Thursday, November 11, 2010

Kepulauan, Kecamatan, Pulau, Dan Kota Karimunjawa

Karimunjawa adalah nama gugusan kepulauan yang terdiri atas 27 buah pulau dan terletak di utara Jepara dan Semarang. Karimunjawa juga merupakan satu buah pulau utama diantara 27 buah gugusan kepulauan Karimunjawa. Pulau Karimunjawa merupakan pulau terbesar diantara pulau-pulau lainnya. Nah, Kota Karimunjawa adalah kota utama yang terletak di bagian selatan Pulau Karimunjawa. Bingung nggak? Jadinya, ada Kota Karimunjawa di Pulau Karimunjawa di Kepulauan Karimunjawa (setara dengan Kecamatan Karimunjawa) *untung aja nggak ada Kabupaten, Propinsi dan Negara dengan nama yang sama...hahaha*. Oke, kalau anda sudah mengerti bedanya, mari kita berjalan mengelilingi Kota Karimunjawa.

Saya sampai di Karimunjawa saat sudah sore. Tidak banyak hal bisa dilakukan di tempat ini kala sore sudah menjelang (tapi mataharinya masih menyengat!). Nggak mungkin banget melakukan diving karena waktunya sidah mepet (sore hari, biasanya saat arus laut yang keras datang). Pantai di sekitar Kota Karimunjawa adalah pantai dengan turap beton, hampir seluruh bagian pantai di sekitar kota diturap untuk dijadikan area pelabuhan baik besar dan kecil. Alhasil, walaupun airnya bersih dan jernih, saya nggak bisa begitu saja melepas pakaian dan langsung terjun ke dalamnya. Masak saya nekad berenang diantara perahu-perahu yang hilir mudik sich? Nggak enak juga diliatin orang-orang. Pasti mereka akan bergumam, “dasar orang kota kampungan, belum pernah ngelihat air jernih yach...” Hahahaha. Jadi, saya sebaiknya menahan nafsu bejad saya untuk memerawani air bersih tersebut. Nah, pantai yang bersih dan berpasir putih dan lembut terletak agak jauh dari kota atau berada di resort yang butuh tiket masuk. Daripada keburu-buru, mendingan kita berjalan kaki berkeliling Kota Karimunjawa saja. Toh, kota kecil ini bisa dengan mudah dikelilingi habis dalam waktu satu jam koq. Struktur kotanya sendiri tidak terlalu rumit, kebanyakan hanya kotak-kotak saja. Jangankan satu hari, satu jam disini saja anda sudah bisa memetakan dengan baik kota ini dalam benak anda. Hanya saja, selepas malam menjelang, usahakan agar jangan berkelana ke bagian sudut-sudut jalan yang gelap dan masih penuh dengan pepohonan. Maklum, sejatinya pulau ini masih dikelilingi oleh hutan belantara. Sudut-sudut pulau ini masih banyak dihuni oleh ular. Ular-ular di Karimunjawa banyak yang beracun juga. Sebaiknya melangkah di tempat yang terang saja kalau nggak mau bertemu reptilia yang satu ini. Tambahan pula, selepas gelap turun, rata-rata penduduk terkonsentrasi di alun-alun kota saja. Penduduk yang tidak berada di alun-alun akan berdiam di rumahnya saja. Jadi, anda akan kesulitan untuk menemukan penduduk berdiam di tepi jalan atau berkerumun untuk mengobrol di sudut jalan. Kebanyakan, mereka terkonsentrasi di alun-alun yang lebar dan terang.
Yang menarik di seputaran kota adalah kegiatan manusia di pelabuhan yang tersebar di banyak sudut. Pelabuhan utama terletak di sebelah timur dan cenderung lebih sepi apabila tidak ada kapal yang baru berlayar atau baru tiba. Pelabuhan utama ini berisi kapal-kapal besar yang berlayar menuju Semarang atau Jepara. Sementara itu, pelabuhan wisata terletak di sebelah barat kota. Pelabuhan wisata didominasi oleh kapal-kapal motor kecil untuk keperluan melaut atau wisata. Pelabuhan ini jauh lebih ramai dibanding pelabuhan utama karena banyak sekali kegiatan wisatawan yang dilakukan di tempat ini. Hingga malam tiba pun, anda bisa melihat sejumlah orang berada di sudut-sudut areal pelabuhan yang apabiula senjua hari memang sangat cantik. Perpaduan birunya laut dan bukit hijau di kejauhan membuat pemandangan menarik. Hanya, sayang saja tidak ada nyiur melambai dan pasir putih sebagai bonus. Hehehe.

Sambil berjalan-jalan di seputaran kota, sekalian hapalkanlah dimana anda bisa membeli makanan kecil, obat-obatan, aneka keperluan (dari sunblock hingga daster ada loch disini). Penginapan di kota ini juga tersebar dalam susunan yang tidak terlalu membingungkan. Gampang banget deh menelusuri jalan-jalan di Kota Karimunjawa. Oh yah, sebagai Taman Nasional, maka jangan heran kalau anda akan banyak menjumpai papan himbauan, perintah, informasi dan larangan seputar kegiatan konservasi di Karimunjawa. Untuk kegiatan menyelam saja (kayaknya, kegiatan menyelam sudah sangat jamak sekali di kepulauan ini), himbauannya cukup banyak yang memang bertujuan agar meminimalkan dampak olahraga air tersebut terhadap kehidupan biota laut terutama karang dan spons lunak yang rapuh. Anda juga diwajibkan sehat luar biasa agar terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan. Maklum, menyelam kan olahraga keras. Di bawah sana, tekanan air bisa meningkat beberapa kali lipat dari udara di atas bumi. Anda nggak mau kan terjadi sesuatu yang fatal terhadap diri anda ketika sedang asik-asik menyelam? Kalau ngga sehat sebaiknya patuh saja dech.

