Sejatinya, tempat ini adalah sebuah tanah lapang berkonblok yang disulap dan dibatasi dengan sekat-sekat besi untuk setiap kios yang berdagang. Aneka dagangan tidak hanya memenuhi seluruh lapnagn saja, sejumlah toko di SCJ yang masih buka pun turut menjual makanan. Anda bisa pilih aneka makanan yang tersaji disini. Memang sich, umumnya makanan yang ditemukan di tempat ini adalah makanan yang cukup ‘biasa’ dan umum kita temukan sehari-hari seperti mie pangsit, mie goreng, nasi goreng, bakso dan es-esan. Namun, kalau anda jeli mencari, beberapa makanan khas Jepara dan Kudus (Jepara kan deket sama Kudus) seperti Nasi Tahu, Lontong Telur & Gimbal, Soto Kudus, dan Garangasem.
Thursday, September 30, 2010
Isi Perut Di Shopping Center Jepara : Lontong Telur
Sejatinya, tempat ini adalah sebuah tanah lapang berkonblok yang disulap dan dibatasi dengan sekat-sekat besi untuk setiap kios yang berdagang. Aneka dagangan tidak hanya memenuhi seluruh lapnagn saja, sejumlah toko di SCJ yang masih buka pun turut menjual makanan. Anda bisa pilih aneka makanan yang tersaji disini. Memang sich, umumnya makanan yang ditemukan di tempat ini adalah makanan yang cukup ‘biasa’ dan umum kita temukan sehari-hari seperti mie pangsit, mie goreng, nasi goreng, bakso dan es-esan. Namun, kalau anda jeli mencari, beberapa makanan khas Jepara dan Kudus (Jepara kan deket sama Kudus) seperti Nasi Tahu, Lontong Telur & Gimbal, Soto Kudus, dan Garangasem.
Wednesday, September 29, 2010
Dari Semarang Ke Alun-Alun Jepara
Saya menunggu di pintu keluar Terminal Terboyo kurang lebih selama 15 menit. Untungnya, areal pintu keluar ini ramai. Banyak penumpang yang juga menunggu di tempat ini. Tempat ini menjadi lebih hidup lagi lantaran banyak warung penjual makanan yang menjajakan dagangannya di tempat ini, mulai dari makanan ringan hingga makanan berat sekelas Soto. Bus Semarang – Jepara akhirnya tiba juga. Saya kaget. Bus Semarang – Jepara adalah bus kecil berukuran ¾. Eh, tidak ada bus yang berukuran besar yach? Tambahan lagi, bus ¾ ini adalah bus non-ac. Bukannya saya mau sombong yach. Tapi, bus non-ac biasanya adalah bus lambat. Mereka suka sekali ngetem di berbagai titik demi menunggu sejumlah penumpang. Padahal, saya sudah letih dan ingin sekali tiba di Jepara. Saya selalu memprioritaskan bus AC kalau ada pilihan yang AC. Lama menunggu, akhirnya saya nekad bertanya kepada bapak-bapak yang tampaknya merupakan orang terminal. Beliau menjawab bahwa tidak ada bus jurusan Jepara yang ber AC. Tidak puas dengan jawaban beliau, saya berjalan-jalan kembali demi mencari jawaban yang mengena di hati. Saya menjumpai seorang pedagang makanan. Saya menanyakan hal yang sama dengan sebelumnya. Ia kembali menjawab hal yang sama, tidak ada bus AC dari Semarang ke Jepara. Yang tersedia hanyalah bus ¾ non AC.
Saya tidak memiliki pilihan lagi kalau begitu. Daripada terkatung-katung di jalanan tidak jelas seperti ini, saya lebih memilih terbenam dalam perjalanan bus ¾ non ac. Akhirnya, saya memutuskan untuk naik bus ¾ ini saja. Saya segera menaikkan barang-barang saya ke rak bagasi yang ada di bagian atas setiap bangku penumpang. Loch? Kayaknya ada yang salah yach? *Maaf* pantat saya mengapung sebelah di udara! Ternyata, bangku penumpang bus ¾ ini berukuran 1,5! Kalau dimuati oleh dua orang, maka orang kedua yang berada di sisi gang akan melayang setengah. Orang pertama yang berada di sisi jendela akan terjepit, terdesak oleh saya. Bener-bener kacau ini bus. Kondisi ini diperparah dengan bus yang waktu itu cukup padat. Saya nggak bisa mengokupansi bangku lain untuk saya jajah sendiri. Berhubung sangat padat, saya hanya bisa menahan-nahan duduk dalam posisi yang serba terbatas tersebut. Mengerikan. Untungnya, perjalanan hampir didominasi oleh jalur lurus antara Semarang – Demak – Kudus. Namun, begitu di ruas antara Demak – Kudus, bus pun berbelok dan masuk ke dalam jalan yang lebih kecil daripada ruas utama. Inilah ruas Demak – Jepara. Parah, saya terpontang-panting di tempat ini lantaran saya hanya duduk setengah di kursi yang tersedia. Saya harus berjuang keras memegang benda apapun(misalnya bangku atau tiang) agar tidak terlontar saat bus melewati jalanan berbelok-belok di ruas Demak – Jepara. Jujur saja, perjalanan sejauh hampir 2 jam ini terasa begitu menyiksa. Ditambah dengan saya yang ingin buang air kecil, makin menderitalah saya di dalam bus kecil ini.
