Museum Batak Terlengkap Dan Terbaik Di Seluruh Dunia : T.B. Silalahi Center

Temuilah Imelda Limbong, kurator baik hati dan sangat penuh informasi ini adalah kurator yang menemani saya sepanjang perjalanan saya di dalam Museum Batak. Informasi yang dimilikinya hebat, walaupun dia mengklaim bahwa dirinya masih belajar. Pada praktiknya, ia hampir dapat menjelaskan semua pertanyaan saya tentang Suku Batak. Yah, biar anda nggak terlalu kehilangan arah dalam penjelasan ini, ada baiknya anda sedikit mempelajari tentang Suku Batak, mulai dari wilayah hidupnya, sejarahnya, agama yang dianut, kepercayaan tradisionalnya, puak Batak, hingga masuknya Kristen dan Islam ke tanah Batak serta adat istiadat setempat termasuk kebudayaannya. Untung saja, saya telah banyak membaca sedikit banyak mengenai suku ini. Perjalanan saya selama 4 hari di wilayah Samosir dan Tapanuli pun sudah memberikan saya sejumlah informasi dan tentunya pertanyaan yang kebetulan bisa ditanyakan kepada kurator museum ini. Hohoho. Imelda Limbong, anda tidak akan lepas dari serbuan pertanyaan saya!
Museum Batak sendiri terletak di lantai dua bangunan berbentuk trapesium ini. setelah menitipkan tas dan barang bawaan saya (gratis loh, dapat kunci pula!), saya diantar oleh Imelda Limbong ke lantai atas tempat museum berada. Asyiknya, saya boleh membawa kamera. Sayang sekali kalau masih ada museum-museum yang tidak memperbolehkan kamera dibawa ke dalam ruang eksibisinya. Museum Batak tentu merupakan perkecualian, kamera boleh dibawa ke dalam ruang eksibisi. Nah, sesampainya di lantai atas, saya pikir Imelda akan meninggalkan saya. Ternyata tidak! Ia dengan semangat dan penuh informasi menjelaskan tentang berbagai jenis benda pajangan yang ada di dalam museum. Tentu, sambil berjalan, ia juga bertanya akan asal usul saya, profesi saya, dan arah tujuan saya, mungkin maksudnya untuk mendapatkan gambaran yang lebih baik tentang saya. Untungnya, sekali lagi saya ucapkan, saya telah membaca sedikit banyak informasi tentang Suku Batak, jadi pertanyaan saya bukan pertanyaan-pertanyaan ecek-ecek dan sederhana lho. Hihihi. Imelda tampaknya memerlukan informasi berupa latar belakang saya sehingga ia bisa menentukan sejauh mana informasi tentang Etnis Batak dijabarkan namun jangan sampai membuat saya bingung dan tidak tertarik.
Eskalator yang berada di tengah memisahkan ruang eksibisi menjadi dua, kanan dan kiri yang seluruh bagiannya dipartisi kaca. Ruang pertama yang saya masuki adalah ruang di sebelah kiri eskalator dengan isi benda-benda kebudayaan Batak. Sementara itu, ruang di sebelah kanan berisi penjelasan detail tentang enam puak Batak yang tersebar di seluruh Sumatera Utara (pada beberapa literatur, anda akan mendapatkan 10 macam puak Batak seperti Rao, Singkil, Gayo, hingga Pasir Rokan dan Dale). Inilah mengapa Museum Batak ini dinobatkan sebagai Museum Batak termodern, terapih, termewah dan termegah serta terlengkap. Alasannya cukup jelas, semua benda pajangan di tempat ini sangat terawat. Penerangan sangat memadai dan pada siang hari, museum ini memanfaatkan celah-celah di seputaran gedung yang bertujuan untuk memberikan penerangan alami. Museum ini tidak sumpek dan gelap namun sungguh terang dan bersih. Semua benda eksibisi memiliki penjelasan dan penjelasannya diketik rapih dengan label. Yah, maklum sich mengingat museum ini baru saja diresmikan pada 18 Januari 2011 (wow! Belum satu tahun ketika saya berkunjung ke tempat ini), maka semuanya akan terasa baru. Namun, saya tentu sangat optimis berharap bahwa museum ini akan terus terawat rapih mengingat harga tiket masuknya yang cukup masuk akal untuk merawat museum ini. Berdasarkan apa yang saya lihat, sangat wajar lah bahwa Museum Batak ini dinobatkan sebagai Museum Batak Terlengkapo dan Terbaik bukan saja di seluruh Sumatera Utara, bukan cuma se-Indonesia juga, tapi seluruh dunia! Ya donk, mana ada lagi Museum Batak yang berlokasi di luar dari wilayah ini dengan koleksi selengkap ini?