Monday, November 08, 2010

Homestay Setia Jaya, Alternatif Di Karimunjawa

Kalau anda mengikuti postingan saya sebelumnya, anda pasti tahu kalau saya akan ditempatkan di homestay, bukan di penginapan, pada hari pertama. Alasannya ya karena Karimunjawa sedang penuh-penuhnya. Nah, saya menjumpai Mas Amin di pintu gerbang kedatangan penumpang di Pelabuhan Karimunjawa. Oh yah, Mas Amin ini bener-bener sangat saya rekomendasikan dech untuk menjadi satu sumber pelaksana kegiatan anda selama di Karimunjawa. Semua urusan beres banget dech pokoknya sama beliau. Begini, pada saat saya hampir tiba di pelabuhan (sinyal sudah terdeteksi satu jam sebelum kapal merapat) saja tiba-tiba handphone saya berbunyi. Isinya, sms dari Mas Amin yang mengatakan bahwa beliau sudah tiba di pelabuhan, bersiap menjemput saya dan ia mengenakan baju merah. Sip banget kan? Sesampainya di pelabuhan, saya menjumpai Mas Amin dengan senyum lebarnya. Beliau langsung menjemput saya dengan menggunakan....motornya! Loch, kami kan berdua, mas? Mau mengulang persitiwa Jepara lagi? Ternyata nggak. Saya dijemput terlebih dahulu baru teman saya dijemput belakangan. Oke banget dech servisnya.
Saya pikir, Karimunjawa itu luas sehingga perlu menggunakan motor. Ternyata, dibilang luas pun nggak juga. Kota Karimunjawa sendiri bisa habis dikelilingi dalam waktu satu jam saja. Dari pelabuhan, saya menuju ke Penginapan Setia Jaya yang terletak ‘agak’ pedalaman dibanding penginapan-penginapan lainnya. Walaupun ‘agak’ pedalaman, namun akses ke Penginapan Setia Jaya masih sangat mudah dan cepat. Kalau berjalan kaki, paling-paling hanya membutuhkan waktu 10 menit saja dech. Kalau naik motor palingan sekian menit saja. Hehehe. Nah, kalau Karimunjawa sedang tidak penuh, Penginapan Setia Jaya yang terletak di jalan yang menuju Legon Lele ini tampaknya tidak difungsikan sebagai penginapan namun rumah biasa. Saya melihat sebuah lemari dan meja belajar yang mana isinya dijejalkan begitu saya *tumpukan buku-buku dan beberapa pakaian tampak dijejalkan dengan paksa demni membuka kamar sebagai penginapan* di dalam kamar yang saya tempati. Jadi, bener donk mengapa penginapan ini sempat disebut homestay oleh Mas Amin? Nah, untuk pengelolaannya, temannya Mas Amin yang bernama Mas Tono adalah yang bertugas di Setia Jaya ini. Sekali lagi, kesan Setia Jaya kurang difungsikan sebagai penginapan sangat kental tercermin di sekeliling. Mulai dari kondisi plang nama penginapan yang sudah hampir hilang tulisannya, Mas Tono yang tampaknya agak santai, hingga lampu kamar mandi yang mati. Untung saja, lampu kamar utama tidak mati. Fiuhhhhhh.
Kamar ini, seperti saya utarakan sebelumnya, memiliki sebuah meja dan lemari belajar yang tampaknya milik dari anak keluarga ini. Tempat tidur yang tersedia berukuran king size dan memiliki sejumlah bantal yang nyaman. Di dalam kamar terdapat sejumlah kursi, pendingin udara (AC) dan kamar mandi dalam yang berkeramik rapih dan bersih (sayangnya, karena lampunya mati maka tidak terlalu jelas terlihat). Kamar yang dimiliki Penginapan Setia Jaya ini tidak terlalu banyak. Maklum, namanya juga rumah yang difungsikan sebagai lokasi penginapan. Di sebelah kamar saya adalah ruang makan dan di sisi lainnya adalah dapur. Mas Tono, bahkan menawarkan kami untuk mengambil kopi, gula, teh maupun biskuit di lemari dapur yang terletak di ruang makan tersebut. Ia juga mengijinkan kami untuk mengambil minuman dingin dari kulkas. Parahnya lagi, ia juga mengijinkan kami untuk menonton televisi atau bermain playstation di ruangan tersebut. Buset, baik sich baik banget yah si Mas Tono ini. Tapi, ruang makannya itu tampak seperti area pribadi keluarga tersebut. Kayaknya, akan sangat nggak enak dech kalau kita –sebagai tamu- sampai masuk-masuk ke ruangan tersebut. Harga kamar yang lumayan ini (ada AC walaupun tanpa makan pagi –ciri khas penginapan Karimunjawa : tanpa sarapan pagi-) adalah Rp. 150.000/malam untuk satu kamar.
Berhubung listrik di Karimunjawa digerakkan oleh tenaga generator, maka listrik hanya tersedia pada pukul 6 sore hingga pukul 6 pagi. Jadi, tidak ada alasan bagi anda untuk mengeram telur siang-siang di dalam kamar (Karimunjawa tuh panas loch). Siang hari, adalah saat yang paling tepat untuk keluar, mencari aktifitas luar ruang, berkelana mengelilingi pulau atau menyelam. Penting juga loch buat anda yang mau ngecas handphone, baterai kamera, laptop atau menonton televisi sebab semua itu hanya bisa dilakukan pada saat malam hari. Kalau gadget-gadget keren anda kehabisan baterai pada siang hari yah siap-siap aja gigit jari menunggu malam tiba. Hehehe. Lakukanlah manajemen sumber daya yang baik disini. Lagipula, kalau anda punya semua aspek alam di Karimunjawa, kenapa harus sibuk dengan gadget-gadget itu sich? Kecuali kamera, sebaiknya anda menyimpan semuanya itu rapat-rapat dan biarkan anda menyatu dengan alam yang masih asri ini.

