Friday, June 22, 2012

Menuju Nias! Ya'ahowu!



Sesampainya di warung nasi sederhana tersebut, kami berbincang-bincang sejenak dan beliau mengatakan agar saya santai saja dan makan malam terlebih dahulu. Sarannya sangat masuk akal mengingat bahwa kapal baru akan berangkat pukul 9 malam dan sisa perjalanan akan saya tempuh dengan tidur. Walaupun memang di dalam kapal terdapat warung makan, namun saya merasa bahwa saya tampaknya tidak akan mengkonsumsi apapun lagi mengingat catatan perjalanan lintas laut saya yang buruk. Akhirnya, sepiring nasi dan ayam goreng kering menemani saya mengisi perut pada malam di Sibolga kala itu. Entah saya gugup atau sebab lainnya, yang jelas, nasi dan ayam tersebut terasa sangat kering dan sukar sekali untuk saya kunyah. Ditambah dengan asap rokok yang mengepul memenuhi ruangan hasil semburan dari sejumlah bapak-bapak di dalam warung tersebut, membuat saya semakin ingin untuk lekas-lekas pergi dan mencari udara segar. Sayangnya, Pak Daniel Lömbu menyempatkan diri untuk merokok terlebih dahulu dan mengobrol. Lucunya, ia menyangka saya adalah seorang misionaris yang sedang ditugaskan untuk penginjilan di wilayah Nias. Hahaha. Apakah potongan saya terlihat seperti seorang misionaris?


Usai makan makanan yang harganya lumayan tersebut (Rp. 17.000) untuk sepiring nasi, ayam goreng dan semangkuk sup (kayaknya lain kali mendingan pesan indomie saja dech), Pak Daniel Lömbu segera mengangkat tas saya dan menaikkan ke motornya. Saya menyelesaikan administrasi tiket dan beliau memberikan nomor telepon temannya yang bisa dihubungi di sisi Gunungsitoli untuk melayani pembelian tiket pulang. Setelah itu, ia mengantarkan saya masuk ke dalam areal Pelabuhan dengan motornya. Asyiknya, tiket masuk Pelabuhan telah termasuk dalam tiket yang saya beli (ada kupon kuning seharga Rp. 2.500). Bagi anda pengunjung biasa yang ingin memasuki kawasan Pelabuhan, memang umumnya dikenakan biaya RP. 2.500 sebagai biaya administrasi. Jarak antara dermaga dengan pintu masuk pelabuhan memang tidak terlalu jauh. Namun buat saya, servis yang diberikan Pak Daniel Lömbu sudah melebihi ekspektasi saya, dan saya terharu karenanya. Hehehe. Sesampainya di dermaga, KMP Barau sudah menunggu para penumpang yang akan berlayar. Di pintu dermaga, ada sejumlah bapak-bapak berpakaian seragam warna putih yang bertugas untuk memeriksa karcis. Tiket saya seharga Rp. 105.000 itu pun disobek dan saya diijinkan masuk ke dalam kapal (aslinya sich tiketnya hanya berharga Rp. 96.250 + asuransi Rp. 3.750 + tiket masuk pelabuhan Rp. 2.500...hah? keuntungan Pak Daniel Lömbu hanya RP. 2.500??? masak sich???). Yah, saya mengucapkan selamat tinggal dan bergegas masuk ke dalam kapal yang akan membawa saya ke Tano Niha, tanahnya orang Nias yang ada di seberang lautan sana. Siap?