Memasuki ruang eksibisi sebelah kiri, anda akan diperlihatkan oleh sejumlah benda kebudayaan Batak mulai dari perhiasan, Ulos (ternyata Ulos memiliki sejumlah nama berbeda di setiap puak lho), senjata, peralatan upacara, alat rumah tangga, hingga ornamen rumah. Bahan-bahan penyusunnya pun bervariasi. Untuk perhiasan dan peralatan upacara, kebanyakan terbuat dari kuningan walau ada juga yang terbuat dari kayu seperti rumbi yang digunakan untuk menyimpan beras. Interaksi kebudayaan Batak dengan kebudayaan luar pun terlihat dari benda-benda eksibisi yang kebanyakan terbuat dari keramik dan berupa piring serta patung-patung yang sangat jelas berasal dari Daratan Tiongkok. Aspek lainnya yang dibahas adalah mata pencaharian penduduk Etnis Batak kala itu yang selain bertani juga menangkap ikan dan berburu hewan. Sejumlah sangkar binatang dan bubu yang terbuat dari anyaman bambu turut dipamerkan di tempat ini.
Agama besar yang ada di Tano Batak adalah Islam dan Kristen. Bagaimana Islam dan Kristen bisa menyebar dan masuk ke Tana Batak yang semula menganut Pelebegu pun dijelaskan dengan cukup baik disini. Kristenisasi dapat dikatakan sangat berhasil bagi penduduk Batak yang tinggal di pedalaman, bahkan hingga terbitnya alkitab yang diterjemahkan dalam Bahasa Batak. Sementara itu, pedagang-pedagang muslim memulai karya pengislaman Tano Batak dimulai dari wilayah Barus. Wilayah pesisir lainnya kebanyakan mengalami Islamisasi karena pengaruh kerajaan-kerajaan Islam yang cukup kuat di sekitar Sumatera Utara seperti Aceh di utara, Siak dan Melayu di timur dan tenggara, serta Minang di selatan.
Bagian kedua atau sisi sebelah kanan eskalator berisi penjelasan detail akan enam puak yang ada di Sumatera Utara. Keenam puak tersebut adalah Toba, Karo, Pakpak, Simalungun, Angkola dan Mandailing. Banyak penjelasan menarik yang saya dapatkan disini, mulai dari wilayah hidup puak tersebut, hingga diasporanya kemana saja, bahasa yang dipergunakan, adat istiadat, hingga marga yang biasanya menyertai puak tersebut. Oh ya, puak itu bisa disamakan dengan istilah sub-etnis. Di bagian ini pula terdapat enam pasang patung manekin yang mengenakan pakaian adat masing-masing puak. Tampilan mereka masing-masing sangat khas dan unik seperti misalnya Angkola dan Mandailing yang mengenakan topi rumit seperti model Teuku Umar, Pakpak dan Simalungun yang ikat kepalanya menyerupai suku Minang, hingga Karo yang tutup kepala wanitanya seperti tudung berbentuk segi empat. Puak Toba sendiri penampilannya adalah yang paling “Batak” dengan maksud sangat mewakili etnis Batak secara umum. Lokasinya yang berada di tengah-tengah dataran tinggi Toba membuatnya memiliki kebudayaan yang masih cukup asli dan belum terinkulturasi dengan budaya tetangga. Pakaian khas pria-nya saja paling terbuka sendiri dibanding puak-puak lainnya. Nah, puas melihat enam jenis pakaian adat masing-masing puak, saya dipuaskan lagi dengan melihat aneka jenis Ulos beserta mesin pembuatnya. Sayang, karena ini merupakan museum, maka mesin tenun pembuat Ulos hanya digunakan sebagai pajangan saja, bukan untuk dicobai. Profesi Imelda sebagai kurator tidak hanya menuntut ia agar bisa memahami semua informasi ini. Ia pun pernah mencoba menenun Ulos, bukan sekedar teorinya saja, walaupun tidak diselesaikan.
Wah, saya berkeliling hanya setengah jam saja di dalam Museum Batak ini, namun informasi yang saya dapat luar biasa. Imelda bahkan menjelaskan akan Tarombo Batak berkaitan dengan urutan marga Limbong yang dimilikinya di dalam silsilah Siraja Batak. Wow! Imelda memang luar biasa, salah satu kurator yang sangat direkomendasikan dan cocok banget untuk menemani wisatawan yang bawel kayak saya. Hihihi. Saya pikir seusai menemani saya berkeliling Museum Batak, berakhirlah tugas Imelda. Begitu turun, hampir saja saya mengucapkan terima kasih banyak sebelum ia mengarahkan jalan saya menuju Museum Pribadi T.B. Silalahi. Wow, sekali lagi, saya ditemani oleh Imelda Limbong! Kurator yang sangat direkomendasikan!

0 komentar:

Post a Comment