Walaupun sebenarnya saya nggak boleh berpihak dan membuat blok, namun saya secara pribadi sangat tidak menyukai wisata makam. Tentu, ada alasannya mengapa saya tidak menyukai wisata makam. Sepanjang perjalanan, saya banyak menemukan makam yang dikomersialisasi. Maksudnya apa? Gambarannya begini, mulai dari pintu masuk, orang yang meminta-minta sudah duduk di emperan di sepanjang jalan. Di pintu masuk, sejumlah pungutan liar terjadi di luar dari tiket masuk yang wajar. Di tempat parkir, pungutan yang ada melebihi kewajaran dengan tingkat pelayanan yang membuat saya geleng-geleng kepala. Belum lagi sejumlah orang yang menggunakan tempat makam tersebut untuk “meminta sesuatu” mulai dari yang wajar hingga yang agak nyeleneh dan akhirnya tergolong ajaib. Saya sangat nggak suka makam yang terkomersialisasi seperti yang terjadi pada sejumlah makam tokoh besar di Jawa. Penduduk yang tinggal disana tahu bahwa makam tersebut ramai pengunjung dan mereka memanfaatkannya dengan cara yang salah. Orang-orang yang datang pun selain untuk berziarah pun menurut saya juga memiliki tujuan yang menyimpang. Buat saya, penting bagi saya untuk masuk ke sebuah makam, mendapat pencerahan dan informasi akurat akan seorang tokoh yang dimakamkan, baik dari papan informasi ataupun pemandu. Maaf saja, makam bukan tempat komersil untuk saya. Makam yang begini, yang justru terjadi di banyak tempat di Pulau Jawa, sama sekali tidak menarik minat saya. Saya tidak bisa mendapatkan informasi akurat tentang tokoh tersebut, malah gangguan yang didapat. Mau marah nggak sich?
Untungnya, ini tidak terjadi pada salah seorang tokoh nasional, pahlawan Bangsa Indonesia yang akan saya kunjungi di Tanah Sumatera Utara ini. Tokoh tersebut adalah Raja Sisingamangaraja XII. Entah mengapa, mendengar nama Balige, Ibukota Kabupaten Toba Samosir sudah terasosiasi dengan baik dengan makam Sisingamangaraja XII di benak saya. Nah, makamnya ini terletak di Desa Pagar Batu, tidak terlalu jauh dari pintu masuk Kota Balige, searah dengan T.B. Silalahi Center, sekitar 200 meter berjalan kaki ke dalam. Jangan kuatir, petunjuk jalan cukup jelas dan kanan kiri adalah bangunan rumah. Tidak jauh dari gerbang “Objek Wisata Pagar Batu”, setelah melewati ladang jagung dan sejumlah jagung yang dijemur, ada satu areal yang berpagar rapih dan bertuliskan “Makam Pahlawan Nasional Raja Sisingamangaraja XII Soposurung Balige”. Yak, anda sudah sampai!
Makam ini terlihat sangat resik dan terawat rapih. Uniknya, walaupun di sudut areal makam ada sebuah warung yang harusnya berfungsi sebagai tempat penjaga, namun beberapa orang yang sedang mengobrol tersebut tetap asyik dengan kegiatannya ketika saya datang. Tidak hanya itu saja, mereka tampak tidak terusik walaupun saya mondar-mandir di area tersebut dan melihat-lihat. Baiklah, saya simpulkan bahwa masuk tempat ini gratis. Hehehe. Areal makam tersebut ternyata cukup luas. Selain makam Raja Sisingamangaraja XII yang tampak cukup jelas dari tepi jalan, ada Rumah Bolon yang berfungsi sebagai gedung perpustakaan. Selain itu ada sebuah sopo kecil dan sebuah sumur yang saya nggak tahu kegunaannya untuk apa karena tidak ada penjelasannya sama sekali. Sumur ini cukup dalam dan saya tidak bisa melihat dasarnya walaupun jejak vandalisme terlihat dengan adanya coret-coretan di tempat yang agak kurang lazim. Walau demikian, hampir semua bagian dari areal makam ini termasuk sumur tersebut sudah tertata rapih dengan terlapisinya hampir semua bagian dengan keramik. Di sejumlah bagian, hiasan gorga dan ukir-ukiran Batak mempercantik tampilan makam.
