Jembatan merah ini berada di Surabaya Utara, wilayah yang pada waktu itu menjadi cikal bakal pembentukan kota Surabaya tua. Pada jaman kolonialisme dahulu, banyak kota-kota di pesisir terbangun dari wilayah utara baru kemudian menyebar ke bawah, ke arah selatan. Jakarta dan Semarang adalah contoh lain dari kasus ini. Nah, di bagian Surabaya yang ini, mata anda akan terpuaskan oleh banyaknya bangunan tua bergaya kolonialisme yang menyebar di berbagai titik kemanapun anda memandang. Sedikit banyak, gaya kolonialisme ini berpadu dengan gaya pecinan karena di ujung jembatan merah ini terdapat kya-kya (yang artinya jalan-jalan).
Thursday, December 31, 2009
Jembatan Merah Yang Historis
Jembatan Merah identik dengan Surabaya. Tapi, dimana tepatnya lokasi jembatan ini? Kalau kita sering lihat acara dokumentasi perjalanan atau liputan jalan-jalan, jembatan merah ini menjadi ikon dimana penyiar atau peliput berada. Jadi, dimana lokasi jembatan merah ini?
Jembatan merah ini berada di Surabaya Utara, wilayah yang pada waktu itu menjadi cikal bakal pembentukan kota Surabaya tua. Pada jaman kolonialisme dahulu, banyak kota-kota di pesisir terbangun dari wilayah utara baru kemudian menyebar ke bawah, ke arah selatan. Jakarta dan Semarang adalah contoh lain dari kasus ini. Nah, di bagian Surabaya yang ini, mata anda akan terpuaskan oleh banyaknya bangunan tua bergaya kolonialisme yang menyebar di berbagai titik kemanapun anda memandang. Sedikit banyak, gaya kolonialisme ini berpadu dengan gaya pecinan karena di ujung jembatan merah ini terdapat kya-kya (yang artinya jalan-jalan).
Jembatan ini memang secara fisik warnanya merah. Di jembatan inilah terjadi peristiwa sejarah tewasnya Brig. Jend. Mallaby (sekutu) pada tanggal 30 Oktober 2009. Peristiwa ini memicu dikeluarkannya ultimatum dari sekutu pada 9 November 1945 agar Indonesia meletakkan senjata selambat-lambatnya pada 10 November 1945. Tidak mau meletakkan senjatanya dan terus berjuang sampai titik darah penghabisan, akhirnya Surabaya digempur habis-habisan oleh sekutu. Tahu donk, 10 November tuh hari apa? Hari Pahlawan! Karena perjuangan rakyat Indonesia di Surabaya dalam melawan sekutu dan penjajah, maka 10 November 1945 dinobatkan menjadi Hari Pahlawan. Pada tanggal ini juga terjadi perobekan warna biru dari bendera merah putih biru di Hotel Yamato (Hotel Oranje) di Tunjungan. Merahnya jembatan ini bukan karena darah para pejuang yang gugur di wilayah ini. Jembatan ini dahulunya sudah berwarna merah semenjak jaman kerajaan Mataram. Kini, jembatan yang dahulunya kayu tersebut telah diubah pinggirannya menjadi besi pada tahun 1980 dengan tetap mempertahankan warna merahnya.
Wilayah ini memang dikenal sebagai kota lama-nya Surabaya. Jalan utama yang membelah wilayah ini adalah Jalan Rajawali. Nah, di ujung jalan Rajawali terdapat Jembatan Merah yang langsung terhubung dengan Kya-Kya, kawasan pecinan kota lama. Tepat di sisi utara Jembatan Merah terdapat Jembatan Merah Plaza, sejenis pusat perbelanjaan dan monument Jembatan Merah dengan bentuk seperti kobaran api berwarna merah. Wilayah sekitar Jembatan Merah ini sangat ramai dan agak berantakan. Tukang becak dan angkot banyak mendominasi wilayah ini. Mendekati jembatan merah, keramaian semakin menjadi-jadi. Hamper setiap langkah saya selalu ditawari oleh bapak becak yang menawarkan jasanya. Kalau bicara jujur, jembatan ini tidak terlalu istimewa kecuali berkat kehadiran plaza dan Monumen Jembatan Merah. Sudah cukup rasanya bisa melintas di atas jembatan ini. Sayangnya, saya banyak menerima nasehat agar banyak berhati-hati di sekitar jembatan ini. Cukup banyak pencopet dan tindak kejahatan yang terjadi di sekitar wilayah ini. Berhati-hati adalah nasehat yang bijak untuk diberikan.