Untungnya, setengah perjalanan menuju Jepara dari Demak (ternyata, Jepara masih sangat jauh loch dari Demak), sejumlah besar penumpang turun. Bus pun sekejab menjadi kosong dan saya segera berpindah tempat untuk mengokupansi kursi sisa yang masih tersedia. Duduk mengapung begitu selama berjam-jam ternyata membuat pegal. Anda nggak usah berpikir untuk mencari bus lain ketika sampai di Terboyo sebelumnya. Bus jurusan Semarang – Jepara hanya satu-satunya dan berjenis seperti ini. Jam keberangkatan yang saya naiki (sekitar jam 19.00) merupakan jam keberangkatan terakhir (kira-kira, jam 21.00 akan tiba di Jepara). Setelah itu, anda akan kesulitan sekali untuk mencari bus jurusan Jepara. Bus bergerak dalam kecepatan sedang, cukup cepat menurut saya, dan melewati aneka macam kota-kota kecamatan di Jepara. Jepara, secara mengejutkan, ternyata termasuk kota yang ramai dan cepat berkembang. Entah mungkin disebabkan karena posisinya yang berada di tepi pantai kali yach? Tapi, pada saat malam sekalipun kota ini tidak terlalu sepi. Toko-toko 24 jam buka disana sini. Nggak hanya itu, beberapa bidang usaha yang agak nggak wajar buka 24 jam seperti restoran dan rumah makan, ternyata membuka usaha 24 jam juga disini. Mungkin ini indikator bahwa Jepara cukup ramai didatangi oleh tamu dari luar kali yach? Perjalanan saya selama 1,5 jam tidak terasa membosankan karena bisa banyak melihat kegiatan kota, bukan sekedar pabrik dan sawah saja seperti yang saya bayangkan sebelumnya.
Harusnya, bus yang saya tumpangi akan berhenti di Terminal Jepara. Namun, menurut kenek bus tersebut, karena sudah malam dan bus ini merupakan bus terakhir, maka bus hanya akan sampai alun-alun saja. Kami pun terpaksa harus diturunkan di alun-alun. Jarak antara terminal dan alun-alun sich nggak terlalu jauh. Anda nggak rugi-rugi amat kalau diturunkan di alun-alun karena masih cukup ramai dan bepergian ke Pantai Kartini harusnya lebih mudah dari sini.
Harusnya, bus yang saya tumpangi akan berhenti di Terminal Jepara. Namun, menurut kenek bus tersebut, karena sudah malam dan bus ini merupakan bus terakhir, maka bus hanya akan sampai alun-alun saja. Kami pun terpaksa harus diturunkan di alun-alun. Jarak antara terminal dan alun-alun sich nggak terlalu jauh. Anda nggak rugi-rugi amat kalau diturunkan di alun-alun karena masih cukup ramai dan bepergian ke Pantai Kartini harusnya lebih mudah dari sini.
Sepinya Semarang Bandara - Terboyo
Semarang adalah kota yang sepi, buat saya. Perjalanan saya via taksi dari Bandara Achmad Yani, Semarang Barat hingga ke Terminal Terboyo, Genuk, harus saya lalui dengan melewati wilayah kota yang gelap dan sepi. Jarang sekali terdapat bangunan menyala di kanan kiri. Yang tampak di sekeliling saya hanyalah bangunan-bangunan gelap yang saya nggak terlalu yakin itu apa lantaran terlalu gelap. Ketika sudah bertemu keramaian pun, kendaraan-kendaraan berat berukuran panjang mendominasi perjalanan ini. Di kejauhan, tampak Pelabuhan Tanjung Mas bersinar terang. Oh, saya sudah berada di wilayah pelabuhan tampaknya. Pantas saja, banyak kendaraan-kendaraan berat.
Sekitar setengah jam, taksi berhenti di Terminal Terboyo. Seperti yang sudah-sudah, saya sudah tahu bagaimana cara mencari bus di terminal ini. Mirip-mirip sama terminal-terminal lainnya di Indonesia sich. Kalau mau cepet, jangan pernah masuk terminal. Carilah bus di pintu keluar terminal saja. Bus-bus ini biasanya sudah siap berangkat. Memang sich, ini jadi celah bisnis bagi para supir angkutan tersebut. Mereka menjadi malas untuk berlama-lama di dalam terminal namun langsung bergegas menuju pintu keluar terminal. Untungnya, lokasi perhentian bus di tempat ini tidak terlalu lebar. Akibatnya, bus-bus yang sudah mencapai tempat ini hanya bisa berhenti dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama. Bus yang berhenti terlalu lama dipercaya akan menganggu bus lain yang akan keluar juga. Berhubung Terminal Terboyo adalah terminal besar di Semarang, maka terminal ini melayani hampir semua rute di seluruh Jawa Tengah, hingga luar propinsi. Anda harus bersabar mencari bus rute anda, terlebih apabila rute bus anda termasuk bus yang agak jarang frekuensinya, contoh : Semarang - Jepara.
