Saya teringat akan perjalanan saya mencari Tanjung Bira sekian tahun yang lampau. Saya sich senang dan terpesona akan pantai berpasir putihnya yang mirip sekali dengan tepung tersebut. Saya belum pernah melihat dan mencicipi pantai sejenis di tempat lain di Indonesia. Kondisi pantai pun masih sangat bagus, kalau saya katakan. Indikatornya adalah banyaknya hewan laut yang masih dengan mudahnya ditemui di penjuru pantai. Aneka jenis kerang, bintang laut, bulu babi, serta hewan-hewan ajaib yang jarang saya lihat bertebaran dengan mudahnya di penjuru pantai. Ditambah dengan minimnya sampah, pantai ini benar-benar sangat layak untuk dijadikan destinasi wisata utama, bukan hanya wisata lokal yang menarik masyarakat Makassar atau Watampone saja,namun seluruh penduduk Indonesia, bahkan warga dunia!Kondisi pantai yang demikian inilah yang membuat saya menganugerahkan julukan "Pantai Seksi" untuk si Tanjung Bira, yang bernama asli Pantai Paloppalakaya ini.
Namun, perjalanan menuju Tanjung Bira bukanlah perjalanan yang mudah untuk dilakukan. Dengan jarak tempuh sekitar 5 jam perjalanan apabila normal, perjalanan ini masih bisa dibilang ringan. Yang memberatkan sebenarnya adalah tidak tersedianya angkutan publik yang cukup murah dan hadir setiap saat untuk melayani masyarakat yang hendak berkunjung kesana. Angkutan umum yang paling bisa diandalkan ialah “kijang” yang melayani rute Terminal Mellengkeri – Bulukumba. Namun, karena keterbatasan tempat duduk, maka seringkali kijang-kijang ini harus menunggu penuh terlebih dahulu baru memutuskan untuk berjalan. Parahnya, apabila menjumpai penumpang di tengah perjalanan antara Mellengkeri – Bulukumba, mereka memaksakan mengangkut sehingga saya pernah berada di dalam mobil kijang dengan isi 12 orang termasuk supir. Rasanya? Saya hanya ingat bahwa saya berpegangan sangat erat ke pegangan di atas pintu karena apabila pintu terbuka, saya akan langsung tumpah ke jalanan. Sungguh perjalanan yang mengesankan!
Kebanyakan kijang pun hanya berhenti sampai di Bulukumba saja sebab penumpang kijang-kijang ini rata-rata merupakan warga setempat, bukan wisatawan. Alhasil, apabila tidak ada sama sekali penumpang yang akan menuju Tanjung Bira, anda akan diturunkan di Bulukumba dan harus mencari kijang lain yang kebetulan akan menuju kesana atau menggunakan pete-pete setempat yang melayani rute Bulukumba – Tanjung Bira. Sialnya saya, saya tidak menemukan pete-pete jurusan Tanjung Bira sedangkan hari sudah mulai sore. Mengingat angkutan umum yang pasti menghilang selepas petang, maka saya tidak mau berspekulasi terlalu lama. Saya nekad menaiki angkutan Bulukumba – Tanaberru dan kemudian melanjutkan lagi dengan angkutan Tanaberru – Tanjung Bira. Untunglah, berkat peta dan Tanya sana-sini, saya jadi tahu bahwa Tanaberru atau Bontobahari adalah satu titik di tengah-tengah perlintasan Bulukumba – Tanjung Bira. Alhasil, saya tiba di Tanjung Bira sore sekali. Saya menghabiskan waktu satu hari penuh untuk mencapai Tanjung Bira dari Makassar. Wow!
Agar perjalanan tidak membosankan, sebaiknya angkutan wisata yang nantinya akan melayani jalur Makassar – Tanjung Bira disinergikan dengan beberapa kabupaten yang dilintasi jalur tersebut. Sederhana saja, Kabupaten Gowa bisa menyumbangkan Malino, Jeneponto bisa menyumbangkan padang savana, ladang garam dan warung Coto Kuda, Takalar dengan wisata balap mobil di jalanan tanahnya, sementara Bantaeng bisa menyumbangkan wisata di lereng Lompobattang, serta Bulukumba bisa menyumbang wisata sawah dan tentu saja pembuatan Perahu Phinisi di Tanaberru serta mendaki bukit Pua Janggo. Dari Bulukumba, perjalanan pun bisa dikembangkan hingga pemukiman Suku Kajang di Bulukumba, Rumah adat Karampuang di Sinjai dan berakhir di Watampone. Sebagai turis yang melakukan perjalanan seorang diri dan mengikuti jalur transportasi reguler, agak sulit untuk berhenti di sejumlah titik ini, tentu dengan alasan utamanya berupa ketidaktersediaan angkutan yang akan menjemput di kala selesai berwisata nanti. Merepotkan bukan? Padahal, objek wisata yang berada di tengah-tengah perlintasan Mellengkeri – Bulukumba bukanlah objek wisata kacangan. Objek-objek ini merupakan objek wajib kunjung yang sekaligus sebagai penanda betapa beragam dan indahnya Sulawesi Selatan.