Jembatan merah ini berada di Surabaya Utara, wilayah yang pada waktu itu menjadi cikal bakal pembentukan kota Surabaya tua. Pada jaman kolonialisme dahulu, banyak kota-kota di pesisir terbangun dari wilayah utara baru kemudian menyebar ke bawah, ke arah selatan. Jakarta dan Semarang adalah contoh lain dari kasus ini. Nah, di bagian Surabaya yang ini, mata anda akan terpuaskan oleh banyaknya bangunan tua bergaya kolonialisme yang menyebar di berbagai titik kemanapun anda memandang. Sedikit banyak, gaya kolonialisme ini berpadu dengan gaya pecinan karena di ujung jembatan merah ini terdapat kya-kya (yang artinya jalan-jalan).
Wednesday, December 30, 2009
Sisa-Sisa Dari Penjara Kalisosok Yang Menyeramkan
Kalisosok adalah sebuah daerah di Surabaya Utara, dekat dengan Kembang Jepun dan Rajawali. Di Kalisosok ini, berdiri sebuah penjara tua dari jaman penjajahan Belanda yang kerap digunakan untuk menyiksa para pejuang kemerdekaan Indonesia. Dahulu, Kalisosok terkenal dengan keangkeran dan seramnya tempat ini. Saat ini, selepas masa kemerdekaan Indonesia, penjara tersebut sudah mulai memudar pamornya. Kalisosok banyak menampung para narapidana politik dan kelas berat, terutama jika dikaitkan dengan situasi politik dalam negeri Indonesia pada tahun 1960-1970-an yang sedang panas-panasnya. Saat ini, Kalisosok sudah tidak digunakan lagi sebagai lembaga pemasyarakatan. Begitu informasi sekilas yang saya tahu dan saya dapatkan dari berbagai sumber.
Tuesday, December 29, 2009
House Of Sampoerna, Museum Sejarah Rokok Sampoerna
Bagian kedua, agak masuk ke dalam, adalah ketika usaha yang mereka rintis mulai berkembang. Disini, terdapat sejumlah foto-foto anak dan kemenakan yang mereka percayai untuk mengelola perusahaan ini, lukisan dan sejumlah lemari besi tua. Pada bagian ini terdapat sebuah toilet unik (saking bagusnya) yang didekorasi dengan baik, terutama wallpaper toilet yang bercorak bungkus rokok Sampoerna. Toilet yang seperti ini yang membuat saya betah berlama-lama di toilet. Tentunya untuk foto-foto donk!
Selain atraksi melinting rokok, pada bagian ini juga terdapat sebuah stand penjualan produk-produk dari A store seperti kaos, tas, dan macam-macam lainnya. Harga jual di tempat ini sama saja seperti A store manapun yang anda jumpai di mall-mall. Perbedaannya, hanya mungkin pada koleksi di tempat ini yang lebih lengkap. Kalau sudah selesai, silahkan tinggalkan pesan dan kesan anda di buku tamu yang tersedia. Saya nggak mau ketinggalan donk untuk meninggalkan kesan-kesan saya akan tempat ini. Hehe..
Oh yah, kalau anda lapar, anda boleh coba makan di A Café walaupun menurut saya menu makanan di tempat ini agak up-priced (setara dengan makanan mall-lah). Menu yang tersaji di tempat ini antara lain produk-produk makanan eropa seperti sosis, burger, sandwich, dan jenis kentang-kentangan dan pasta.