Sekitar setengah jam, taksi berhenti di Terminal Terboyo. Seperti yang sudah-sudah, saya sudah tahu bagaimana cara mencari bus di terminal ini. Mirip-mirip sama terminal-terminal lainnya di Indonesia sich. Kalau mau cepet, jangan pernah masuk terminal. Carilah bus di pintu keluar terminal saja. Bus-bus ini biasanya sudah siap berangkat. Memang sich, ini jadi celah bisnis bagi para supir angkutan tersebut. Mereka menjadi malas untuk berlama-lama di dalam terminal namun langsung bergegas menuju pintu keluar terminal. Untungnya, lokasi perhentian bus di tempat ini tidak terlalu lebar. Akibatnya, bus-bus yang sudah mencapai tempat ini hanya bisa berhenti dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama. Bus yang berhenti terlalu lama dipercaya akan menganggu bus lain yang akan keluar juga. Berhubung Terminal Terboyo adalah terminal besar di Semarang, maka terminal ini melayani hampir semua rute di seluruh Jawa Tengah, hingga luar propinsi. Anda harus bersabar mencari bus rute anda, terlebih apabila rute bus anda termasuk bus yang agak jarang frekuensinya, contoh : Semarang - Jepara.
Monday, September 27, 2010
Bandara Achmad Yani Semarang Yang (Ternyata Berukuran) Kecil
Perjalanan awal menuju Karimunjawa dimulai dari Semarang. Ya jelas, bandara utama di Jawa Tengah bagian utara adalah Bandara Achmad Yani yang terletak di Semarang. Penerbangan Jakarta – Semarang ditempuh dalam 55 menit. Penerbangan jarak pendek tidak membuat saya terkesan. Serba salah rasanya. Hehehe. Belum sempat rasanya mata ini mencoba terpejam, pengumuman yang berkumandang di seantero kabin mengingatkan bahwa pesawat akan segera mendarat. Sama sekali nggak ada kesempatan untuk tidur dan beristirahat sebelum saya memulai perjalanan panjang ini. Untungnya, saya sedikit terhibur dengan sepotong roti coklat merek Batavia dan segelas air minum. Lumayan, walaupun penerbangan murah meriah (Rp. 247.000), masih ada layanan snack ringan yang disediakan oleh Batavia.
Saya baru pertama kalinya nich mendarat di Bandara Achmad Yani, Semarang. Ternyata, bandara ini berukuran kecil. Saya kaget sama ukuran bandara ini. Sebagai salah satu bandara utama di Jawa Tengah, saya pikir bandara ini berukuran besar. Ternyata saya salah. Selepas turun dari pesawat, saya segera masuk ruang kedatangan di bandara. Di dalam ruang kedatangan, kami langsung disambut oleh ban berjalan tempat koper-koper penumpang berjalan. Disinilah kami harus mengambil koper-koper yang dititipkan di bagasi. Setelah itu, saya langsung keluar dari bandara dan bertemu dengan halaman bandara. Deretan toko-toko penjual makanan dan aneka kebutuhan berada di luar bandara. Disinilah saya disambut oleh segerombolan warga Semarang yang sedang menjemput sanak saudaranya di bandara. Bandara yang kecil ini pun tumpah ruah oleh kehadiran mereka. Baunya pun turut bercampur baur. Aneka rupa dech. Hahaha. Nggak hanya itu, calo-calo taksi memenuhi seluruh halaman bandara dan menawarkan jasanya kepada saya. Tumpah ruah banget pokoknya. Sayangnya, Bandara Achmad Yani (SER) adalah salah satu dari sekian banyak bandara di Indonesia yang belum punya fasilitas DAMRI dari bandara ke pusat kota. Padahal, bandara yang terletak di Semarang Barat ini cukup jauh dari pusat kota. Satu-satunya angkutan yang tersedia kalau anda nggak punya kendaraan pribadi/dijemput adalah taksi. Untuk mencapai pusat kota (sekitar wilayah Semarang Tengah), biaya yang diperlukan sekitar Rp. 55.000 – Rp. 60.000. Anda bisa beli voucher taksi di loket taksi yang tersedia. Disini tersedia berbagai macam tujuan di seputaran Semarang dengan berbagai jenis harga. Anda tinggal pilih mana yang paling dekat dengan lokasi tujuan anda. Berhubung saya bertujuan ke Jepara, maka taksi saya minta untuk berhenti di Terminal Terboyo, terminal utamanya Semarang. Nggak mungkin banget taksi mengantarkan saya sampai ke Jepara. Hahaha. Mungkin-mungkin saja sich sebenarnya, namun, bisa anda bayangin nggak, kira-kira berapa argo taksi yang tampak ketika saya sudah tiba di Jepara. Duh, nggak kebayang dech.
Monday, September 20, 2010
Mengapa Harus Ke Karimunjawa?
Tahun ini tampaknya merupakan waktu bagi saya untuk kembali mengunjungi daerah-daerah wisata yang sebelumnya pernah saya kunjungi. Kali ini, saya kembali mengunjungi Jawa Tengah untuk kali kedua dalam selang tiga bulan saja. Untungnya, saya tidak harus mengulang rute yang sama. Kalau pada perjalanan saya sebelumnya, saya mengunjungi Semarang, Kudus, Solo, Yogyakarta, Magelang dan Purwokerto, maka tujuan perjalanan saya kali ini adalah Jepara dan Karimunjawa. Destinasi lainnya akan saya anggap sebagai bonus. Hehehe.
