Saatnya kembali ke Balige! Namun, sebelum saya beranjak meninggalkan Hotel Bali, saya menyempatkan diri untuk meminta sang supir menunggu sebentar karena saya ingin membeli oleh-oleh khas Tapanuli Utara. Kalau di Samosir ada Kacang Rondam, maka di Tapanuli ada Kacang Sihobuk. Bedanya apa? Kalau kata penjualnya, Kacang Rondam itu asin, sementara “Kacang Sihobuk manis lho”, begitu rayunya. Saya nggak perlu berjalan terlalu jauh, karena Kacang Sihobuk ini dijual persis di depan Hotel Bali tempat saya menginap. Mudah dicarinya dan nggak perlu melangkahkan kaki jauh-jauh. Bagi teman-teman yang berkendara dari Siborong-borong, pasti akan menjumpai wilayah Hutaraja, Sipoholon yang yang di tepinya berjejer berderet-deret berselang-seling kios-kios dan kedai penjualan Kacang Sihobuk ini. Bisa dibilang, Kacang Sihobuk memerahkan Tapanuli Utara. Hehehe.
Walaupun diklain lebih manis, namun saya mencoba mencicipi dan mencoba mencari rasa manis-nya dari kacang ini. Hmm…apa iya begitu? Intinya sich kacang ini tetap menggunakan pasir sebagai media memasaknya, tidak berbeda jauh dengan Kacang Rondam. Apa yang membedakan mereka berdua? Apakah hanya nama saja? Yang jelas, saya mulai berpikiran buruk kalau si penjual agak-agak ngarang. Hahaha. Kebetulan, Kacang Rondam yang saya beli pun belum habis sehingga saya membandingkan kedua rasanya. Entah indera perasa saya sudah nggak bener atau bagaimana yach? Yang jelas, kedua jenis kacang ini tidak berbeda jauh dari segi rasa. Mungkin lidah sekaliber William Wongso atau Bondan Winarno baru bisa membedakannya kali yach? Hihihi. Untuk kemasan sedang, kacang ini lebih mahal daripada Kacang Rondam. Saya membeli kemasan sedang seharga RP. 15.000 sebagai oleh-oleh. Ada kemasan lebih besar lagi seharga RP. 20.000 namun saya tidak tertarik karena masih harus menempuh perjalanan ke Nias pada malam ini. Yang ringan saja dech, agar mudah membawanya. Iseng-iseng saya menawar harga Kacang Sihobuk ini dan nggak dikasih. Hmm..saya heran dech kalau sampai dikasih. Hehehe. Buat teman-teman yang nggak sempat singgah di Tarutung, jangan kuatir, penjual Kacang Sihobuk ini bertebaran dan berjejer di sepanjang jalan raya Sipoholon – Tarutung koq selepas Siborong-borong. Nggak susah mencarinya, cari saja kios dengan deretan kemasan berwarna merah. Pasti inilah Kacang Sihobuk yang dimaksud. Ketika kembali ke depan jalan raya, ternyata sang supir tidak mau menunggu saya, dia sudah pergi. Hiks. Apa boleh buat, mari kita menunggu angkutan menuju Balige di tepi jalan, sambil menikmati sebutir dua butir Kacang Sihobuk dari Tapanuli Utara.
Walaupun diklain lebih manis, namun saya mencoba mencicipi dan mencoba mencari rasa manis-nya dari kacang ini. Hmm…apa iya begitu? Intinya sich kacang ini tetap menggunakan pasir sebagai media memasaknya, tidak berbeda jauh dengan Kacang Rondam. Apa yang membedakan mereka berdua? Apakah hanya nama saja? Yang jelas, saya mulai berpikiran buruk kalau si penjual agak-agak ngarang. Hahaha. Kebetulan, Kacang Rondam yang saya beli pun belum habis sehingga saya membandingkan kedua rasanya. Entah indera perasa saya sudah nggak bener atau bagaimana yach? Yang jelas, kedua jenis kacang ini tidak berbeda jauh dari segi rasa. Mungkin lidah sekaliber William Wongso atau Bondan Winarno baru bisa membedakannya kali yach? Hihihi. Untuk kemasan sedang, kacang ini lebih mahal daripada Kacang Rondam. Saya membeli kemasan sedang seharga RP. 15.000 sebagai oleh-oleh. Ada kemasan lebih besar lagi seharga RP. 20.000 namun saya tidak tertarik karena masih harus menempuh perjalanan ke Nias pada malam ini. Yang ringan saja dech, agar mudah membawanya. Iseng-iseng saya menawar harga Kacang Sihobuk ini dan nggak dikasih. Hmm..saya heran dech kalau sampai dikasih. Hehehe. Buat teman-teman yang nggak sempat singgah di Tarutung, jangan kuatir, penjual Kacang Sihobuk ini bertebaran dan berjejer di sepanjang jalan raya Sipoholon – Tarutung koq selepas Siborong-borong. Nggak susah mencarinya, cari saja kios dengan deretan kemasan berwarna merah. Pasti inilah Kacang Sihobuk yang dimaksud. Ketika kembali ke depan jalan raya, ternyata sang supir tidak mau menunggu saya, dia sudah pergi. Hiks. Apa boleh buat, mari kita menunggu angkutan menuju Balige di tepi jalan, sambil menikmati sebutir dua butir Kacang Sihobuk dari Tapanuli Utara.
hi om Lomaaar :D apa kabar :D lama tak main ya aku :(
ReplyDeleteini mah sama aja ah kayak kacang kulit biasa ya :P
hihihihi aku juga sudah lama tak ngepost wekekekeke...gimana kabar Tiara? iyah, ini sama kayak kacang kulit biasa, bedanya cuma direndam pakai pasir puanashhh...hehehe
ReplyDelete