Monday, December 28, 2009
Makan Di Selasar Pitoe Galaxy Mall Surabaya
Berhubung tadinya saya sudah melihat buku menu terlebih dahulu, saya jadi punya perkiraan. Berapa kira-kira harga yang harus saya bayar untuk makan disini. Untuk berdua, saya kurang lebih menghabiskan Rp. 60.000an saja. Cukup murah yach dibandingkan dengan kepuasan yang kita dapat dengan memesan aneka jenis makanan dan minuman. Sampai saat-saat terakhir pun, pegawai Waroeng Selasar Pitoe ini tetap ramah dan supel. Mereka bisa diajak ngobrol untuk ditanya-tanya tentang restoran ini atau makanan yang terhidang. Pada saat kunjungan, kartu HSBC sedang mengadakan promosi 25% setiap pembelanjaan minimal Rp. 150.000. buset, ngasih makan berapa orang tuh yach sampai habis Rp. 150.000? makan sampai kenyang dan puas saja hanya sekitar RP. 30.000 per orang disini.
Saturday, December 26, 2009
Galaxy Mall Yang Jauh Banget
Galaxy Mall menjadi sejajar dengan Tunjungan Plaza IV dalam hal kelas pengunjung yang dianutnya. Dilihat sekilas dari tenant-tenant yang ada, sudah dapat dipastikan bahwa pengunjung mall ini adalah pengunjung dari kelas menengah ke atas. Sayangnya, pada saat kunjungan, sebagian sisi mall sedang mengalami pembangunan (atau renovasi?).
Sekeliling mall ini terasa gersang, terutama dengan adanya ‘hanya’ sejumlah pohon palem kecil saja yang ‘ditumbuhkan’ di sudut-sudut jalan raya dan sekeliling mall. Anda tahu Surabaya donk, jam 9 pagi saja rasanya sinar matahari sudah terasa menyengat kulit. Panas sekali berlama-lama menunggu di luar. Pohon-pohon kecil yang tumbuh sama sekali tidak bisa diperbantukan untuk mengurangi sengatan panas di kepala. Perlu perhatian serius dari pengelola mall (dan perumahan sekitar) untuk merimbunkan tempat ini tampaknya.
Thursday, December 24, 2009
Patung Gubernur Suryo
Kalau malam hari, patung ini akan berpendar kekuningan disinari cahaya lampu yang tersebar di sekitar taman. Taman ini cukup terang untuk dikunjungi, walau pada malam hari sekalipun. Pada siang hari, patung ini memandang lurus ke arah kediaman Gubernur Jawa Timur, berdiri tegak memandangi kendaraan yang padat berseliweran di Jalan Pemuda (Jalan Pemuda adalah jalan satu arah saja).
Sambil sejenak berfoto di patung ini, saya mengamati lokasi ini ternyata juga dijadikan sebagai tempat bermain bagi anak sekolahan, tentu, dengan didampingi oleh gurunya. Mungkin kegiatan makan siang di taman ini juga diperbolehkan kali yach asal tetap menjaga kebersihan.
Wednesday, December 23, 2009
Hotel Majapahit a.k.a Hotel Yamato a.k.a Hotel Oranje Tempat Peristiwa 10 November Terjadi
Berikut adalah tulisan yang muncul di dinding Hotel Majapahit. Pada tanggal 19 September 1945…. Ketika melihat bendera merah-putih-biru berkibar kembali di Hotel Oranye (Yamato Hotel). Kemarahan rakyat dan pemuda-pemuda di Surabaya tidak tertahan lagi. Dengan serempak rakyat bergerak suasana menjadi panas,. Jalan Tunjungan menjadi lautan manusia yang bergelora….
Kemudian…berkibarlah Sang Dwi Warna hingga detik sekarang dan untuk seterusnya sebagai lambang kemegahan dan kejayaan Nusa dan Bangsa Indonesia.
Potongan kalimat dalam prasasti batu di dinding luar hotel tersebut yang menarik turis untuk mengunjungi hotel ini, termasuk saya. Walaupun Hotel Majapahit adalah hotel yang cukup up-priced, namun ukurannya tidak terlalu lebar. Tentu, ini karena mempertahankan nilai sejarah yang dikandungnya. Kalau punya budget lebih, boleh dech cobain tidur di hotel yang sarat nilai historis ini.