Karimunjawa, adalah sekumpulan pulau (sekitar 27 buah pulau) yang tersebar di utara Kabupaten Jepara, di Laut Jawa. Karimunjawa masuk dalam wilayah administratif Kabupaten Jepara. Kumpulan kepulauan ini sedang naik daun akhir-akhir ini loch. Penyebabnya adalah trend olahraga menyelam atau diving yang sedang naik daun. “Kalau nggak menyelam, kayaknya kurang oke yach”, begitu kata mereka. Semuanya berlomba-lomba menyambangi tempat-tempat indah untuk menyelam. Kiblat wisata semuanya mengarah ke wisata bahari. Menyelam jadi semacam trend untuk saat ini. Spot-spot penyelaman menarik di seluruh Indonesia (dan dunia) digandrungi oleh penikmat dan bakal-penikmat kegiatan ini. Salah satunya adalah Kepulauan Karimunjawa Di Jepara. Di Indonesia, sebenarnya ada banyak sekali spot-spot penyelaman menarik dari ujung barat ke ujung timur, sebut saja Sabang, Sikuai, Bangka, Derawan, Bali, Takabonerate, Lombok, Riung 17 Pulau, Labuan Bajo, Wakatobi, Togean, Bunaken, Halmahera, Seram, Raja Ampat, Biak dan banyak lagi. Namun Karimunjawa menang dari segi tempat. Posisinya yang cukup dekat dengan Jakarta membuat turis-turis reguler mudah menjejakkan kakinya di sini. Lagipula, ongkos perjalanan jauh lebih murah dibanding harus menuju Sulawesi, apalagi Papua yang berada di ujung timur. Oh yah, satu hal lagi, Karimunjawa termasuk dalam salah satu tempat penyelaman untuk kategori pemula. Ini juga alasan penguat mengapa Karimunjawa naik daun dengan cepat.
Nah, agar anda bisa ikut dalam percakapan-percakapan seputar diving yang sedang nge-trend di masyarakat saat ini dan nggak menjadi penonton saja, pastikan donk, anda sudah mencicipi jenis olahraga yang satu ini. Masalah nanti anda suka atau nggak, ya itu urusan belakangan. Yang penting, anda sudah pernah mencoba dan bisa memberikan komentar. Bukan hanya sekedar terkagum-kagum saja ketika melihat foto bawah laut yang eksotis dan berwarna-warni. Jadi, sudah siap mencicipi diving? Yuk, kemasi barang-barang anda, kita berangkat ke Karimunjawa!
Nah, agar anda bisa ikut dalam percakapan-percakapan seputar diving yang sedang nge-trend di masyarakat saat ini dan nggak menjadi penonton saja, pastikan donk, anda sudah mencicipi jenis olahraga yang satu ini. Masalah nanti anda suka atau nggak, ya itu urusan belakangan. Yang penting, anda sudah pernah mencoba dan bisa memberikan komentar. Bukan hanya sekedar terkagum-kagum saja ketika melihat foto bawah laut yang eksotis dan berwarna-warni. Jadi, sudah siap mencicipi diving? Yuk, kemasi barang-barang anda, kita berangkat ke Karimunjawa!
Sunday, September 19, 2010
Di Ujung Perjalanan : Sultan Hasanuddin II
Masih Sempat Rehat Sejenak Di Barru
Saya Senang! Cuaca sore hari di Barru cukup mendung namun tidak turun hujan sehingga kami yang berada di dalam bus pun tidak merasa kegerahan. Dalam perjalanannya mencapai Makasar, bus pun berhenti sekali lagi di Barru, tepatnya di Rumah Makan Arung Pala. Rumah makan ini berdiri tepat di pinggir pantai. Memang, secara umum wilayah Barru banyak berbatasan langsung dengan Selat Makassar. Demikian juga dengan Jalan Trans Sulawesi yang dibangun mengikuti pantai di Barru. Maka dari itu, nggak heran banyak rumah makan di Barru yang terbangun di pinggir pantai. Walau pantainya tidak menawarkan pasir putih atau resort, namun berwisata di pinggir pantai Kota Barru cukup menarik. Sayangnya, banyak bagian pantai yang sedang direklamasi. Pantai yang sedang direklamasi tersebut banyak dipadati oleh para pekerja, alat-alat berat, dan jalanan yang becek dan rusak. Sayang, pantai di Barru rata-rata tidak memiliki pasir pantai. Misalnya saja di Rumah Makan Arung Palla, pantai yang berada persis di sebelah rumah makan ini dibatu. Tidak ada pengunjung yang nekad berenang di pantai ini walau airnya bersih sekali. Yang bisa dilakukan disini adalah menikmati makanan khas Barru berupa pisang goreng yang dicocol dengan sambal. Minumnya bisa pilih antara kopi atau teh. Banyak penumpang termasuk pak supir dan kernetnya yang menikmati sore di Barru sambil menikmati penganan kecil tersebut. Walau demikian, banyak juga penumpang yang tidak menikmati penganan kecil tersebut namun hanya menikmati semilir angin pantai saja. Di samping rumah makan ini terdapat sejumlah gezebo yang bisa difungsikan sebagai tempat bersantai. Sayang, kenikmatan bersantai sore itu cukup terganggu lantaran jalan yang diperlebar. Suara mesin penggiling semen berpadu dengan rusaknya jalan yang diperbaiki sedikit banyak membuat suasana menjadi kurang nyaman. Walaupun sudah cukup dekat, namun Makassar baru dapat dicapai dalam dua jam perjalanan lagi. Ini salah satu alasan mengapa bus kembali beristirahat untuk yang ketiga kalinya dalam perjalanan Tana Toraja – Makassar.
