungkin anda salah satunya) untuk berangkat menyebrang menuju Kepulauan Karimunjawa. Kalau misalnya, anda nggak berangkat ke Karimunjawa, apa sich yang spesial di pantai ini sampai anda harus rela menghabiskan waktu bersamanya? Yuk, kita lihat-lihat, ada apa saja sich fasilitas yang tersedia di pantai ini.
Maaf sebelumnya. Sebelum mengunjungi Pantai Kartini ini, saya memiliki bayangan tersendiri akan pantai ini. Saya membayangkan sebuah pantai berpasir yang masih belum tertata dengan baik. Pokoknya masih tradisional dech. Pengelolaan masih diserahkan kepada masyarakat setempat, seperti pantai-pantai di banyak tempat yang saya saksikan. Namun, secara mengejutkan, Pantai Kartini ternyata bagus dan tertata dengan sangat rapih! Pantai ini, hampir setara seperti pantai yang dikelola oleh profesional. Aneka papan petunjuk arah dan informasi terpampang jelas di beberapa penjuru taman dalam bentuk yang manis. Lupakan papan-papan buatan tangan dan dicoret dengan cat seadanya, sebab hal terebut tidak ada sama sekali. Anda mau kemana saja di pantai ini bisa dengan mudahnya mengikuti arah petunjuk yang terdapat di papan-papan yang tersebar. Kalau anda nggak mau capek, ada kereta wisata yang berjalan mengelilingi pantai ini. Sayang sich, sebenarnya berjalan kaki cukup menyenangkan. Namun, untuk yang nggak tahan capek, pengelola menyediakan kereta wisata yang berkeliling pantai.
Beberapa fasilitas yang cukup ramai dikunjungi adalah pantai (tentu saja!) yang dibeton. Ada sebagian kecil pantai yang memiliki pasir namun jumlahnya tidak signifikan dan jarang sekali pengunjung yang bertandang kesana. Pengunjung justru lebih banyak memadati area pantai yang sudah dibeton rapih, lengkap dengan gazebo dan jalur yang ditata dengan oke. Tua, muda, dengan teman-teman maupun dengan keluarga, banyak menempati sudut-sudut pantai ini. Beberapa anak-anak balita berkejar-kejaran dengan orang tuanya di pantai ini. Saya sendiri menghabiskan waktu saya di tempat ini, walaupun tidak ada sesuatu hal yang cukup spektakular disini (pandangan ke arah jauh hanya berupa laut, laut, dan laut saja). Lautnya tidak terlalu biru, walau masih masuk dalam kategori bening. Beberapa ikan kecil-kecil bergerombol berenang di tepian dermaga buatan Pantai Kartini. Hanya ada satu buah pulau yang terdapat di ujung pandang kita ke arah laut lepas, Pulau Panjang. Di sudut kiri Pantai Kartini terdapat pelabuhan penyebrangan menuju Karimunjawa.
