Saya tidak tahu apa yang terjadi, namun tampaknya saya tertidur karena jalanan yang cukup statis dengan pemandangan yang cukup monoton (ini kelemahan saya ketika perjalanan. Huft). Ketika terbangun, saya sudah berada di dunia yang berbeda itu. Wow. Nuansa berbeda langsung sekejab saya rasakan. Rumah yang mendekati tepian jalan yang sempit, pepohonan yang semakin rapat, dan perbukitan yang semakin dekat. Walaupun tidak ada papan petunjuk yang bisa membantu (ya, saya menyadari bahwa ruas Tarutung – Sibolga adalah salah satu ruas yang miskin papan petunjuk-mungkin juga disebabkan karena tidak banyak percabangan jalan kali yach-) entah mungkin sekolah dasar, kantor camat, atau apapun itu, namun saya yakin sekali bahwa saya sudah memasuki wilayah Tapanuli Tengah. Saya berjalan dari desa ke desa, dan melewati sejumlah Rumah Bolon (nuansa Batak Toba mulai berkurang di wilayah ini), wc umum, hingga kios buah tradisional yang menjual manggis, durian dan sesuatu yang nampaknya air sirup manggis (warnanya hitam, kira-kira apa yach?). Sekali lagi, karena saya naik angkutan umum, maka saya tidak berhenti sama sekali. Padahal, saya ingin sekali berhenti dan bertanya dan bahkan kalau bisa mencicipi sirup yang nampaknya produksi rumahan tersebut. Yum! Selain manggis, saya pun menemukan aneka durian lokal yang dijual oleh penduduk lokal. Durian tersebut tidak besar, kemungkinan dipetik di kebun mereka sendiri (Saya nggak memikirkan kemungkinan kalau durian tersebut diimport atau dipasok dari pasar induk terdekat yang jaraknya mungkin puluhan kilometer). Masak iya sich durian saja sampai diimpor dari kota-kota tetangga? ini hutan dan ini Sumatera, bung! Buat pencinta buah-buahan eksotis terutama khas Sumatera, layak banget untuk sesekali berhenti dan mencicipi hasil kebun lokal penduduk Tapanuli Tengah nich.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
duriannya pasti murah deh. berapa harganya itu Lomie?
ReplyDeletehihihi...harusnya sih murah, tapi sayangnya saya nggak nanya Oom :D
ReplyDelete