Tuesday, December 22, 2009
Jalan - Jalan Di Surabaya Pada Pagi Hari
Pagi hari tentu memberikan nuansa yang berbeda dibanding malam hari. Pagi hari sekitar pukul 7 ketika saya mengelilingi tempat ini, saya berjumpa dengan warga Surabaya yang ingin memulai aktifitas hariannya termasuk berangkat bekerja. Berbeda dengan Jalan Pemuda walaupun tidak berbeda jauh, Jalan Basuki Rachmat di Surabaya dipenuhi oleh kantor, hotel dan segala macam kebutuhan kunjungan turis pokoknya. Hotel-hotel besar berskala bintang tiga ke atas banyak berpusat di tempat ini. Sebut saja Hotel Bumi Surabaya, Hotel Cendana, Hotel Tunjungan dan Hotel Sheraton Surabaya. Selain hotel, banyak terdapat rumah makan dan restoran di tempat ini. Salah duanya adalah McDonald dan Dapur Desa. Tapi berhubung saya kepagian mencapai ruas jalan ini, banyak tempat belum buka. Baru menggeliat saja. Bahkan saya bertemu dengan pedagang tanaman di dalam gerobak yang menarik dagangannya menyusuri tepi trotoar. Pagi yang menarik.
Monday, December 21, 2009
Wee Biawak Di Malamnya Surabaya
Di bundaran besar tugu bambu runcing yang mengeluarkan air, saya melalui jalur kiri menuju Hotel Olympic. Di tepian jalan dekat suatu bentuk bangunan tertentu yang menyerupai sisi bangunan kuno candi, ada seorang pedagang makanan beserta sepeda jualnya plus satu orang yang makan disana. Nama produk makanan ini sudah cukup menyita perhatian saya karena namanya yang unik. Pertama, saya berpikir bahwa saya salah baca karena di dekat tukang makanan tersebut, lampunya sedikit redup. Namun, ketika saya mendekat karena penasaran, saya membaca “Wee Biawak”. Apa itu?
Saya sendiri tidak begitu tertarik dengan kuliner ekstrem. Maksudnya, selama masih ada makanan yang bisa dimakan dengan cara normal, kenapa harus memaksakan diri untuk memakan yang aneh-aneh? Hehehe…bukannya saya anti Wee Biawak loch. Untuk yang penasaran seperti apa Wee Biawak ini atau bahkan penasaran dengan rasanya, silahkan datang ke Surabaya di dekat Tugu Bambu Runcing pada malam hari. Coba deh iseng-iseng cari Cak penjual Wee Biawak ini. Niscaya dia ada disana menawarkan Wee-nya. Kalau enak, kasih tahu saya yach :)
Saturday, December 19, 2009
Jalan - Jalan Di Surabaya Pada Malam Hari
Bagaimana saya nggak penasaran? Selepas pulang dari Tunjungan Plaza, lidah ingin mencicipi es krim Zangrandi di dekat Hotel Garden Palace, maka mulailah saya berjalan kaki dengan menganggap bahwa lokasinya terletak cukup dekat.
Petualangan saya dimulai semenjak keluar dari Tunjungan Plaza. Bangunan Tunjungan Plaza itu sendiri, Hotel Tunjungan, dan bangunan “Occasion” di depan hotel yang berwarna kekuningan sekaligus bernuansa antik art deco (kurang lebih alirannya adalah ini yach). Walaupun jalanannya terkadang agak gelap, namun jalanan yang ramai tidak membuat saya takut sama sekali. Sesekali masih saya jumpai orang yang berjalan di trotoar, baik yang baru pulang kerja atau menunggu kendaraan.
Memasuki Jalan Gubernor Suryo (dikenal sebagai Jalan Pemuda) , saya berjumpa dengan trotoar yang lebih lebar lagi dan lebih nyaman plus jalan satu arah. Disini terdapaty sejumlah hotel seperti misalnya Hotel Inna Simpang yang mempertahankan bentuk gaya lama-nya. Kediaman Gubernur Jawa Timur pun berlokasi di jalan ini, tepat berseberangan dengan patung Gubernur Suryo yang menyala kekuningan pada malam hari. Menyebrang di bagian jalan yang ini sudah cukup susah. Harus menggunakan jembatan penyebrangan mengingat melalui zebra cross pun, kendaraan agak-agak susah untuk diberhentikan.