Beberapa aktifitas lain yang menegaskan lengkapnya kegiatan disini adalah outbond. Beberapa arena outbond seperti tali penyebrangan dari tali tambang hingga flying fox tersedia diantara pepohonan yang terletak persis di depan patung kura-kura. Entah terlalu pagi atau bagaimana, saya nggak melihat ada aktifitas berarti dari kegiatan outbond ini. Tepat di dekat fasilitas outbond, ada papan catur raksasa yang unik, menurut saya. Rasanya, nggak banyak fasilitas wisata yang memiliki ornamen unik seperti ini. Jepara, seperti yang telah diketahui sebelumnya, adalah kota yang terkenal dengan hasil ukir-ukirannya. Nah, bidak-bidak catur yang ada di tempat ini merupakan hasil karya para pengrajin Jepara. Kualitas buatannya memang memikat, mulus dan halus. Ekspresi kuda pada biji catur tersebut pun mirip dengan kuda aslinya. Saya harus mengakui, tangan-tangan perajin ukir-ukiran Jepara memang luar biasa. Saya kagum! Sayangnya, ornament ini pun tidak luput dari kegiatan vandalisme, hingga kriminal. Beberapa buah bidak catur tersebut ada yang gompal, rusak, lepas, hingga hilang bagian kepalanya. Yang parah, beberapa bidaknya ada yang dicuri oleh pengunjung. Wow. Sudah masuk kategori kriminal yach sebenarnya? Tega-teganya mereka yang iseng berbuat ini dan merugikan para pengunjung lainnya. Beberapa bidak yang hilang pun sudah diganti dengan yang baru. Perbedaan antara bidak baru pengganti dengan bidak lama jelas sangat terlihat. Oh yah, bidak-bidak ini memang sengaja dibuat berat agar tidak mudah tertiup angin, ataupun tercuri. Walau demikian, ternyata pencurian tetap terjadi. Ck ck ck. Dasar manusia-manusia iseng. Selain faktor manusia, factor cuaca pun turut menentukan kualitas bidak-bidak catur ini. Diletakkan di udara terbuka, terkena siraman cahaya matahari maupun hujan membuat bidak-bidak ini terlihat kusam. Walaupun cukup terawat (tidak ada debu berarti di bidak-bidak ini), namun beberapa permukaan bidak terlihat kusam dan mengelupas.
Pantai Kartini dibuka dari pagi hingga sore hari. Pada malam hari, pantai ini secara tidak resmi ditutup dan hanya dipergunakan oleh pengunjung Penginapan Kota Baru saja. Namanya saja objek wisata alam. Nggak siang nggak malam, lokasi ini ramai dijadikan tempat berpacaran. Pemerintah Daerah Kabupaten Jepara dan pengelola Pantai Kartini mempatrolikan satuan petugas keamanannya untuk berjaga-jaga dan berkeliling selama 24 jam agar tidak terjadi tindakan asusila di tempat ini. Pacaran siang hari saja sudah diawasi, apalagi malam hari! Untunglah, berkat aturan tersebut, Pantai Kartini jadi tempat yang tidak terlalu dipenuhi oleh pasangan kekasih yang sedang kasmaran. Apalagi jika diketahui ada pasangan kekasih yang sedang mojok, pasti ditegur secara halus oleh satuan petugas keamanan yang berpatroli. Apabila pasangan kekasih tersebut diketahui mojok pada malam hari, pasti, tindakan tegas akan mengganjar mereka. Saya suka dengan aturan ini. Sudah sepantasnya bahwa pantai maupun tempat rekreasi umum tidak dijadikan tempat mojok dan berpacaran. Jujur saja, keasyikan pasangan yang mojok ini mengganggu saya. Di beberapa tempat wisata lain, saya tidak bebas leluasa menyambangi seluruh areal lokasi wisata lantaran ada pasangan mojok yang sedang asyik. Ketika tampak terganggu, mereka tampak agak marah dan ngotot. Waduh. Untung saja saya mengalami ini tidak terlalu sering. Kebanyakan, mereka pergi menyingkir dan mencari tempat yang ‘lebih’ sepi lagi. Untung sekali berkat adanya patrol rutin petugas keamanan setempat, Pantai Kartini tetap menjadi tempat yang asyik dan ‘ramah’ bagi keluarga, bukan sekedar ‘ramah’ hanya pada pasangan kekasih yang kasmaran saja.

Thursday, October 07, 2010

Penyu a.k.a Kura-Kura Pantai Kartini Jepara Yang Ikonik!


Walaupun bentuknya penyu, namun hewan ini tetap saja disebut sebagai kura-kura. Tulisan kura-kura tersebar di berbagai penjuru papan arah yang ada di Pantai Kartini ini. Ya, patung kura-kura ini memang menjadi semacam icon bagi Pantai Kartini dan Kota Jepara. Kalau anda menyebrang dari Karimunjawa ke Jepara, dengan melihat patung kura-kura ini, artinya anda sudah hampir tiba di Jepara. Patung kura-kura ini sangat mengagumkan, besar dan dibuat dengan serius. Saya tidak menemukan kecacatan berarti ketika mengamati patung kura-kura ini. patung ini sungguh hidup dan tidak seperti kura-kura mainan. Saya sangat kagum sekali akan kekreatifan tangan-tangan pembuatnya yang bisa menghasilkan karya seindah ini. Bahkan hingga gurat-gurat di bagian leher kura-kura pun, mereka membuatnya dengan sangat detail. Luar biasa!