Akhirnya, bus pun bergerak lagi setelah setengah jam beristirahat. Saya sampai takut tidak bisa sampai di bandara tepat waktu lantaran jam keberangkatan pesawat saya adalah pukul 8. Melewati daerah Pangkajene, jalan rusak yang diperbaiki masih saja mewarnai. Di daerah Pangkajene, ada banyak Dangke, makanan khas Pangkajene yang dijual. Sayang, bus tidak berhenti untuk membeli Dangke lantaran sudah sore. Mungkin kalau saya naik mobil pribadi bisa berhenti sesuka hati kali yach? Demikian pula serupa dengan kejadian di Maros. Bus tidak berhenti di lokasi penjualan Roti Maros, kuliner khas Maros. Bus terus melaju menembus senja yang turun makin larut. Bukit-bukit karst sudah tampak di kejauhan, tanda sudah dekat dengan bandara. Bukit-bukit karst memang menjadi pertanda ciri khas wilayah Maros dan Pangkajene. Selepas Kota Maros, bus akan segera menjumpai Pasar Maros dan Rumah Adat Maros yang dipasang sebagai gapura di ruas Makassar – Maros. Saya segera bergegas bersiap karena bandara tidak terlalu jauh dari gapura rumah adat Maros ini. Benar saja, tidak lama kemudian, jalanan bercabang dan bandara terletak di sebelah kiri. Saya bergegas turun disini.
Dari Enrekang Ke Barru
Rumah Makan Panorama Buntu Kabbobong
Friday, September 17, 2010
Lagi-Lagi, Borong Salak Sangeran, Enrekang
Ballo' Atau Balok Tana Toraja Pelengkap Pesta
Lambatnya Bus Litha Di Tana Toraja
Thursday, September 16, 2010
Kopi Kalosi Toraja Dari Aurora Wibrianne
Nah, Aurora memberikan saya dua kotak kopi Toraja, kopi yang berasal dari Kalosi, satu desa di Kecamatan Alla di Kabupaten Enrekang yang bertugas mengumpulkan kopi di wilayah sekelilingnya. Uniknya, walau bukan berada di Toraja, namun nama Kalosi-Toraja sering sekali disebut dalam satu tarikan nafas untuk memberi merek generik kopi yang berasal dari wilayah Tana Toraja. Ada yang tahu kenapa? Hidung dan mulut saya belum terlalu pandai membedakan jenis-jenis kopi. Arabika dan Robusta saja masih terasa sama untuk saya. Hehehe. Tapi, saya bisa merasakan bahwa Kopi Toraja ini harum dan memiliki rasa yang agak masam saat hisapan pertama. Entah bener atau tidak, tapi ini yang saya rasakan. Buat para penggemar kopi di luar sana, boleh banget mengkoreksi saya. Hehehehe. Cantiknya kopi Kalosi-Toraja yang dikemas dalam kotak bambu berbentuk aneka rupa (bulat, kotak, dll) lalu diukir dengan ukiran Toraja layak banget anda jadikan buah tangan. Ini adalah buah tangan yang khas Toraja. Terlebih kemasannya, bisa berguna untuk banyak hal sekaligus sangat etnik. Oleh-oleh kopi ini bisa ditemukan dengan mudah hampir di seluruh wilayah Kota Rantepao, mulai dari supermarket hingga kios-kios. Oleh-oleh ini bisa mengingatkan kita akan Tana Toraja dan orang yang memberikan oleh-oleh tentunya :) Aurora, Terima Kasih untuk oleh-olehnya yang sangat berkesan yach. Teruskan perjuanganmu untuk selalu mempromosikan Tana Toraja, dimanapun! :)
Kue Tori Manalagi Dan Sirup Markisa Tana Toraja
Malam akhirnya tiba di Tana Toraja. Sudah tidak ada lagi objek wisata alam yang buka selepas malam. Maka, saya mengakhiri kunjungan saya di Ke'te' Kesu'. Saya memutuskan untuk kembali ke kota dan menghabiskan malam disana. Saat malam begini, adalah saat yang tepat untuk belanja oleh-oleh! Setelah mengisi perut (jujur saja, gado-gado di Tana Toraja tidak seenak di tempat aslinya), akhirnya saya berkeliling pasar untuk mendapatkan produk pangan khas Tana Toraja. Hasil pencarian tersebut membuahkan satu jenis makanan berwarna hitam, panjang, kering dan berwijen serta tidak tampak menarik untuk dikonsumsi. Penganan ini diletakkan dalam ember-ember besar di tepi jalan di pasar Rantepao. Makanan apakah itu?
Iseng-iseng saya bertanya pada para penjual tersebut. Mereka, alih-alih menjelaskan, malah meminta saya untuk mencicipi kue tersebut. Saya sempat kaget. Ada testernya, barangkali? Ternyata mereka membuka ember besar tersebut dan meminta saya untuk mengambil kue tersebut. Ember besar tersebut terisi setengahnya oleh benda hitam berbentuk panjang dan saling tumpang tindih tersebut. Saya yang kurang yakin bertanya sekali lagi dan mereka mengijinkan. Saya mencicipi kue tersebut. Dilihat dari bentuknya, saya membayangkan sesuatu yang keras dan terlalu manis. Namun, ketika saya menggigitnya, saya terkejut. Kue ini tidak keras, lembut dan manisnya pas. Ditambah dengan taburan wijen di kulit kue tersebut, tampaknya semakin menggurihkan cita rasa kue ini. Inilah Kue Tori, kue khas Toraja yang terkadang dikenal sebagai Kue Manalagi (Maklum, merek dagang paling terkenal Kue Tori ini adalah merek Manalagi). Kue ini aslinya berada di perbatasan Karassik-Rantepao, 1 kilometer di selatan Kota Rantepao. Namun dalam perkembangannya, kue ini merambah hingga ke tengah kota dan dijual dimana saja, mulai dari kaki lima hingga ruko. Kue ini mengingatkan saya akan kue cucur yang dipotong-potong dan dipadatkan hingga kering. Cita rasanya kuat di gula aren. Kue ini pas sekali dibawa sebagai oleh-oleh karena rasanya enak, cukup awet, dan tidak ditemukan di tempat lain selain Toraja. Sebungkus kue ini (sekitar 200-250 gram) dihargai Rp. 10.000 - Rp. 20.000. Harganya berbeda-beda tergantung lokasi penjual. Harga toko tentunya lebih mahal dibanding emperan pedagang kaki lima.