Untuk masuk makam Raja Sisingamangaraja XII sendiri, anda harus melepas alas kaki. Wow! Ada sebuah kotak donasi dan buku tamu yang sebaiknya anda tulis saat berkunjung ke makam ini. Sayang, ketiadaan penjaga membuat makam ini terasa kosong. Apalagi buku tamunya sudah lepas-lepasan dan rusak. Makam ini sendiri terdiri atas tiga makam. Makam tengah adalah Makam Raja Sisingamangaraja XII dengan bentuk bangunan yang paling tinggi. Sementara itu di kanan dan kirinya adalah makam kedua putra Sisingamangaraja XII yang gugur bersama dengan beliau yakni Raja Patuan Anggi dan Raja Patuan Nagari (namanya agak-agak bernuansa Minang yach?). Walaupun anak beliau ada tiga, termasuk Putri Lopian yang gugur bersama di medan perang, namun hanya dua dari anaknya ini yang dikuburkan bersama Sisingamangaraja XII di Soposurung. Tentu akan timbul pertanyaan, mengapa? Kalau baca secara detailnya disini, anda akan memahami bahwa Balige bukanlah tempat para pahlawan kita ini gugur. Mereka gugur di Simsim. Tulang belulangnya dipindahkan ke sejumlah tempat secara militer dan adat. Nah, terakhir tulang belulang tersebut barulah dipindahkan di balige atas saran dari Presiden Soekarno kala itu. Putri Lopian sendiri tenggelam dan tertimbun tanah di jurang. Jenazahnya sukar ditemukan dan akhirnya diputuskanlah untuk mengambil sebagian dari tanah tempat jasadnya tertimbun secara adat untuk dimakamkan di Porsea. Ketiga makam ini berbentuk podium penyerahan medali dengan bangunan tertinggi untuk Raja Sisingamangaraja XII. Makam-makam ini ditutupi batu merah dan sebagian dihiasi dengan ukir-ukiran khas Batak. Cantik. Sayang sekali, sayalah satu-satunya pengunjung pada siang tersebut.
Di sudut areal makam, ada Ruma Bolon besar yang sayangnya, setelah saya hampiri, ternyata terkunci. Diresmikan jauh setelah makam Raja Sisingamangaraja XII, gedung perpustakaan ini tampaknya tidak dijaga. Saya sedikit mengintip ke dala dan tampaklah bahwa tidak banyak yang bisa dilihat dari ruma ini. Toh, bangunannya terkunci pula. Presiden Soesilo Bambang Yoedhoyono dan Surya Dharma Paloh pernah berkunjung ke kompleks makam ini. Hal ini terbukti dengan hadirnya masing-masing tanda tangan mereka dalam marmer prasasti yang berbeda. Selain kehadiran dua marmer pualam ini, tidak terlihat lagi adanya papan ataupun petunjuk informasi lainnya di areal ini. Sayang sekali.
Kunjungan singkat saya di kompleks Makam Raja Sisingamangaraja akhirnya diselesaikan karena saya harus mengejar waktu sebelum berangkat ke Sibolga. Pada saat saya keluar sekalipun, beberapa orang yang terletak di warung sama sekali tidak menyadari keberadaan saya. Mereka masih saja terus asyik mengobrol sambil ngopi dan bermain catur. Seorang petani dengan kerbaunya pun tampak melenggang santai di pinggir areal makam ini. Hehehe. Dengan demikian, saya bisa menyimpulkan bahwa kunjungan ke Makam Raja Sisingamangaraj XII ini adalah gratis!
Untungnya, ini tidak terjadi pada salah seorang tokoh nasional, pahlawan Bangsa Indonesia yang akan saya kunjungi di Tanah Sumatera Utara ini. Tokoh tersebut adalah Raja Sisingamangaraja XII. Entah mengapa, mendengar nama Balige, Ibukota Kabupaten Toba Samosir sudah terasosiasi dengan baik dengan makam Sisingamangaraja XII di benak saya. Nah, makamnya ini terletak di Desa Pagar Batu, tidak terlalu jauh dari pintu masuk Kota Balige, searah dengan T.B. Silalahi Center, sekitar 200 meter berjalan kaki ke dalam. Jangan kuatir, petunjuk jalan cukup jelas dan kanan kiri adalah bangunan rumah. Tidak jauh dari gerbang “Objek Wisata Pagar Batu”, setelah melewati ladang jagung dan sejumlah jagung yang dijemur, ada satu areal yang berpagar rapih dan bertuliskan “Makam Pahlawan Nasional Raja Sisingamangaraja XII Soposurung Balige”. Yak, anda sudah sampai!