Thursday, October 28, 2010

Segudang Pilihan Kegiatan Karimunjawa

 Ahh...Karimunjawa... *hirup udara segar dalam-dalam*, akhirnya saya tiba juga di kepulauan ini! Jujur saja, wisata bahari sebenernya kurang menarik minat saya. Kalau ada pertanyaan : "gunung atau laut?", tanpa berpikir, saya pasti akan menjawab gunung! Entah kenapa, saya lebih suka suasana gunung yang lebih hijau, berwarna-warni dan dingin. Namun, berhubung teman saya mendesak saya untuk membawanya ke Karimunjawa, lalu Karimunjawa sedang naik daun, dan saya belum pernah menyelam, maka jadilah saya berwisata ke Karimunjawa. Dan, tahukah anda? Saya tidak menyesal sudah mengunjunginya. Karimunjawa memang layak untuk dikunjungi! Yuk, angkat tas anda, dan kita nyebur!

Karimunjawa, adalah kumpulan 27 buah pulau yang tersebar di utara Semarang dan Jepara. Pulau-pulau tersebut antara lain adalah Karimunjawa (yang terbesar), Kemujan (kedua terbesar), Nyamuk, Parang, Genting, Cemara Besar, Cemara Kecil, Menjangan Besar, Menjangan Kecil, Menyawakan, Geleyang, Bengkoang, Kembar, Burung, Krakal Besar, Krakal Kecil, Katang, Sintok, Mrican, Tengah, Pinggir, Cilik, Gundul, Seruni, Tambangan, Cendekian, dan Kumbang. Sebagian dari pulau-pulau tersebut ada yang berukuran besar, dan sebagian lainnya hanya merupakan pulau karang yang muncul di tengah laut saja. Penduduk Kepulauan Karimunjawa hanya menghuni 5 pulau pertama yang saya sebutkan saja. Tidak semua pulau disini bisa dimasuki. Pulau Burung dan Pulau Geleang, misalnya, merupakan Cagar Alam tempat kehidupan burung-burung perairan. Anda harus mengurus ijin terlebih dahulu untuk memasuki Cagar Alam Pulau Burung.
Wilayah kepulauan Karimunjawa memiliki lebih banyak wilayah perairan dibanding wilayah daratan. Inilah sebabnya mengapa wisata bahari sangat diunggulkan disini. Dengan dicanangkannya status Kepulauan Karimunjawa menjadi Taman Nasional Karimunjawa, maka diharapkan bahwa wilayah laut di sekitar perairan ini terjaga dan terlindungi dari tangan-tangan usil yang bermaksud mengganggu. Wisata utama di tempat ini sudah jelas adalah menyelam atau dalam versi yang lebih sederhana : snorkeling. Rute yang bisa diambil pun sudah cukup tertata. Nggak usah pusing, anda tinggal piliha dan memdifikasi sesuai keinginan anda. Secara umum, wisata bahari di Karimunjawa terbagi menjadi 3 rute : rute umum, rute timur dan rute barat. Rute umum adalah jalur wisata yang paling banyak didominasi oleh turis pada umumnya. Bagi para turis pemula, umumnya mereka mengambil rute ini (Ujung Gelam, Cemara Besar, Cemara Kecil, Menjangan Kecil, Dan Menjangan Besar). Bagi anda yang tidak tertarik dengan rute standard ini, anda bisa mencoba rute level dua atau yang dikenal dengan rute timur. Rute ini mengambil rute pulau-pulau di sebelah timur Karimunjawa yakni Pulau Genting, Pulau Seruni, dan deretan pulau-pulau kecil di sebelah timur Karimunjawa. Rute terakhir adalah rute yang paling menantang sekaligus yang paling asri karena kurang terjamah. Mengapa menantang? Rute barat berisi sekumpulan pulau yang berjarak cukup jauh dari Pulau Karimunjawa induk. Perjalanan kesana jelas membutuhkan usaha lebih dan niat yang kuat. Pulau-pulau tersebut adalah Pulau Parang, Pulau Nyamuk, Pulau Kembar, Pulau Krakal, Pulau Geleang dan Pulau Burung. Karena jauh dan kurang populernya pulau-pulau di sebelah timur (biasanya, hanya penyelam berpengalaman atau turis yang menghendaki sesuatu yang berbeda yang mencapai rute timur), maka pemandangan di rute timur juga yang paling asri, tanpa terlalu banyak terjamah tangan manusia. Imbas dari jauhnya rute timur, biaya perjalanan bisa membengkak hingga dua atau tiga kali lipat.