Oleh-oleh lain yang menarik dan bisa ditemukan di Toraja adalah Sirup Markisa. Ada juga sich Sirup Tamarilla atau Terong Belanda namun yang paling umum ditemukan adalah Sirup Markisa. Sirup-sirup ini hadir dalam berbagai kemasan dan harga. Harga sirup tidak pernah berbohong terhadap kualitasnya. Sirup yang harganya mahal umumnya adalah penyaringan pertama dari buah markisa. Sirup yang harganya murah umumnya adalah hasil penyaringan berkali-kali dari buah markisa. Akibat dari penyaringan berkali-kali, cita rasa markisa sudah sangat hilang dalam cairan tersebut. Gula pun terlalu banyak ditambahkan pada sirup yang berharga murah. Berbeda dengan sirup yang mahal dimana rasa markisa sangat kuat dan manisnya tidak berlebihan. Pada sirup yang mahal, kandungan serat asli buah markisa masih banyak terkandung di dalamnya. Sirup ini dijual mulai dari harga Rp. 7.000 per botol hingga Rp. 30.000. Dari harga ini, seharusnya anda sudah tahu yach, mana sirup yang penyaringan pertama, mana sirup yang sudah penyaringan berkali-kali.
Oleh-oleh lainnya yang banyak ditemukan di Rantepao namun bukan asli berasal dari Toraja adalah Enting dan Bagea. Enting banyak terdapat dari Enrekang. Dalam perjalanan anda dari Enrekang menuju Toraja, anda pasti menemukan makanan ini di ruas Enrekang - Makale. Sementara itu, Bagea adalah makanan khas Indonesia Timur dan cukup terkenal di Maluku dan Manado. Namun, umumnya bagea yang disajikan di tempat ini berasal dari Palopo dengan bahan baku kacang kenari. Walaupun kurang autentik, anda tetap saya sarankan untuk membawa kedua produk ini sebagai oleh-oleh. Rata-rata, snack lainnya ini berharga Rp. 15.000 - Rp. 25.000. Buat anda yang kuatir bagaimana cara membawa barang-barang ini, jangan kuatir! Mulai dari toko hingga emperan toko menyediakan kardus-kardus yang bisa anda pilih untuk mengepak oleh-oleh Toraja anda. Menyenangkan bukan?
Oleh-oleh lain yang menarik dan bisa ditemukan di Toraja adalah Sirup Markisa. Ada juga sich Sirup Tamarilla atau Terong Belanda namun yang paling umum ditemukan adalah Sirup Markisa. Sirup-sirup ini hadir dalam berbagai kemasan dan harga. Harga sirup tidak pernah berbohong terhadap kualitasnya. Sirup yang harganya mahal umumnya adalah penyaringan pertama dari buah markisa. Sirup yang harganya murah umumnya adalah hasil penyaringan berkali-kali dari buah markisa. Akibat dari penyaringan berkali-kali, cita rasa markisa sudah sangat hilang dalam cairan tersebut. Gula pun terlalu banyak ditambahkan pada sirup yang berharga murah. Berbeda dengan sirup yang mahal dimana rasa markisa sangat kuat dan manisnya tidak berlebihan. Pada sirup yang mahal, kandungan serat asli buah markisa masih banyak terkandung di dalamnya. Sirup ini dijual mulai dari harga Rp. 7.000 per botol hingga Rp. 30.000. Dari harga ini, seharusnya anda sudah tahu yach, mana sirup yang penyaringan pertama, mana sirup yang sudah penyaringan berkali-kali.
Oleh-oleh lainnya yang banyak ditemukan di Rantepao namun bukan asli berasal dari Toraja adalah Enting dan Bagea. Enting banyak terdapat dari Enrekang. Dalam perjalanan anda dari Enrekang menuju Toraja, anda pasti menemukan makanan ini di ruas Enrekang - Makale. Sementara itu, Bagea adalah makanan khas Indonesia Timur dan cukup terkenal di Maluku dan Manado. Namun, umumnya bagea yang disajikan di tempat ini berasal dari Palopo dengan bahan baku kacang kenari. Walaupun kurang autentik, anda tetap saya sarankan untuk membawa kedua produk ini sebagai oleh-oleh. Rata-rata, snack lainnya ini berharga Rp. 15.000 - Rp. 25.000. Buat anda yang kuatir bagaimana cara membawa barang-barang ini, jangan kuatir! Mulai dari toko hingga emperan toko menyediakan kardus-kardus yang bisa anda pilih untuk mengepak oleh-oleh Toraja anda. Menyenangkan bukan?
Gado-Gado Dari Tana Toraja Di Restoran Mambo?
