Thursday, August 30, 2012

Rumah Adat Khas Nias

Bawolato, adalah kecamatan terakhir di Kabupaten Nias sebelum memasuki Lahusa yang secara administratif berada di Kabupaten Nias Selatan. Secara posisi, Bawolato ini berada di tengah-tengah perlintasan Gunungsitoli – Teluk Dalam. Secara umum, penduduk Nias memang hanya terdiri dari Ono Niha atau Orang Nias saja. Namun, apabila ditilik dari segi budaya, mereka sebetulnya terbagi menjadi tiga sub etnis yang memiliki karakteristik tersendiri. Sebagai gambaran, bahasa yang digunakan di Nias utara berbeda dengan bahasa yang digunakan di Nias Selatan. Walaupun tidak terlalu mencolok, namun keragaman ini tetap terjadi di kalangan Ono Niha itu sendiri. Dari semua perbedaan, perbedaan yang paling mencolok dan tegas terlihat adalah ciri yang melekat pada rumah adat yang mereka tempati. Rumah adat, bukan rumah arsitektur modern memiliki ciri tersendiri yang bisa diidentifikasikan dengan lokasi dimana rumah itu berada.
Rumah Adat Nias Utara, Pintu Masuk Bandara Binaka, Gunungsitoli
Secara kasat mata, ciri rumah adat Nias terbagi menjadi tiga yang diwakili oleh wilayah Nias Utara, Nias Tengah, dan Nias Selatan. Nias Utara, yang meliputi wilayah Gunungsitoli ke atas memiliki bentuk rumah yang bundar, baik atap maupun fondasi bangunannya. Satu bangunan yang paling mudah untuk diamati ialah bangunan yang berada di pintu masuk Bandara Binaka. Berkat bentuk fondasinya yang bundar, maka formasi bangunan ketika berada di suatu desa adat pun tidak berdempetan, melainkan berdiri sendiri.
Rumah Adat Nias Tengah, Di Perlintasan Gunungsitoli - Teluk Dalam
Bentuk rumah adat kedua adalah fondasi persegi namun atapnya bulat. Bentuk rumah adat ini yang diwakili oleh wilayah Nias Tengah yang berdiri diantara Gunungsitoli dan Teluk Dalam, sekitar wilayah Bawolato, Lahusa, dan Gomo. Salah satu rumah adat ini bisa diamati di tengah perlintasan jalan raya tersebut. Kalau nggak diamati dengan betul, saya yakin anda nggak bisa membedakan rumah adat ini dengan rumah adat Nias Selatan lantaran fondasi kotaknya yang cukup kuat terasa. Rumah adat di tempat ini tidak berdiri berdempetan, namun berdiri sendiri.
Deretan Rumah Adat Nias Selatan, Desa Bawömataluö
Nah, rata-rata, foto lingkungan adat maupun rumah adat Nias yang mungkin pernah anda lihat di buku maupun internet kebanyakan adalah yang bergaya Nias Selatan. Bentuk rumah adat di Nias Selatan adalah bentuk rumah persegi dan fondasi persegi. Keunikan lain di Nias Selatan adalah rumah adat yang terbangun berdampingan satu sama lain bersusun membentuk barisan panjang. Desa Bawömataluö yang terkenal itu bergaya khas Nias Selatan. Info lebih lengkap mengenai jenis-jenis rumah yang dibangun di Nias, hingga detail struktur arsitekturnya bisa didapat di Museum Pusaka Nias yang terletak di Gunungsitoli, tidak jauh dari pelabuhan.

Tuesday, August 28, 2012

Makan Siang di Perlintasan Gunungsitoli - Teluk Dalam

Makanan khas Nias? Mungkin Nias memiliki makanan khas yang harusnya menarik untuk disuguhkan kepada para tamu yang datang. Namun, yang saya jumpai siang itu di perlintasan Gunungsitoli – Teluk Dalam adalah sebuah rumah makan ala Padang yang menjual makanan ala kadarnya. Saya nggak tahu apakah karena hari ini adalah hari minggu sehingga mereka tidak menjual rupa-rupa macam makanan, atau memang menunya sesederhana itu. Yang jelas, perjalanan yang panjang membuat saya tidak berselera makan. Saya harus makan sesuatu yang bisa menggugah lidah saya. Sepotong daging rendang pun akhirnya menjadi pilihan saya dalam menemani sepiring nasi hangat yang siap meluncur di perut saya.
Rumah makan itu bernama “Bersama”. Terletak di perlintasan Gunung Sitoli – Teluk Dalam, tepatnya di Jalan Diponegoro, Desa Dahana, Kecamatan Bawolato, Kabupaten Nias tidak menawarkan menu yang beragam. Untungnya, nasi hangat dan rendang yang cukup pas di mulut saya membuat semua yang ada di piring segera tandas kurang dari waktu yang seharusnya. Sisa waktu yang tersedia yang digunakan oleh pelancong lain untuk merokok ataupun duduk santai sejenak, saya gunakan untuk berfoto sekeliling wilayah Desa Dahana ini. Ya, perlintasan ini adalah wilayah perlintasan yang sepi. Lagi-lagi, mungkin hari minggu menjadi salah satu penyebabnya karena ruas utama khan nggak mungkin sepi, begitu pikir saya.
Segera, tidak lama setelah saya berfoto keadaan sekeliling, para penumpang kembali keluar dan memenuhi kendaraan yang saya tumpangi. Sejauh mata memandang, tidak ada lagi rumah yang difungsikan sebagai rumah makan di deretan ini. ini pula sebabnya kendaraan pelintas lainnya segera berhenti di tempat ini untuk makan siang. Untuk makanan nasi hangat, sepotong daging rendang dan sekaleng minuman Milo untuk menambah energi saya, dikenakan harga Rp. 21.000. Wow. Cukup mahal untuk apa yang saya dapat. Namun, beginilah realita di luar wilayah Jawa, terutama Solo dan Yogyakarta. Kalau di Solo dan Yogyakarta, katakanlah Rp 3.000 saja sudah bisa makan kenyang, uang tersebut nggak ada apa-apanya untuk wilayah di luar Jawa, katakanlah disini Nias. Ya, uang sekali makan bervariasi namun kisarannya di angka Rp. 20.000-an untuk makan sederhana seperti yang saya lakukan tadi. Batin saya jadi terusik dan bertanya, orang luar Jawa justru lebih kaya sebenarnya yach? Makanan ala kadarnya seharga Rp. 21.000 pun tidak komplain. Dengan uang segitu, mungkin bisa makan hingga empat kali di sejumlah tempat di Jawa.

Friday, August 10, 2012

Uniknya Bahasa Nias

Ingin tau uniknya bahasa Nias? Bahasa Nias adalah salah satu bahasa yang masih aktif digunakan terutama oleh penuturnya yang berasal dari Pulau Nias. Terus terang, waktu kunjungan saya yang sangat sempit membuat saya tidak bisa mempelajari sedikit struktur kebahasaan bahasa Nias ini. Bahkan kata-kata sederhana seperti saya, kamu, mereka, dan kata kerja sederhana pun tidak saya ketahui. Namun, dalam perjalanan menuju Kota Teluk Dalam, saya menjumpai papan petunjuk ini yang tentunya digunakan untuk menginformasikan penduduk asli Nias, yang mungkin saja tidak terlalu fasih berbahasa Indonesia. Dari papan ini, saya menebak bahwa “La Fazökhi” kurang lebih artinya “Dilarang Masuk”. Namun saya nggak mengerti kata-kata yang tertulis di atasnya. Ada yang mengerti Bahasa Nias Selatan, barangkali?