Makam ini terlihat sangat resik dan terawat rapih. Uniknya, walaupun di sudut areal makam ada sebuah warung yang harusnya berfungsi sebagai tempat penjaga, namun beberapa orang yang sedang mengobrol tersebut tetap asyik dengan kegiatannya ketika saya datang. Tidak hanya itu saja, mereka tampak tidak terusik walaupun saya mondar-mandir di area tersebut dan melihat-lihat. Baiklah, saya simpulkan bahwa masuk tempat ini gratis. Hehehe. Areal makam tersebut ternyata cukup luas. Selain makam Raja Sisingamangaraja XII yang tampak cukup jelas dari tepi jalan, ada Rumah Bolon yang berfungsi sebagai gedung perpustakaan. Selain itu ada sebuah sopo kecil dan sebuah sumur yang saya nggak tahu kegunaannya untuk apa karena tidak ada penjelasannya sama sekali. Sumur ini cukup dalam dan saya tidak bisa melihat dasarnya walaupun jejak vandalisme terlihat dengan adanya coret-coretan di tempat yang agak kurang lazim. Walau demikian, hampir semua bagian dari areal makam ini termasuk sumur tersebut sudah tertata rapih dengan terlapisinya hampir semua bagian dengan keramik. Di sejumlah bagian, hiasan gorga dan ukir-ukiran Batak mempercantik tampilan makam.
Untuk masuk makam Raja Sisingamangaraja XII sendiri, anda harus melepas alas kaki. Wow! Ada sebuah kotak donasi dan buku tamu yang sebaiknya anda tulis saat berkunjung ke makam ini. Sayang, ketiadaan penjaga membuat makam ini terasa kosong. Apalagi buku tamunya sudah lepas-lepasan dan rusak. Makam ini sendiri terdiri atas tiga makam. Makam tengah adalah Makam Raja Sisingamangaraja XII dengan bentuk bangunan yang paling tinggi. Sementara itu di kanan dan kirinya adalah makam kedua putra Sisingamangaraja XII yang gugur bersama dengan beliau yakni Raja Patuan Anggi dan Raja Patuan Nagari (namanya agak-agak bernuansa Minang yach?). Walaupun anak beliau ada tiga, termasuk Putri Lopian yang gugur bersama di medan perang, namun hanya dua dari anaknya ini yang dikuburkan bersama Sisingamangaraja XII di Soposurung. Tentu akan timbul pertanyaan, mengapa? Kalau baca secara detailnya disini, anda akan memahami bahwa Balige bukanlah tempat para pahlawan kita ini gugur. Mereka gugur di Simsim. Tulang belulangnya dipindahkan ke sejumlah tempat secara militer dan adat. Nah, terakhir tulang belulang tersebut barulah dipindahkan di balige atas saran dari Presiden Soekarno kala itu. Putri Lopian sendiri tenggelam dan tertimbun tanah di jurang. Jenazahnya sukar ditemukan dan akhirnya diputuskanlah untuk mengambil sebagian dari tanah tempat jasadnya tertimbun secara adat untuk dimakamkan di Porsea. Ketiga makam ini berbentuk podium penyerahan medali dengan bangunan tertinggi untuk Raja Sisingamangaraja XII. Makam-makam ini ditutupi batu merah dan sebagian dihiasi dengan ukir-ukiran khas Batak. Cantik. Sayang sekali, sayalah satu-satunya pengunjung pada siang tersebut.
Di sudut areal makam, ada Ruma Bolon besar yang sayangnya, setelah saya hampiri, ternyata terkunci. Diresmikan jauh setelah makam Raja Sisingamangaraja XII, gedung perpustakaan ini tampaknya tidak dijaga. Saya sedikit mengintip ke dala dan tampaklah bahwa tidak banyak yang bisa dilihat dari ruma ini. Toh, bangunannya terkunci pula. Presiden Soesilo Bambang Yoedhoyono dan Surya Dharma Paloh pernah berkunjung ke kompleks makam ini. Hal ini terbukti dengan hadirnya masing-masing tanda tangan mereka dalam marmer prasasti yang berbeda. Selain kehadiran dua marmer pualam ini, tidak terlihat lagi adanya papan ataupun petunjuk informasi lainnya di areal ini. Sayang sekali.
Kunjungan singkat saya di kompleks Makam Raja Sisingamangaraja akhirnya diselesaikan karena saya harus mengejar waktu sebelum berangkat ke Sibolga. Pada saat saya keluar sekalipun, beberapa orang yang terletak di warung sama sekali tidak menyadari keberadaan saya. Mereka masih saja terus asyik mengobrol sambil ngopi dan bermain catur. Seorang petani dengan kerbaunya pun tampak melenggang santai di pinggir areal makam ini. Hehehe. Dengan demikian, saya bisa menyimpulkan bahwa kunjungan ke Makam Raja Sisingamangaraj XII ini adalah gratis!
hahahaha, lucu sekali plangak-plongok di makam, takut2 kalau disuruh bayar ternyata gratis. thanks atas ceritanya, saya baru tau kalau ada pahlawan yg bernama Putri Lopian :)
ReplyDeletehihihi...banyak koq pahlawan nasional yang namanya tenggelam. :)
ReplyDeletehmm...saya sih bukannya nggak mau bayar ya. saya sudah sengaja nampil di depan mereka, tapi tetep aja ga dipungit bayaran. bukan salah saya donk #mengelak :))
makin indah j kampunk ku
ReplyDelete