Tuesday, June 12, 2012

Menyusuri Kota Sibolga Senja Hari

Mencapai Terminal Kota Sibolga secara tiba-tiba, saya bahkan tidak sempat menikmati pemandangan sekitar karena semua penumpang turun. Saya termasuk yang paling belakang turun dari kendaraan karena saya nggak siap harus turun tiba-tiba begini. Sambil merapikan tas, saya turun dan langsung disambut oleh belasan pengemudi becak yang menawarkan jasanya. Saya yang bingung hanya sempat menebarkan senyum dan beranjak ke samping. Ajaib, mereka tidak melanjutkan memaksa dan membiarkan saya begitu saja. Sungguh berbeda dengan sejumlah kota yang pernah saya singgahi dan kesan memaksa sungguh tampak dalam perangai mereka. Di Sibolga, kesan memaksa tersebut tidak ada sama sekali. Bahkan ada seorang bapak supir becak yang menghampiri saya dan bertanya sambil mengobrol, kemanakah saya akan berjalan. Ia sedikit menjelaskan akan Kota Sibolga dan berkata ia bisa membawa saya berjalan-jalan berkeliling. Saya masih terpana dan menunggu di pinggiran hingga akhirnya saya berkata “nanti saja”. Saya terduduk di tepi Terminal Kota Sibolga saat senja sudah meredup, matahari semakin beranjak ke peraduan, dan sayup-sayup suara adzan Maghrib sudah terdengar. Setelah bisa fokus dan menelepon ke rumah untuk memastikan bahwa saya baik-baik saja, akhirnya saya memanggil salah seorang tukang becak untuk mengantarkan saya ke Pelabuhan. Ditawari Rp. 10.000 sebagai ongkos perjalanan lalu dengan gaya santai dan cuek bak orang lokal saya langsung berkata “Rp. 5.000 saja, Pelabuhan khan dekat ini, sambil menunjuk arah nggak jelas dan berharap bahwa itu adalah arah pelabuhan yang benar”. Nampaknya gertakan saya berhasil, ia langsung mau menerima harga yang saya ajukan sambil bergumam “iya sich, pelabuhan memang nggak jauh”. Ya sudah, tunggu apalagi, ayo pak kita cabut ke Pelabuhan! Pak Daniel Lömbu menunggu saya untuk segera memberikan tiket. Saya ingat sekali, saat itu sekitar pukul 6 sore lewat, saya menjelajahi Sibolga di kala senja hari, kota cukup besar, megah, ramai dan banyak peninggalan kolonialisme di tepi barat Pantai Sumatera. Saya melintasi Sibolga tepatnya via Jalan Let Jend Suprapto. Saya mencoba memotret sejumlah sudut kota namun tidak berhasil lantaran sudah terlampau gelap. Ditambah dengan guncangan yang dihasilkan oleh becak motor, semakin tidak bisalah saya untuk menguasai kestabilan kamera yang saya pegang. Walaupun becak motor yang saya naiki berkonsep terbuka tanpa atap, namun kurangn ya pencahayaan membuat pemotretan Kota Sibolga bisa dilaksanakan. Pak Daniel Lömbu menunggu saya di sebuah warung makan yang terletak tepat di depan pintu gerbang Pelabuhan Sibolga. Dalam benak saya, saya membayangkan Pak Daniel Lömbu adalah orang yang kaku, berkumis tebal, mengenakan kacamata hitam Jackie-O, dan mengenakan seragam apapun itu. Hehehe. Maaf ya pak, ternyata saya salah menduga. Dari semua tebakan saya, yang benar hanya kumisnya, itu pun tidak terlalu tebal. Pak Daniel Lömbu ini memang sering membantu para pelancong yang tidak berada di Sibolga untuk mendapatkan tiket menuju Nias. Dari marganya yang unik, sudah bisa ditebak bahwa ia bukan Orang Batak. Ya, Pak Daniel Lömbu adalah Orang Nias Selatan, dengan kampung halaman di suatu daerah selepas Gomo apabila berjalan dari Gunungsitoli – Teluk Dalam. Pak Daniel Lömbu tinggal di Sibolga dengan membantu para turis dan pelancong. Sebuah motor pun ia kenakan untuk mengantar turisnya kemana-mana seputaran Sibolga atau memasuki Pelabuhan. Bingung mencapai Sibolga? Pak Daniel Lömbu bahkan bisa mengatur penjemputan dan keberangkatan teman-teman saat baru saja tiba di Medan atau di kota-kota lainnya. Dalam perjalanan, Pak Daniel Lömbu bahkan sempat menawari saya untuk dijemput di Pematang Siantar. Wow! Hubungi Pak Daniel Lömbu yach kalau teman-teman ada niatan pergi ke Nias di (085262509269 / 081361211032).