Wednesday, September 15, 2010
Wajib Mengunjungi Ke'te' Kesu'
Tujuan akhir saya sebagai penutup jalan-jalan di Toraja Utara adalah Ke'te' Kesu'. Saya memilih tempat ini karena Ke'te' Kesu' adalah pusat kunjungan wisatawan yang paling terkenal di seluruh Tana Toraja. Dengan akses jalan yang bagus, dekat Rantepao, desa wisata terawat dan komplit atraksinya, wajar banget Ke'te' Kesu' menjadi terkenal dan ramai dikunjungi turis. Saya menempuh perjalanan yang cukup jauh dari Balusu hingga ke Ke'te' Kesu'. Saya harus kembali menempuh semua jalur yang saya lewati tadi dan mengikuti aliran Sungai Sa’dan. Ke'te' Kesu' terletak di sisi lain Kota Rantepao. Saya harus melewati Rantepao dulu baru bertemu Ke'te' Kesu'. Walau pernah mengunjungi Ke'te' Kesu', tapi saya merasam kunjungan ke Tana Toraja nggak pernah lengkap kalau nggak menyambangi tempat ini. Yuk, kita kembali lagi sekaligus bernostalgia.

Sayang, sore itu Ke'te' Kesu' diguyur hujan. Saya tetap nekad memacu kendaran saya kesana. Sewa motornya masih ada sisa jam. Sayang banget kalau hujan menghambat perjalanan saya. Untungnya, jalanan menuju Ke'te' Kesu' cukup baik walaupun berukuran tidak terlalu besar. Walaupun hujan, sejumlah wisatawan tetap tampak di Ke'te' Kesu'. Ke'te' Kesu' adalah desa wisata yang terkenal akan deretan Tongkonan dan Alangnya yang berjejer cantik. Serupa dengan Desa Pallawa, Ke'te' Kesu' menawarkan lebih banyak atraksi dan variasi kerajinan tangan. Adalah sesuatu yang sangat wajib dilakukan bila anda berkunjung ke Tana Toraja dan berfoto dengan latar belakang yang cantik khas Toraja ini. Sejumlah Tongkonan yang masih digunakan hingga kini berpadu dengan deretan Alang yang difungsikan sebagai lumbung padi memang menjadi pemandangan khas Toraja yang banyak sekali menghiasi pemandangan di kartu pos maupun internet dan majalah. Mencari Ke'te' Kesu' tidaklah susah. Dari Rantepao, berjalanlah ke arah selatan menuju Makale. Kurang lebih satu kilometer dari pintu gerbang kota, anda akan bertemu dengan pertigaan Karassik yang memiliki patung kerbau belang di tengah-tengah jalan raya. Dari pertigaan ini, beloklah ke kiri dan terus sekitar 5 kilometer jauhnya, anda akan bertemu plang Ke'te' Kesu' di sebelah kanan jalan. Dari jalan masuk menuju Ke'te' Kesu', anda akan melihat deretan Tongkonan dan Alang yang menjadi khas pemandangan Toraja. Dilatari dengan sawah dan pegunungan, pemandangan ini sungguh cantik.
Tiket masuk untuk memasuki Ke'te' Kesu' sebesar Rp. 10.000. Loket masuk sudah tersedia di tempat ini. sebelum masuk, anda akan melihat deretan toko souvenir dan kerajinan khas Toraja berjejer di tempat ini. Semua toko tersebut memajang banyak kerajinan dengan harga yang bersaing dan murah. Selepas toko-toko souvenir, inilah Ke'te' Kesu', Toraja yang sesungguhnya.
Kalau sudah dari Pallawa, Ke'te' Kesu' ini tidak akan terlalu spesial untuk anda. Bentang Tongkonan antara kedua tempat ini hampir serupa. Foto yang dihasilkan pun cenderung akan mirip. Perbedaan yang cukup jelas adalah Ke'te' Kesu' lebih berkembang, terutama dari adanya museum yang ada di dalam kompleks dan sebuah workshop pembuatan ukiran Toraja di salah satu rumah. Ini menunjukkan, perkembangan Ke'te' Kesu' sudah berorientasi wisata. Sementara itu, Desa Pallawa masih ditinggali layaknya desa pada umumnya. Sembari melihat dan berfoto-foto, anda bisa melihat bagaimana ukiran Toraja dibuat dan kalau perlu belajar dari para pembuatnya. Setelah belajar, jangan lupa untuk membeli beberapa produk ukiran tersebut.

Setelah puas berfoto dengan latar belakang Tongkonan, sekarang saatnya anda melihat makam Toraja. Ada sebuah jalan masuk diantara Tongkonan dua dan tiga yang akan mengantarkan anda ke makam. Jangan takut, walaupun jalanannya kecil dan penuh oleh rerimbunan tanaman sehingga berkesan gelap dan suram, namun disini banyak terdapat toko souvenir sehingga anda tidak perlu merasa takut. Jalan masuk tersebut akan berujung pada sebuah tebing dan beberapa bangunan unik makam Toraja. Adalah makam para bangsawan Toraja yang dimakamkan di tempat ini. Salah satu bangunan dengan bentuk seperti drum raksasa menyimpan banyak sekali koleksi tulang belulang dari keluarga bangsawan dan seluruh silsilah keluarganya. Beberapa tau-tau (boneka representasi manusia) leluhurnya masih tampak dan dipajang di depan makam. Sementara itu, makam yang jauh lebih berkesan Toraja terdapat di atas tebing. Deretan erong (peti mati) atau kubur batu khas Toraja tampak digantung di langit-langit tebing. Beberapa erong yang hancur memperlihatkan isinya : tengkorak dan tulang belulang. Ada sebuah pintu sorong yang dibuat di antara erong di tengah-tengah tebing. Pintu tersebut melindungi puluhan tau-tau yang dipajang di tempat itu. Sudah merupakan ritual kebiasaan Orang Torajalah bahwa harta benda sang almarhum ketika masih hidup biasanya akan diikutsertakan pada mayat atau tau-taunya. Sudah jamak ditemukan bahwa tau-tau memiliki perhiasan emas berlian yang cukup mahal. Oleh karena itu, nggak heran tau-tau menjadi sasaran empuk para pencuri. Sudah sering dilaporkan kasus pencurian perhiasan atau benda berharga di tau-tau. Demi mengantisipasi hal tersebut agar tidak terjadi lagi, maka keturunan dari sang almarhum akhirnya membuatkan pintu yang bisa dikunci untuk melindungi tau-tau dari tangan-tangan jahil.