Nah, buat anda yang sudah bosen dengan lautan selama di Karimunjawa, anda bisa memilih untuk wisata daratan. Walaupun nggak populer, tapi Gunung Gendero dan bukit hijau yang membentang di tengah Karimunjawa hingga Kemujan menarik juga loch untuk dieksplorasi. Terlebih lagi, di tengah-tengah antara Karimunjawa dan Kemujan, terdapat hutan bakau yang sangat luas dan dilindungi. Pemandangan hutan bakau dan latar bukit hijau pastinya sangat menarik dan unik. Rute sepanjang 23 KM ini bisa dilalui dengan mudah kalau anda menyewa kendaraan bermotor. Maklum, tidak ada angkutan umum yang melayani rute Kampung Bugis (sisi utara Pulau Kemujan) hingga Kota Karimunjawa (sisi selatan Pulau Karimunjawa). Selain wisata darat dan wisata laut, ada pula wisata khusus seperti Pulau Burung yang menjadi Cagar Alam, Legon Lele yang menjadi lokasi perkemahan, pendakian Gunung Karimunjawa, wisata santai dan malas-malasan di Nirvana Beach Resort dan Kura-Kura Resort, serta pengamatan burung liar di kedua pulau utama Karimunjawa. Hmm...dengan waktu minimal yang disarankan selama 4 hari 3 malam, rasanya anda nggak akan kehabisan aktifitas selama berada disini, bukan?

Tuesday, October 26, 2010

Menginap Di Karimunjawa : Menyenangkan!

Pengalaman saya mencari penginapan di Karimunjawa, ternyata adalah pengalaman yang menyenangkan. Agak berbeda dengan daerah-daerah lain yang pernah saya kunjungi, Karimunjawa ternyata telah sangat siap menyatakan dirinya sebagai daerah pariwisata yang terkelola dengan baik, namun di sisi lain, mereka tidak meninggalkan ciri “backpacker” dan tetap rendah hati, tidak menjadi komersial karenanya. "Menakjubkan", kata saya. Karimunjawa menakjubkan dan menyenangkan.
Karimunjawa adalah gugusan kepulauan di utara Jepara sebanyak 27 buah. Dari semua pulau tersebut, yang dihuni oleh penduduk hanyalah Karimunjawa dan Kemujan saja. Menyawakan merupakan sebuah resort yang tidak dihuni oleh penduduk asli. Artinya, pilihan penginapan sangat terbatas. Penginapan hanya terbatas, terkonsentrasi di Kota Karimunjawa, Pulau Karimunjawa dan Pulau Menyawakan saja. Sudah jelas, penginapan di Kota Karimunjawa terbatas jumlahnya dan bukan merupakan resort mewah. Resort mewah hanya berada di Pulau Menyawakan, yakni Kura-kura Resort. Pilihlah pilihan terakhir kalau anda ingin liburan yang mewah dan nyaman di Karimunjawa. Namun, apabila anda adalah turis kebanyakan, maka lupakan Pulau Menyawakan sama sekali. Hehehe.
Karena kecilnya area kota dan terbatasnya tempat menginap, maka pada saat-saat tertentu, Karimunjawa sangat padat sekali. Anda harus berjuang keras melakukan reservasi jauh-jauh hari agar mendapatkan tempat tidur. Saya saja sempat bingung, mau reservasi kamar dulu, beli tiket kapal dulu, atau beli tiket menuju Jepara dulu? Karimunjawa, karena sedang naik daun akhir-akhir ini, maka lokasi ini biasanya menjadi sangat-sangat padat, terutama saat liburan panjang, dan akhir pekan, saat cuaca sedang sangat baik. Inilah yang menjadi permasalahan saya dan kejadian yang saya alami di Karimunjawa. Saya sempat stress lantaran tidak berhasil menemukan satu penginapan pun yang tersedia pada saat kunjungan saya. Karena terbatasnya jumlah penginapan di Karimunjawa, maka masing-masing diantara penginapan tersebut saling berkaitan satu sama lain. Apabila satu penginapan mengatakan bahwa Karimunjawa penuh, maka biasanya benar adanya. Apabila masih ada tempat kosong di penginapan lain, umumnya mereka tidak sungkan-sungkan untuk memberikan saran untuk pindah ke tempat lain yang masih tersedia. Saya menelepon Wisma Wisata, penginapan yang paling direkomendasikan di Karimunjawa. Sayangnya, Mas Amin (085290500389) mengatakan bahwa Karimunjawa sudah penuh dan setahu beliau, semua penginapan telah penuh terisi dan tidak ada tempat kosong. Memang, saat itu sedang libur panjang akhir pekan. Saya bersiap-siap untuk kecewa. Namun, Mas Amin segera mengganti rasa kecewa saya dengan rasa penuh harap. Mas Amin mengatakan bahwa ia akan berusaha mencarikan tempat tidur untuk saya, setidaknya agar saya bisa tidur di bawah atap. Saya tidak berharap walau jujur saya menaruh harapan pada mas Amin. Maka mulailah saya menelepon sejumlah penginapan di Karimunjawa, dan saya mendapat jawaban yang sama. Semua penginapan telah penuh dan full book. Waduh, harus bagaimanakah ini?
Ketika sedang bingung dan mulai menimbang-nimbang menggunakan tenda atau sleeping bag, tiba-tiba saya mendapat kabar menyenangkan dari Mas Amin. Ia menemukan homestay untuk kami! Yay!!! Hidup Mas Amin! Ia mengatakan, saya bisa tidur di homestay rumah penduduk untuk beberapa hari. Setelah Karimunjawa kembali sepi, saya bisa memutuskan kembali untuk ke Wisma Wisata atau melanjutkan di homestay. Memang, ia sendiri memberikan sedikit bocoran bahwa di homestay tidak bisa sebebas wisma atau hotel. Namanya juga rumah penduduk. Kita tinggal di rumah orang, gitu loch. Ya sudah lah, nggak ada pilihan banyak, saya harus bersyukur dengan opsi ini. Lagipula, sungguh suatu kemujuran untuk saya dan teman-teman bahwa saya masih bisa mendapat penginapan setelah usaha keras yang diperbuat oleh Mas Amin, guide Wisma Wisata di Karimunjawa. Boleh banget nich kalau anda-anda semua ke Karimunjawa, mencoba Wisma Wisata ini. Hehehe.

