Sunday, September 15, 2013

Sisa-sisa Kejayaan Parapat

Sudah pernah berkunjung ke Danau Toba? Pastinya pernah donk ke Parapat? Kalaupun nggak pernah, setidaknya mungkin pernah setidaknya 'tahu' kali yach? Kenapa Parapat selalu diidentikkan dengan Danau Toba, nggak lain dan nggak bukan adalah karena kota ini terletak di tepi pantai danau tersebut. Dalam sejumlah paket-paket perjalanan wisata yang 'standar', Parapat pasti masuk dalam rute perjalanan kunjungan sebelum menyebrang menuju Tomok. Selain Parapat, gerbang perkenalan wisatawan dengan Danau Toba lainnya yang terkenal mungkin hanya Tongging. Sayang, tidak banyak arus transportasi pilihan dari Tongging menuju Samosir. Pilihan utama penyebrangan wisatawan memang di Parapat dan Ajibata (sebelah Parapat persis). Pangururan? Kayaknya bisa dihitung dengan jari dech wisatawan yang memasuki Samosir dari kota ini.

Nah, Parapat yang terkenal di kalangan turis adalah sebuah area kecil yang memang dikhususkan untuk para wisatawan. Disana terdapat deretan hotel-hotel kecil hingga besar, rumah makan, dan segala macam infrastruktur maupun sarana penunjang kehidupan turis. Sejatinya, Parapat adalah sebuah kota yang lebih luas daripada sekedar area konsentrasi turis saja. Sejumlah fasilitas 'besar' penunjang turis dan kehidupan warga kota ini justru terletak di area luar wilayah konsentrasi turis tersebut. Sebut saja theatre (ini mengejutkan lho, fasilitas theatre itu umumnya terletak di kota yang umurnya sudah cukup mumpuni, dan di masa lalunya memiliki masyarakat yang kebiasaannya menonton pertunjukkan atau mencari hiburan) dan sejumlah rumah makan serta travel agent. Saya jadi bisa membayangkan, seperti apa sich ramainya Kota Parapat pada era 1970 atau 1980an ini.

Sayangnya, pariwisata Danau Toba sedang lesu dalam beberapa tahun atau dekade ini. Ini sebabnya Pemkab gabungan sejumlah kabupaten yang berada di sekeliling Danau Toba (Karo, Simalungun, Toba Samosir, Samosir, Tapanuli Utara, dan Humbang Hasundutan, serta Dairi) dibantu dengan pemprov Sumatera Utara menggelar Festival Danau Toba yang baru saja berakhir awal September ini. Tujuannya, ya untuk meramaikan dan menghidupkan kembali pariwisata Danau Toba yang terpuruk beberapa dekade belakangan ini.

Parapat yang saya lihat di siang itu adalah Parapat yang sepi. Walaupun secara umum jalur utama Sumatera Utara dari Medan menuju Sibolga tersebut ramai, namun bangunan yang tampak sebagian besar adalah bangunan kejayaan masa lalu. Hampir tidak ada bangunan baru yang signifikan tampak di jalur tersebut. Yang paling mencolok mungkin hanya papan atau neon reklame yang disponsori perusahaan rokok yang tergolong baru. Papan nama kios usaha atau jasa pada umumnya masih warisan lama dengan cat dan permukaan yang pudar disana-sini. Balkon di tepi jalur Tiga Dolok-Parapat yang memungkinkan pengunjung bisa menikmati jagung bakar dan minuman sambil melihat Danau Toba dari tepian pun sepi. Entah apakah baru ramai menjelang malam, saya nggak tahu yach. Walau demikian, kafe balkon itu rata-rata berukuran besar dan banyak lho, bertebaran hingga ke atas. Bisa jadi, di masa yang lalu kafe-kafe ini penuh sesak dipadati pengunjung yang terpukau oleh romantismenya Danau Toba. Saya membayangkan pula, kabut menggantung mesra di atas permukaan air, membuat suasana menjadi semakin lomantit. Ihik.

Kini, Parapat yang terletak di wilayah Girsang Sipangan Bolon wujudnya menyerupai kota transit. Pusat destinasi turis selain Danau Toba tentu saja Desa Tomok dan Desa Ambarita yang terletak di sisi seberang, yakni Pulau Samosir. Turis yang memiliki waktu panjang, nampaknya akan lebih menyukai romantismenya Tuk-Tuk Siadong dibanding Parapat. Parapat lebih cocok untuk turis yang memiliki tidak banyak waktu sehingga harus tinggal di sisi Parapat. Kelebihan lain Parapat dibanding Samosir tentu saja infrastruktur yang lebih memadai, baik dalam hal transport maupun jasa. Turis asing yang bersama saya dalam satu mobil, memutuskan turun di Parapat untuk mengurus perjalanan berikutnya melalui sejumlah travel agent yang banyak bertebaran di jalan raya tersebut. Hal ini lebih sukar dilakukan apabila turis tersebut berada di sisi Samosir.


