tag:blogger.com,1999:blog-9482245.post6690738107418369950..comments2024-01-03T15:21:53.703+07:00Comments on Indahnya Indonesia: Siwalawa, Di Balik BawömataluoLomar Dasikahttp://www.blogger.com/profile/15264000010415055429noreply@blogger.comBlogger3125tag:blogger.com,1999:blog-9482245.post-84434596884095091682012-10-14T12:14:23.013+07:002012-10-14T12:14:23.013+07:00Terutama bagi mereka yang mengusung semangat greto...Terutama bagi mereka yang mengusung semangat gretongan dengan contoh nontoh atraksi lompat batu dapat nebeng. Pisssss..... Yuanita Mayanoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-9482245.post-51484715464267239342012-10-11T10:11:44.187+07:002012-10-11T10:11:44.187+07:00suka banget, mbak May! bener banget! kenapa sich, ...suka banget, mbak May! bener banget! kenapa sich, segala sesuatu musti disebut sebagai Second Bali, mirip Bali, apanya Bali, sejenisnya lah. mungkin ini yang orang lokal kita nggak sadari. kita begitu euforia dengan pengembangan pariwisata di Bali dan menjadikan Bali sebagai kiblat pengembangan pariwisata kita. akibatnya, bukan pelestarian budayanya yang ditolnjolkan, melainkan materialistis dan gelombang kapitalisme lah yang diusung. Coba dech, di kawasan Ungasan menuju Pecatu, berapa banyak hotel berbintang di atas 5 yang hadir disana dengan skala internasional. kamarnya sendiri nggak bisa dibilang murah bahkan terlampau mahal untuk kalangan menengah sekalipun. yah, nggak ada yang salah sih, karena orang bisa menikmati itu kalau ada uang dan pilihan menjadi semakin luas. namun, kalau ingin menikmati Bali yang seaslinya, tentunya orang nggak akan ke Pecatu atau Nusa Dua atau Kuta donk? mereka akan merangsek ke dalam, mencari tempat yang masih asli mungkin seperti Karangasem atau SIngaraja yang lebih asli.<br /><br />Siwalawa, walaupun sudah nggak terlalu asli dan sudah direnovasi, mungkin bisa menjadi opsi buat mereka yang ingin melihat seperti apa sich desa adat Nias yang lebih "sehari-hari" :DLomarDasikanoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-9482245.post-78683353723440481212012-10-10T23:45:29.682+07:002012-10-10T23:45:29.682+07:00Inilah dilemanya: bila tak dikembangkan sayang, bi...Inilah dilemanya: bila tak dikembangkan sayang, bila dikembangkan maka akan ada banyak nilai yang hilang. Semakin terpapar dengan baik sebuah tempat pada dunia luar, makin sulit pula bagi tempat tersebut untuk bertahan pada akarnya. Saya jadi ingat ketika ada teman perempuan dari Spanyol datang ke Manado dan menginap di tempat kami. Kami banyak diskusi mengenai banyak hal, dan terutama Indonesia. Sampailah kami pada diskusi mengenai Manado, yang punya obsesi untuk menjadi the second Bali. Saya bilang, sulit bagi Manado untuk mencapai hal itu, karena masyarakat di sini kurang lekat dengan tata hidup adatnya. Tingkat spiritualitas yang tinggi di Bali dan begitu merasuk sukma penduduknya adalah faktor utama yang paling mengikat para turis, dan seterusnya. Namun teman saya ini punya pendapat sendiri. Ia bertanya, "Why should Manado be the second Bali? So that they loose their innocence and purity? To make them being excited by anything relateed to money?". Benar juga, karena salah satu hal yang paling memikat tentang Manado adalah orang-orangnya yang tulus dan polos. Jika itu adalah harga yang musti dibayar untuk menjadi 'the second Bali', maka lebih baik Manado memang tak menjadi 'the second whatever it is'.Yuanita Mayanoreply@blogger.com