Thursday, June 07, 2012

Selamat Datang Di Kota Sibolga

Dan, selepas Bonan Dolok jalanan yang saya lalui terus menurun dan berkelok, melebar, membelah hutan dan mulai memperlihatkan adanya sebuah kehidupan kota. Kontur Kota Sibolga sedikit banyak mirip dengan Kota Semarang beberapa puluh tahun lampau atau Kota Palabuhanratu atau kota-kota yang terletak di tepian bukit, bersanding dengan pesisir pantai. Ya, Sibolga memiliki keduanya, gunung dan pantai dalam satu bingkai. Hanya saja, arah perbukitan yang melingkari Sibolga bukanlah ruas jalan besar. Jalan tersebut baru melebar dan membelah pemukiman yang menggantikan deretan pepohonan dan hutan selepas tiba di tepi Sibolga. Saya tertarik dengan logo salah satu operator kenamaan di Indonesia yang mulai tampak mewarnai Sibolga di sana sini dalam bentuk lukisan mural. Lukisan si operator oranye-biru tersebut tampak membirukan tepian median jalan Bonan Dolok – Sibolga dengan promo-promonya, setelah sebelumnya sinyalnya hilang timbul ditelan hutan. Saya sama sekali tidak mengharapkan adanya kota yang cukup besar setelah rerimbunan hutan yang telah saya lalui sebelumnya. Namun, secara mengejutkan, Kota Sibolga yang memang berdiri utuh secara otonom sebagai sebuah Kota, bukan sekedar Ibukota Propinsi cukup besar dan lebih besar dari bayangan saya. Aneka jalan-jalan protokol yang berukuran lebar membelah jalan kota ini. Sibolga tidak kehilangan cita rasa kolonialnya sebagai kota yang awal dan lama pernah didarati Bangsa Eropa. Saya masih bisa menemukan pepohonan besar dimana-mana dan rumah-rumah berarsitektur jaman dahulu yang klasik. Sibolga memiliki aneka macam moda transportasi yang layak seperti bus, hingga becak motor yang memang menjadi ciri khas kota-kota di Sumatera Utara. Mungkin karena kota ini banyak mendapat pengaruh dari berbagai macam wilayah dan budaya, sehingga ke-Batak-kan kota ini sangat jauh terasa. Selain HKBP yang tersebar dimana-mana dan tulisan “Tapanuli Tengah”, kota ini terasa sangat kosmopolit berkat tercampur aduknya berbagai suku bangsa. Adapun suku yang banyak mendiami kota ini adalah Toba, Angkola, Mandailing, Nias, dan Minang serta sejumlah etnis Cina dan Jawa. Berkat lokasinya yang sejajar dengan Padang dan Pariaman, maka kota ini banyak mendapat penduduk dengan etnis Minang selain memang penetrasi kebudayaan dari arah selatan telah berlangsung sangat lama dari jaman dahulu kala. Nggak heran, selain Bahasa Batak, bahasa yang banyak terdengar di Sibolga ialah Bahasa Minang Pesisir. Saya menjumpai sejumlah Uni yang hendak bertandang ke Nias di saat kapal yang saya naiki hendak berlayar ke Gunungsitoli. Apabila kita selalu mengasosiasikan bahwa Kota dengan populasi orang Batak biasanya didominasi oleh Agama Kristen, nah Kota yang memiliki simbol ikan Tuna ini memiliki komposisi yang hampir setara untuk Muslim dan Kristennya. Hal ini ditandai pula dengan cukup banyaknya masjid dan gereja yang tersebar di pelosok kota. Malam semakin larut dan jalanan semakin landai, saya telah sampai di wilayah Sibolga yang dekat dengan pantai. Sang surya yang perlahan semakin tenggelam turut menenggelamkan wajah kota ini. Saya sudah tidak bisa menikmati sisi kota yang saya jelajahi di kala senja hari. Perlahan namun pasti, sejumlah penumpang mulai turun dan menyisakan ruangan yang kosong di dalam kendaraan minibus yang saya tumpangi. Saya pun segera merapihkan barang bawaan saya sebelum minibus secara perlahan merapat ke Terminal Kota Sibolga. Disinilah lakon lain dari terminal menggeliat, menyambut para penumpang yang baru saja tiba dari keletihan ruas Tarutung – Sibolga. Selamat Datang di Sibolga!