Ketika anda berkunjung ke Parapat, terutama untuk anda yang memiliki waktu panjang, cobalah untuk tidak terburu-buru menyebrang ke Danau Toba. Nikmatilah sejenak kehidupan Parapat dan arsitektur kolonial yang dimilikinya yang merupakan warisan jaman Belanda. Mungkin nggak banyak yang tahu, di Parapat ini juga ada rumah pengasingan Bung Karno lho. Walaupun sudah tidak terlalu asli lantaran banyak bagian bangunan dan furnitur yang terlah diganti, namun ini bisa menjadi destinasi wisata saat berkunjung ke Parapat. Penasaran juga donk dengan Parapat Theatre yang menjulang tinggi? Jangan lupa, sempatkan pula mencicipi jagung bakar dan minuman jahe di tepi Danau Toba saat matahari terbenam. Wuih, dengan merogoh kocek nggak terlalu dalam, anda bisa menikmati romantismenya Danau Toba di kala senja. Sayang, ramainya Parapat saat ini mungkin telah memudarkan romantisme dan sejuknya tempat ini. Beberapa dekade lampau, saya membayangkan pemandangan di tepi Parapat mungkin serupa dengan pemandangan di tepi Loyang Koro di tepi Danau Laut Tawar. Walaupun demikian, sekali lagi, bukan alasan bagi anda untuk tidak mengunjungi kota ini, bukan?


Dengan melihat gazebo yang dibangung Semen Padang ini, anda sudah hampir tiba di Parapat

Porsea, Tepi Danau Toba Tanpa Pemandangan Danau

Kalau berbicara mengenai Porsea, saya pasti teringat akan tiga hal. Pertama, Porseni, Pekan Olah Raga dan Seni. Hehehe. Walaupun nggak nyambung, namun kedua kata ini entah kenapa kayak bersaudara. Yang kedua, waktu dahulu bekerja sebagai sales alat komputer, saya pernah mendapat pesanan dari Kota Porsea. Saya sampai buka peta untuk mencari-cari, dimanakah Porsea berada. Setelah tahu dimana Porsea berada, saya baru menghitung ongkos pengiriman per kilo dan ternyata pembelinya tidak jadi membeli lantaran ongkos kirimnya kemahalan. Sebagai gambaran saja, apabila sekilo paket harganya Rp 40,000, maka satu box CPU rata-rata bisa mencapai 10 Kg lengkap dengan kardusnya. Bisa dihitung donk berapa harga pengirimannya? Yang terakhir, ada satu Toko Porsea Indah (kalau nggak salah ya) di Pasar Kebayoran Lama, Jakarta Selatan yang menjual aneka macam makanan dan minuman ringan secara grosir. Bukan tanpa alasan donk toko tersebut dinamakan Porsea Indah? Pemiliknya pasti berasal dari Porsea (maksa, apalagi nggak pakai validasi terlebih dahulu).
Akhirnya, di satu sore yang super cerah dari Sibolga ke Siantar, saya melewati kota ini. Kota Porsea dari Tarutung berada persis setelah Balige, Laguboti, dan Sigumpar. Bentuknya, walaupun tidak se'kota' Balige, namun Porsea adalah kota yang maju dan ramai. Hal ini terlihat dari ramainya toko-toko dan pasar yang saya lalui di jalan raya utama Parapat - Balige. Toko-toko tersebut menjual berbagai produk makanan, minuman, aneka jasa, apotik, elektronik, bank, hingga barang-barang kebutuhan sehari-hari. Harusnya, apa yang dicari bisa diketemukan dengan mudah di Porsea ya. Toko-toko tersebut, masih bernuansa Sumatera, lengkap dengan pintu kayu yang memang menjadi ciri khas rumah di wilayah Sumatera. Harusnya sich, karena terletak di tepian Danau Toba, Porsea seharusnya sejuuk atau bahkan dingin pada malam hari ya. Namun, karena saya lewat kota tersebut pada siang hari, maka nggak kerasa hawa dinginnya sama sekali.
Di luar dari areal pasar, Porsea nampaknya masih memiliki bentangan lahan yang cukup luas berupa sawah dan diselingi beberapa unit makam khas Batak yang megah dan dekoratif. Mungkin karena sebagian besar terletak di dataran tinggi, maka wilayah Porsea cukup datar dan tidak memiliki kontur naik turun (oleh karena itu cocok digunakan sebagai areal persawahan yang luas). Wajah Porsea bisa dilihat di blog ini. Harap sabar untuk yang melewati pasar ya. Ramainya angkutan umum seringkali membuat lambat perjalanan walaupun kemacetannya sama sekali bukan apa-apa apabila dibandingkan dengan Jakarta. Jalan raya utama kota ini adalah jalan negara yang menghubungkan Medan hingga Sibolga, maka nggak heran pusat keramaian kota ini juga terletak di jalur utama ini. Pada situasi lancar, Porsea bisa habis ditempuh dalam kurun waktu 30 menit saja.