Thursday, December 17, 2009
Rek..Ayo Rek..Rame-Rame Ke Tunjungan Plaza
Tunjungan Plaza adalah salah satu plaza besar yang ada di Surabaya. Bangunan yang terletak di Jalan Basuki Rachmat ini mempersatukan berbagai umat dan warga Surabaya dan Jawa Timur dari berbagai macam ragam latar belakang. Apa pasal? Secara sederhana, Tunjungan Plaza terbagi menjadi 4 buah walaupun mereka semua berada hampir dalam satu kesatuan gedung yang sama. Banyak orang menilai dan memang kenyataan yang sebenarnya terjadi di tempat ini, bahwa makin awal angka Tunjungan, makin membumi juga tampilannya. Sebaliknya, semakin tinggi angkanya, semakin ‘wah’ tampilannya. Hal ini menjelaskan mengapa Tunjungan Plaza 1 lebih cenderung berkonsep pasar dan pusat grosir (ITC) sementara Tunjungan Plaza 4 menekankan pada konsep gaya hidup dan mall berkelas. Jadi, tidak salah donk kalau disebutkan bahwa semua kelas masyarakat Surabaya dan Jawa Timur dipersatukan oleh plaza ini? Ini sekedar hipotesis saya saja loch...hehehe...
Apa sich yang ada di Tunjungan Plaza ini? Ya, seperti yang tadi saya bilang. Mau cari butik mewah hingga pasar, semua ada disini. Mau ngantri beli roti atau beli aksesoris murah meriah, semua ada disini. Mall yang sangat luas dan sangat lebar ini memang membuat kita perlu mengeluarkan energi ekstra untuk menjelajahinya. Mengelilingi satu TP saja sudah membuat kaki pegal, gimana dengan 4 TP yach? Saya nggak akan bahas satu-satu tenan yang ada di TP ini. Waktu kedatangan terbaik ke mall/plaza untuk saya adalah malam hari di kala objek wisata outdoor sudah tutup sama sekali karena kurangnya cahaya. Walaupun produk-produk yang dijual hampir sama dengan mall-mall pada umumnya, namun kunjungan ke Plaza cukup dapat mengisi waktu kita yang tersisa di malam hari. Angkutan paling mudah yang dapat digunakan untuk mencapai Tunjungan Plaza adalah taksi. Mengingat banyaknya jalan satu arah di sekeliling Tunjungan Plaza, ada baiknya anda mengantisipasinya dengan mengetahui betul rute dan arah jalan disini.
Wednesday, December 16, 2009
Rasa Indonesia Di Tunjungan Plaza
Pelayanan rumah makan ini terbilang oke punya. Walaupun bukan restoran yang sangat mahal, namun pelayanan para staffnya cukup patut diacungi jempol. Sigap dan tanggap ketika saya meminta sesuatu. Pengetahuan mereka akan produk makanannya pun lumayan, bisa menjawab ketika ditanya sesuatu. Hehehe…soto ayam Ambengan Pak Sadi adalah soto ayam yang paling terkenal se-Surabaya (atau Jawa Timur yach?). Soto ayam ini diklaim sangat enak sekali sehingga saya penasaran untuk mencoba. Kemudian ada kerupuk semanggi. Tampaknya, sangat jelas bahwa bahan baku utama kerupuk ini bukanlah daun semanggi daun keberuntungan yang sering kita lihat itu. Rasanya lebih ke arah beras dech. Harganya murah banget, Cuma Rp. 1.500 saja! Hihihi…nah untuk minumannya, saya memesan es merah delima yang boleh lah buat lidah saya. Enak!
Rumah makan ini pun adalah rumah makan yang ramai. Kalau saya, sehabis makan masih saya lanjutkan lagi dengan acara foto-foto dulu. Sementara itu, orang di samping saya makan-makan dengan keluarganya, dan begitu selesai segera bergegas. Sambil makan, mereka melirik ke arah saya yang asik foto-foto dengan makanan dan ornamen restoran yang antik seperti misalnya lampu klasik. Mungkin mereka pikir, “nich orang koq aneh yach? Makanan aja difoto?” hehehe….