Sunday, October 17, 2010

Saya Kangen Daratan! (Tiba di karimunjawa)


Jam 14.30 sore itu. Saya melihat daratan di ujung sana! Cihuiiii!!! Karimunjawa, saya datang! Hmm...saya sudah ingin mengemas barang-barang saya dan bersiap mengenakan tas! Tapi... loch? Tapi koq? Tapi koq? Nggak nyampe-nyampe yach? Rasanya, kapal justru melambat dan nggak sampai-sampai. Padahal, Kota Karimunjawa sudah terlihat tidak jauh dari kapal. Saya bisa melihat rumah-rumah dan rerimbunan pepohonan yang melingkupi tempat tersebut. Memang, Karimunjawa masih asri, masih alami, sangat jelas terlihat dari sisi lautan sini. Di saat seperti ini, saya juga baru sadar, bahwa kapal laut ternyata lambat. Entah mesinnya atau jenis kapalnya yach. Menurut info, jarak antara Karimunjawa dan Kota Jepara (kalau ditarik garis lurus) hanya kurang lebih 80 KM. Apabila dengan kecepatan 40 km/jam, mobil dapat menempuh jarak tersebut dalam 2 jam saja dengan catatan, kalau jalanannya mulus dan lurus dan tanpa macet. Dengan KMP, waktu yang dibutuhkan adalah 6 jam. Hmm.....KMP Kartini harusnya nggak selambat ini yach.
Setengah jam kemudian, adalah waktu yang diperlukan oleh KMP Muria, untuk membuat Karimunjawa terlihat lebih besar di jendela kapal. Ya, kami hampir sampai. Laut yang setengah jam lalu masih berwarna biru tua, sekarang sudah berwarna biru, dengan beberapa bagian berwarna hijau yang berair bening dan menampakkan sisi bagian dalam laut. Wogh! Saya siap kalau harus membuka pakaian saya sekarang dan langsung menyelam dari kapal! Saya siap! Hmm...sayangnya, saya harus menahan diri terlebih dahulu. Nggak ada orang waras yang tampaknya mau melakukan perbuatan tersebut. Hehehe. Seusai kapal merapat, kapal masih harus ditambatkan dengan kencang terlebih dahulu ke dermaga. Mulailah kesibukan para petugas kapal untuk mengencangkan kapal ke sisi dermaga. Jadi, penumpang tidak boleh turun terlebih dahulu. Bersabar dulu deh.
Sekitar 10 menit, barulah tampak kesibukan terjadi di bagian dalam dek. Penumpang berduyun-duyun untuk turun. Para fotografer merapikan lensa dan kamera mereka, para penyelam merapihkan alat-alat diving dan snorkeling mereka, di bagian bawah, para pedagang sayur mulai menggotong-gotong karung sayurnya. Sepeda motor berduyun-duyun mulai menumpuk di pintu gerbang keluar, meraung-raung membunyikan mesin mereka untuk segera ngacir begitu pintu terbuka. Ramai dan tumpah ruahlah manusia di dermaga Karimunjawa. Penjemput tumpah ruah menyambut penumpang yang datang. Mobil-mobil penjemput menampung turis dan penduduk yang datang. Jangan bayangkan bus besar. Beberapa penjemput bahkan menggunakan pick up untuk menampung turis dan manusia yang tiba. Yah, inilah serunya Karimunjawa. Hehehe. Ramai dan riuh sekali. Saya, dijemput oleh Mas Amin, pemandu wisata yang mengelola Wisma Wisata di Karimunjawa. Sebelumnya, saya memang sudah melakukan reservasi akan kamar di Wisma Wisata ini. Sebagai bentuk jasa dan layanan mereka, Wisma Wisata bersedia menjemput kami di dermaga untuk diantar ke lokasi penginapan. Dermaga Karimunjawa tidak terlalu lebar. Dermaga harusnya akan sepi kalau tidak ada KMP Muria yang merapat. Di dekat dermaga, ada satu pendopo besar yang berisi kantor-kantor wisata, informasi wisata, pemandu penyelam, dan kantin. Rasanya, hampir semua informasi yang anda butuhkan bisa tersedia di tempat ini walaupun tidak terlalu lengkap juga sich (stand informasi wisata Karimunjawa pada saat kedatangan, kosong melompong, bahkan brosur pun habis). Ahh...daratan! Saya siap mencium daratan setelah 6 jam yang melelahkan di atas lautan. Selamat datang di Karimunjawa, teman-teman!