Walaupun Tanjung Bira cukup menyenangkan, terutama dengan pantai yang bersih dan tenang serta karakteristik pasir yang tidak bisa ditemui di mana pun, namun kesiapannya sebagai tempat wisata internasional masih jauh panggang dari api. Hal paling mendasar saja yakni penginapan dan makanan. Mencari penginapan di Tanjung Bira susah-susah gampang. Susah dicari karena rata-rata penginapan disana tidak menyertakan nomor kontak, hanya nomor ponsel pemilik atau penjaga yang selang beberapa tahun tidak bisa dipastikan lagi aktif atau tidaknya. Memang sich, sesampainya disana, kita akan menjumpai bahwa penginapan-penginapan tersebut masih banyak memiliki kamar yang kosong dan siap untuk ditempati, namun alangkah lebih baiknya apabila kepastian kamar sudah terjamin sebelum wisatawan mencapai tempat tersebut. Iya donk, agak ngeri juga khan kalau nekat berkunjung tapi tidak memiliki kepastian tempat untuk bermalam. Masak iya mau bermalam di tepi pantai?
Pekerjaan rumah yang mendasar berikutnya bagi Kabupaten Bulukumba adalah soal makanan. Makanan yang tersedia disana sangat sederhana dan kurang bervariasi. Hendaknya perlu memiliki sejumlah rumah makan yang bercita rasa, unik, enak, dan kalau bisa memiliki ciri khas dari wilayah Tanjung Bira atau Bulukumba. Nggak lain, ini bertujuan untuk menahan lebih lama wisatawan berada tempat ini. Walaupun wisatawan asing sudah berhasil dan memadati tempat ini, namun persoalan yang sangat mendasar ini tidak bisa memaksa turis bertahan cukup lama di wilayah ini. Bagi saya sendiri, tinggal satu malam saja di Tanjung Bira sudah lebih dari cukup. Apabila saya memiliki pilihan untuk tidak bermalam di Tanjung Bira, mungkin saya akan melakukannya dan melakukan perjalanan Makassar – Tanjung Bira – Makassar dalam satu hari. Badan capai tidak masalah karena Tanjung Bira tidak memiliki fasilitas untuk mengikat turis lebih lama disana. Pembangunan kawasan yang bersinergi dengan segala pemangku kepentingan dan pelaku bisnis bukan saja menjadikan Tanjung Bira menjadikan magnet yang kuat dalam menarik wisatawan, namun juga penting untuk mengisi pundi-pundi perekonomian. Saat ini, saya hanya datang untuk menikmati pasir putih dan bersihnya air laut di Tanjung Bira. Di masa yang akan datang, bukan tidak mungkin saya menikmati titik-titik wisata dalam perjalanan menuju Tanjung Bira, melakukan berbagai aktifitas di pantainya yang bersih dan cantik, menikmati sajian musik dan suasana malam di Tanjung Bira (ada pilihan pantai yang hingar binger dan ada pantai yang sunyi yang memang dikhususkan bagi mereka yang ingin ketenangan), menikmati makanan khas Tanjung Bira dan Bulukumba, serta kesenian khas, tari-tarian dari wilayah Bulukumba. Terdengar sangat menyenangkan, bukan? Nah, buat anda yang belum sempat mencicipi Tanjung Bira, sempatkanlah waktu untuk menginjakkan kaki di pantai ini, setidaknya sekali seumur hidup. Perjalanan panjang dan kesabaran yang anda tabur akan menerima tuaiannya saat anda tiba di Tanjung Bira. Yuk, Ke Tanjung Bira, Sulawesi Selatan!
Tulisan ini diikutsertakan pada Lomba Blog Promosi Wisata Sulawesi Selatan yang diselenggarakan Dinas Kebudayaan dan Kepariwisataan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan bekerja sama dengan CV.Mandasini Putra Utama. Kegiatan ini juga menggandeng Komunitas Blogger Makassar Anging Mammiri dan KoshMediaTama sebagai partner.
kalau dibandingkan dengan pantai pulau peucang ujung kulon gmn om?
ReplyDeletehmmmm berdasarkan pengalaman saya berkeliling pulau pulau di Nusantara, pulau-pulau di luar Jawa dan lebih lagi yang di wilayah timur memiliki pantai yang lebih baik lho :)
ReplyDeletewalaupun Pulau Peucang juga keren, namun coba dech sesekali menjelajahi sisi timut Indonesia :)
Untuk jasa rental mobil jemput bandara contact kami 085342633633 atau sulawesirentcar@gmail.com
ReplyDeleteSebenarnya Nama Asli Dari Pantai tersebut bukan "Pantai Paloppalakaya" Nama yg Sebenarnya itu Kampongkollang, namun Seiring dengan Pergeseran Bahasa/Logat Penduduk Setempat Maka namax kemudian d Perhalus Menjadi KAPONGKOLANG.. jd tolong Penjelasanx??? Referensi tentang Nama Pantai Paloppalakaya dapat darimana??
ReplyDeleteHalo Pak Gusriadi Akbar,
ReplyDeletenama Paloppalakaya saya dapatkan dari penduduk setempat. Bahkan saya mempelajari dialek Bira yang berbeda dari logat Makassar seperti kata "Ara Ko?" yang padanannnya berbeda dengan dialek Makassar. Apakah mungkin Kaponkolang dan Paloppalakaya ini dua pantai yang bersisian kah? Namun bagaimanapun, terima kasih atas masukannya. Bisa jadi, informasi yang tertulis disini kurang tepat. Mohon kalau ada update lain silahkan untuk menginformasikan kembali sembari saya mencari data tambahan untuk nama pantai ini ya. terima kasih :)