Posisi kura-kura ini sebenarnya memang agak aneh karena menghadap ke arah daratan, bukan lautan. Jadi, kura-kura ini diceritakan sedang bergerak menuju ke daratan dari lautan, bukan sebaliknya. Hm...bukankah kura-kura (a.k.a penyu di foto ini) adalah makhluk lautan? Ya sudahlah yah, nggak penting juga sich. Hehehe. Di bagian bawah kura-kura, terdapat ruangan cukup besar yang diberi pintu kaca namun sayangnya kosong. Menurut Mas Rochim, di ruangan tersebut dulunya terdapat aneka permainan anak-anak yang bisa digunakan oleh para pengunjung. Entah kurang berashil atau bagaimana, yang jelas perlahan usaha tersebut bangkrut dan tidak dilanjutkan lagi. Semua permainan tersebut dilepas dan dikeluarkan dari area di bawah kura-kura tersebut. Kura-kura ini, selain sebagai ikon Pantai Kartini dan Kota Jepara, juga pernah menghebohkan penduduk di kawasan ini, Jawa Tengah, atau bahkan Indonesia. Konon, saat itu, seorang peramal kawakan (saat ini sudah menjadi almarhumah) yang ahli meramal masa depan artis dan membaca peruntungan di tahun yang akan datang meramalkan bahwa Kura-Kura ini akan menangis. Artinya, akan ada badai dan kemudian gelombang pasang tidal (tsunami) yang terjadi di wilayah ini. Wilayah ini akan tersapu dan hancur. Memang betul tidak lama kemudian, hujan pun turun dengan lebatnya. Belum pernah terjadi hujan seperti itu. Hujan bak dicurahkan dari langit dan laut pun pasang tinggi sekali. Air sudah mulai menggenang dan melebihi tinggi dari dinding pantai yang ada. Warga setempat, yang tidak menginginkan hal tersebut terjadi kemudian mengadakan doa bersama di ruangan bawah kura-kura ini. Mereka mengadakan dia untuk meminta keselamatan dan perlindungan. Nyatanya, doa mereka terkabulkan. Pasang tinggi yang terjadi tersebut kembali reda dan huajn pun berhenti. Anehnya, setelah hujan berhenti dan pasang kembali surut, posisi kepala kura-kura tersebut bergeser. Kepala kura-kura tersebut meliuk ke arah kiri. Padahal, dahulunya kepala tersebut menghadap lurus ke depan. Koq bisa yach?
Yach, terlepas dari benar atau tidaknya cerita kura-kura ini (mungkin ada pengunjung yang sempat menyambangi Pantai Kartini sekian tahun lalu dan bisa memastikan bahwa kepala kura-kura ini tidak bengkok?), kura-kura ini tetap layak untuk dikunjungi. Sebagai ikon, anda bahkan wajib berfoto bersama dengan kura-kura ini. Buat saya, biarkanlah cerita tersebut apa adanya. Kalau memang nyata, ya artinya memang semua itu terjadi karena kebesaran tangan Tuhan. Namun kalau memang isapan jempol sekalipun, biarlah semua ini menjadi legeda rakyat yang menarik di kalangan masyarakat Kartini dan Jepara. Karena keindahan dan orisinalitas bentuknya, saya sangat mewajibkan anda mengunjungi dan melihat patung kura-kura ini. Sekalian, anda bisa memastikan bahwa sejatinya hewan ini adalah penyu, bukan kura-kura. Lihat kakinya! Hehehe.