Thursday, October 14, 2010

Terjebak 6 Jam di KMP Muria


Ya, akhirnya saya memasuki KMP Muria. Ternyata, saya dan teman saya adalah penumpang terakhir yang memasuki KMP. Begitu kami masuk, para petugas segera berjuang untuk melepaskan tali yang melilit di pinggir dermaga. Begitu buritan dinaikkan dalam posisi tertutup, kapal pun siap berjalan. Fiuh. Untung saja, tadi kami sudah sempat berfoto-foto di depan KMP. Hehehehe. Yang agak mengganggu, di sekitar pintu masuk kapal banyak sekali pedagang makanan kecil yang agak memaksa dalam memasarkan produk-produk mereka. Beberapa diantaranya adalah es mambo dengan warna-warni neon yang mengkilat. Jujur saja, saya sich bukannya pengen, justru malah bergidik. Warna-warni tersebut mengindikasikan pewarna kuat pastinya. Namun, bapak tersebut memaksa saya untuk menghabiskan dagangannya. Saya dipepet terus. Setelah gagal, kemudian dia menggunakan cara memelas. Dia mengatakan butuh uang untuk anaknya sekolah dan istrinya yang sakit. Loch loch loch? Ya sudah deh, saya kasih beliau uang Rp. 5.000 dan beliau segera membungkuskan es-es tersebut kepada saya. Uppsss…saya segera menolak es tersebut, “untuk bapak jual lagi saja”, setelah itu saya segera kabur dari pandangannya. Zaaaapp!

Saya segera bertemu dengan deretan kendaraan, motor, mobil dan truk yang diparkir di bagian bawah kapal. Dek penumpang berada di atas, saya segera naik tangga yang agak curam untuk menuju ke atas. Sesampainya di atas, saya segera bertemu dengan dek kelas ekonomi. Ada meja cafetaria di sebelah kiri saya dan tepat di sisi kiri saya, adalah dek VIP. Wih, pintu masuk VIP dijaga oleh petugas. Barang siapa yang mau masuk, harus menunjukkan tiket kelas VIP-nya terlebih dahulu. Begitu masuk, wih, semburan AC terasa dingin menyentuh kulit. Ya, inilah kelebihan ruang VIP dibanding ekonomi. Pada ruang VIP, kursi yang disediakan adalah kursi recliner dengan meja untuk meletakkan barang-barang. Area kaki sangat lebar dan bisa digunakan untuk selonjoran tanpa kaki tertekuk. Di tengah-tengah ruangan di bagian depan ada televisi publik. Lumayan, hiburan berupa sinetron sepanjang perjalanan. Pada area ekonomi, kursi yang digunakan adalah kursi plastik. Dek ekonomi terbuka langsung terkena udara luar dan sengatan matahari dari pinggir. Dek ekonomi tengah masih jauh lebih baik dan manusiawi dibanding dek ekonomi atap. Banyak turis maupun penumpang lokal yang tidak mendapatkan kursi di dek tengah, harus rela duduk di bagian atas kapal yang tidak memiliki kursi, hanya area luas untuk lesehan saja. Saat keberangkatan jam 9, mungkin tidak terlalu terasa. Namun, kapal akan berlayar selama 6 jam. Artinya, kapal kurang lebih akan tiba di Karimunjawa pada pukul 3 sore. Artinya lagi, pada pukul 12, kapal akan berada di tengah lautan. Siap-siaplah menerima sengatan teriknya matahari yang aduhai. Ya, saya melihat di dek bagian atas ini justru lebih didominasi oleh para turis. Hmm…mau menghitamkan kulit cuma-cuma kah? Hihihihi. Untungnya, menjelang siang tengah bolong, pihak ASDP menyediakan terpal yang dapat dibuka untuk melindungi para penumpang dari sengatan matahari. Walaupun lumayan, tetep saja, bagian atap jadi sauna gratis di siang hari bolong itu. Buat anda yang lapar, anda bisa memesan berbagai menu (yang paling favorit sich tampaknya jelas: pop mie) di cafetaria KMP Muria. Tentu, dengan harga yang agak di luar kewajaran, misalnya Rp. 10.000 untuk segelas pop mie matang.
Saya pikir saya bisa tidur nyenyak dan bangun dalam keadaan segar di Karmunjawa sana. 6 jam sich lumayan banget untuk beristirahat, begitu pikir saya. Ternyata saya salah! Satu hingga dua jam pertama, saya masih bersemangat. Saya berjalan-jalan berkeliling kapal, melihat-lihat alam dan lingkungan sekitar (maklum, dua jam pertama, laut masih berwarna biru, masih banyak spot spot pulau menarik yang bisa disaksikan). Saya mengobrol dengan gembira dan merundingkan rencana perjalanan di Karimunjawa nanti. Semua hal tampak menarik bagi saya. Jam ke 3, saya mulai bosan. Koq nggak sampai-sampai yach? Perjalanan darat jauh lebih baik dech rasanya, ada yang bisa disaksikan. Entah itu berupa rumah-rumah, pemandangan alam, atau apapun itu. Perjalanan laut jelas bukan favorit saya. Yang bisa dilihat sejauh mata memandang hanyalah laut laut dan laut saja. Bosan! Jam ke 4, saya mulai pusing berat. Kepala rasanya diayun-ayun. AC menyembur dengan keras tepat di atas kepala saya. Woggghh…saya masuk angin! Sejauh mata memandang, hanya laut dan laut. Parahnya, laut yang saya lihat adalah laut yang berwarna biru donker, bahkan hitam! Sudah dalam sekali artinya laut di wilayah ini. Ombak besar menerjang kapal, mengombang-ambingkan kapal kesana kemari. Dan…saat semakin pusing, keluarlah jackpot! Saya memuntahkan isi sarapan saya tadi pagi. Antimo yang tadi pagi saya minum ternyata tidak berpengaruh. Badan saya nggak karu-karuan rasanya. Jam ke 5, saat kepala saya masih pusing, saya bahkan belum melihat daratan sama sekali. Laut masih biru donker, ombak masih ganas dan keras. Saya berjuang untuk makan, mengisi perut. Kondisi masuk angin tidak boleh dibiarkan. Saya berjuang untuk memasukkan makanan ke dalam mulut saya yang terasa masam karena bekas muntah tadi. Sensasi yang tidak menyenangkan. Kemudian, hampir sampai di ujung perjalanan pada jam ke 6, daratan mulai tampak di seberang. Air laut mulai membiru muda. Untuk jarak yang sedemikian dekat saja, rasanya kapal ini tidak sampai-sampai. Walau sudah dekat, namun ombaknya masih tergolong lumayan. Sekali lagi, saya jackpot untuk kedua kalinya di dalam KMP Muria. Kacau balau! Semenjak saat itu, saya deklarasikan, saya tidak suka perjalanan laut! Hahahaha. Tapi bagaimana pulangnya nanti yach? Hmmmm….