Walaupun sudah sore, Ke'te' Kesu' masih cukup ramai. Beberapa turis bahkan memanjat tebing hingga ke puncak, sesuatu yang tidak saya lakukan karena sudah agak gelap, hampir menjelang malam. Akhirnya, saya kembali ke depan, bersama dengan segerombolan turis yang hendak pulang juga. Walaupun secara umum tempat wisata di Toraja tutup setelah gelap, namun secara praktek, beberapa toko souvenir masih buka melewati jam 6 sore, bahkan cenderung masih ramai. Beberapa turis yang menyudahi kunjungan mereka di Ke'te' Kesu' umumnya masih asik berbelanja souvenir di toko-toko yang banyak bertebaran di pintu keluar. Saya sendiri termasuk orang yang memborong aneka souvenir cantik tersebut. Saya membeli kain, ukiran khas, dan benda-benda khas Toraja yang bagus-bagus dan harganya cukup murah. Memang, dibandingkan dengan harga di Pasar Rantepao, harga di tempat wisata jauh lebih murah. Beberapa benda seperti ukiran, bisa beda hingga setengah karena umumnya tiap toko di lokasi wisata memiliki workshop untuk mengerjakan ukiran tersebut sendiri. Kecuali anda terpaksa sekali, usahakan untuk membeli produk kerajinan tangan ini di tempat asal dimana mereka memproduksinya. Anda akan mendapatkan harga murah yang menarik.
Sayang, sore itu Ke'te' Kesu' diguyur hujan. Saya tetap nekad memacu kendaran saya kesana. Sewa motornya masih ada sisa jam. Sayang banget kalau hujan menghambat perjalanan saya. Untungnya, jalanan menuju Ke'te' Kesu' cukup baik walaupun berukuran tidak terlalu besar. Walaupun hujan, sejumlah wisatawan tetap tampak di Ke'te' Kesu'. Ke'te' Kesu' adalah desa wisata yang terkenal akan deretan Tongkonan dan Alangnya yang berjejer cantik. Serupa dengan Desa Pallawa, Ke'te' Kesu' menawarkan lebih banyak atraksi dan variasi kerajinan tangan. Adalah sesuatu yang sangat wajib dilakukan bila anda berkunjung ke Tana Toraja dan berfoto dengan latar belakang yang cantik khas Toraja ini. Sejumlah Tongkonan yang masih digunakan hingga kini berpadu dengan deretan Alang yang difungsikan sebagai lumbung padi memang menjadi pemandangan khas Toraja yang banyak sekali menghiasi pemandangan di kartu pos maupun internet dan majalah. Mencari Ke'te' Kesu' tidaklah susah. Dari Rantepao, berjalanlah ke arah selatan menuju Makale. Kurang lebih satu kilometer dari pintu gerbang kota, anda akan bertemu dengan pertigaan Karassik yang memiliki patung kerbau belang di tengah-tengah jalan raya. Dari pertigaan ini, beloklah ke kiri dan terus sekitar 5 kilometer jauhnya, anda akan bertemu plang Ke'te' Kesu' di sebelah kanan jalan. Dari jalan masuk menuju Ke'te' Kesu', anda akan melihat deretan Tongkonan dan Alang yang menjadi khas pemandangan Toraja. Dilatari dengan sawah dan pegunungan, pemandangan ini sungguh cantik.
Tiket masuk untuk memasuki Ke'te' Kesu' sebesar Rp. 10.000. Loket masuk sudah tersedia di tempat ini. sebelum masuk, anda akan melihat deretan toko souvenir dan kerajinan khas Toraja berjejer di tempat ini. Semua toko tersebut memajang banyak kerajinan dengan harga yang bersaing dan murah. Selepas toko-toko souvenir, inilah Ke'te' Kesu', Toraja yang sesungguhnya.
Kalau sudah dari Pallawa, Ke'te' Kesu' ini tidak akan terlalu spesial untuk anda. Bentang Tongkonan antara kedua tempat ini hampir serupa. Foto yang dihasilkan pun cenderung akan mirip. Perbedaan yang cukup jelas adalah Ke'te' Kesu' lebih berkembang, terutama dari adanya museum yang ada di dalam kompleks dan sebuah workshop pembuatan ukiran Toraja di salah satu rumah. Ini menunjukkan, perkembangan Ke'te' Kesu' sudah berorientasi wisata. Sementara itu, Desa Pallawa masih ditinggali layaknya desa pada umumnya. Sembari melihat dan berfoto-foto, anda bisa melihat bagaimana ukiran Toraja dibuat dan kalau perlu belajar dari para pembuatnya. Setelah belajar, jangan lupa untuk membeli beberapa produk ukiran tersebut.