Wednesday, October 13, 2010

Berangkat Dengan KMP Muria


Saya siap berangkat! (iya dech Oom, daripada saya diomelin mulu kagak berlayar-layar, mendingan saya percepat…hehehe). Prosedur pertama, ya ambil tiket dulu donk. Tiket tersedia di kotak loket kecil di depan jalan menuju dermaga. Kotak loket tersebut bertuliskan “Loket KMP Muria”. Disana, ada seorang bapak dan seorang Ibu yang bertugas menjual tiket dan mengambilkan tiket hasil reservasi sebelumnya. Sayang, Bapak Budi Utomo tempat saya memesan tiket tidak berada disana. Saya bermaksud mengambil tiket reservasi saya dan petugas loket menyarankan untuk menghubungi Bapak Budi Utomo terlebih dahulu. Hmm…ternyata jalur reservasinya ada banyak yach, bukan hanya Pak Budi Utomo saja. Untungnya, prosesnya tidak sulit karena setelah saya menelepon Bapak Budi, beliau segera menginstruksikan kepada petugas loket untuk menyisihkan tiket saya. Voila. Saya mendapatkan dua buah tiket untuk saya dan teman saya. Sempet sich, saya bertanya kepada petugas, apa bedanya kelas ekonomi dan kelas VIP. Dari penjelasannya, saya mendapat gambaran bahwa kelas ekonomi duduk di bangku plastik, panas, berdesakkan, dan susah beristirahat. Tambahan, dengan 6 jam perjalanan tampaknya akan menjadi sebuah hal yang sama sekali tidak menyenangkan. Jadi, saya minta diupgrade ke kelas VIP dengan fasilitas ruangan ber AC, kursi recliner sehingga bisa digunakan untuk tidur. Jumlah kursi di ruang VIP terbatas, namun syukur, saya bisa mendapatkan dua kursi untuk saya dan teman saya. Dengan harga Rp. 60.500, saya lebih memilih bernyaman-nyaman ria di kelas VIP daripada berpanas-panas di kelas Ekonomi (Rp. 30.500).
Kapal akhirnya berangkat tepat pukul 9. Eh, nggak juga sich. Kapal akhirnya benar-benar menarik sauh pada pukul setengah 10. Pukul 9, kapal bersuara keras “BOOOOOOOOOOOOOOONG!” selang beberapa menit berkali-kali untuk menandakan agar semua penumpang segera masuk ke dalam kapal. Walaupun bukan masuk kategori kapal feri yang besar, namun kapal ini dimuati oleh truk, kendaraan, motor, karung barang-barang, dan tentu saja manusia. Pada saat di loket tadi, kebanyakan manusia yang saya lihat adalah golongan turis. Kelihatan donk tipikalnya, celana pendek, dengan ransel, kacamata hitam, baju-baju keren warna-warni. Pantai banget dech pokoknya. Semua muka yang saya lihat juga tidak menunjukkan wajah penduduk lokal. Nah, begitu sampai di kapal, saya baru melihat, ternyata penduduk lokal yang komuter antara Jepara dan karimunjawa ternyata sangat banyak, walaupun jumlahnya cukup sebanding dengan turis. Kapal ini ternyata juga digunakan sebagai sarana transportasi penduduk lokal untuk bolak-balik Jepara dan Karimunjawa dan sarana pengangkutan logistik. Berhubung kapal ini tidak berangkat setiap hari, maka inilah satu-satunya kapal yang dapat diandalkan oleh penduduk lokal dan turis. Hmm…saya sudah terlalu banyak ngoceh nggak karu-karuan, yuk kita masuk saja ke dalam kapal sebelum kepala saya dikemplang sama Oom Brad lantaran nggak nyebrang-nyebrang. Orangnya sudah capek nungguin. Hihihihi.

PS: Nambah dikit, hihihihi, dek VIP terletak di bagian depan kapal, dengan kursi terbatas. Untuk masuk ke dalam dek VIP, perlu menunjukkan nomor tiket yang kita punya. Sementara itu, dek ekonomi berada di bagian belakang, atap (siap berpanas-panas ria) dan bawah kapal (bersama dengan logistik dan kendaraan).

Monday, October 11, 2010

Ibu Sartimah, Pantai Kartini, Penyelamat (Perut) Kami

 Saya pikir, saya bisa makan pagi dengan mudah di Pantai Kartini. Yah, namanya juga pantai publik yang sudah tertata dengan rapih, masak tempat makan nggak ada sich? Iseng-iseng, saya bertanya kepada Mas Rochim, dimana bisa mendapatkan makan pagi sebelum kami melanjutkan penyebrangan ke Karimunjawa? Beliau menjawab, “Di depan pelabuhan penyebrangan banyak yang menjual makanan”. Ow...jadi banyak yach disana? Oke dech, sembari menunggu waktu, akhirnya saya berjalan kaki dari penginapan Kota Baru menuju penyebrangan.
Mas Rochim memang sempat berpesan. Walaupun kita sudah membooking tiket, sebaiknya bergegas menuju kapal agar tidak ditinggal. Katanya, selama tiket yang dipegang pihak ASDP sudah habis, maka kapal pun akan segera menarik sauh, berlayar. Wow! Baru kali ini saya denger yang seperti ini. Dimana-mana, moda transportasi kalau nggak on time ya terlambat. Nah, ini lebih cepat daripada jadwal. Makanya, saya jadi berjalan agak buru-buru menuju penyebrangan untuk mengambil tiket.
Sembari jalan, saya heran. Saya tidak menemukan satupun rumah makan yang berjualan di sekitar Pantai Kartini. Terlebih, katanya ada sejumlah rumah makan yang berada di dekat panggung utama. Kenyataannya, panggung utama kosong melompong tanpa ada kehadiran satupun rumah makan. Jadi, dimanakah rumah makan tersebut? Usut punya usut, ternyata waktu demikian masih terlalu pagi bagi rumah makan untuk membuka usahanya. Bisa dipastikan, tidak ada yang membuka rumah makannya pada saat seperti itu. Untungnya, dengan sedikit usaha dan niat mau repot, saya menemukan satu rumah makan yang sudah buka. Warung Makan Bu Sartimah namanya. Bu Sartimah membuka warungnya dekat dengan pintu masuk Pantai Kartini, kira-kira 300 meter jauhnya.
Sesuai dengan namanya, warung ini dikelola oleh seorang ibu yang bernama Sartimah. Warung sederhana ini cukup ramai dikunjungi pada pagi hari (karena nggak ada yang membuka sepagi itu kali yach?). Bu Sartimah adalah seorang yang bersahaja, ramai, ramah, dan enak diajak ngobrol. Sambil makan, beliau bercerita banyak hal, mulai dari pengembangan pariwisata di Karimunjawa dan Jepara, hingga anak-anaknya yang sudah besar dan mengelola usaha sendiri. Hehehe. Lumayan, sambil makan pagi, ada obrolan seru dan akrab dengan si Ibu. Menu standard khas rumah makan tempat wisata pun menjadi pilihan saya : nasi goreng, nasi rames, nasi soto, mie goreng, gado-gado dan lontong pecel. Sementara itu, pilihan minumannya bervariasi, mulai dari es teh, es sirup, es jetuk, es kelapa, kopi dan teh. Harganya sangat terjangkau, mulai dari Rp. 2.000 hingga Rp. 5.000. Murah banget yach? Karena wilayah Jawa Tengah bagian pesisir timur laut terkenal akan soto-nya, maka saya memesan nasi soto. Kata si ibu, ini bukan Soto Kudus, tapi Soto Jepara. Jujur saja, saya sich nggak bisa membedakan antara kedua soto yang berasal dari kota bertetangga tersebut. Hajar saja! Rasa sotonya juga menurut saya biasa saja, nggak enak-enak banged, tapi nggak masuk dalam kategori nggak enak. Enak lah. Hmm...dasar perut orang Indonesia, kayaknya kalau di warung pinggir jalan nggak makan mie instan rasanya gimana gitu. Jadi, saya memesan mie goreng dobel plus ceplokan telur di atasnya. Hehehehe. Jangan tanya bagaimana saya bisa menghabiskannya yach, yang jelas kesemuanya itu meluncur bebas masuk ke lambung saya. Sembari menunggu makanan anda dibuat oleh si ibu (segar semua loh, karena begitu pesan, baru si ibu membuatkan), goreng-gorengan yang ada di meja si ibu cukup menggoda. Akhirnya, saya mencobai beberapa potong gorengan tersebut. *burp* Belakangan, saya melihat ada kasur yang diletakkan di belakang warung tersebut. Ow...ternyata si ibu tinggal di bagian belakang warung toh? Pantesan beliau bisa buka warung cukup pagi.
Berhubung perjalanan berikutnya memakan waktu selama 6 jam, sangat tidak disarankan untuk membeli makanan di atas kapal kecuali kepepet. Biasa, makanan yang sudah naik ke atas kapal biasanya mahal. Namanya juga kepepet, mau nggak mau, butuh nggak butuh, kalau mau makan ya terpaksa beli donk? Nah, sebaiknya kita membungkus makanan dulu deh sebelum berlayar selama 6 jam. Bu Sartimah bisa menyediakan makanan bungkus dalam kertas coklat, sayurnya pun bisa dipisah. Siap banget dech kita meluncur ke utara!