Saya pertama kali mencicipi Sumatera Utara pada tahun 2007 di bulan Agustus. Target utama saya kala itu adalah Danau Toba. Jelas, berkunjung ke Sumatera Utara kalau nggak ke Danau Toba kayaknya nggak afdol yach? Berkunjung ke danau terbesar di Indonesia tentu saja menjadi suatu pengalaman tertentu yang bisa membuat iri siapapun yang mendengarnya. Kembali mengingat pengalaman saya empat tahun yang lalu, selepas Tiga Dolok, mobil yang kami tumpangi membelah hutan hujan sekunder dengan jalan yang tidak lebar. Saya bertanya-tanya dalam hati, dimanakah Danau Toba berada. Sebab, sepanjang perjalanan, yang kami lihat hanyalah pepohonan tebal saja. Saya masih berharap-harap cemas untuk menantikan, seperti apakah Danau Toba ini.
Dan ternyata memang benar, di suatu belokan, kami melihat seberkas danau ini dari ketinggian. Mulanya saya masih nggak yakin. Namun, pada suatu belokan lagi, saya dan teman-teman benar-benar melihat danau cantik ini. Entah mengapa, ada kesan magis ketika pertama kali melihat danau ini. kami semua berseru girang dan saling tertawa-tawa ketika melihat Danau Toba untuk pertama kalinya. Kami dipenuhi dengan kegairahan dan pandangan pun tak kami enyahkan dari sisi kaca jendela. Melihat Danau Toba untuk pertama kalinya dalam hidup merupakan suatu pengalaman yang luar biasa, menurut saya. Berbeda dengan kami, Pak Bambang yang menyupiri kami tampak biasa saja dengan pemandangan tersebut. Mungkin beliau sudah berratus-ratus kali menjelajahi rute tersebut yach?
Nah, pengalaman ini saya ulangi lagi pada 2011. Rasa yang saya terima agak berbeda ketika saya kembali bertemu dengan danau ini. Saya sudah memiliki bayangan akan kurang lebihnya danau ini. Namun teman saya, yang berada di sebelah saya dan berada lebih dekat dengan kaca, tak henti-hentinya berdecak kagum dan ber “ooh” dan “aah”. Tak lupa, ia mengeluarkan kameranya dan terus menerus menjepretkannya guna mendapatkan pemandangan Danau Toba dengan pemandangan matahari terbenamnya. Ia pun melontarkan ucapan “nggak nyesel ke sini”. Mungkin gairah tersebut adalah gairah yang saya alami ketika pertama kali melihat Danau Toba ini. Pada kali kedua, mungkin gairahnya sudah tidak sama dengan kali pertama saya melihatnya. Magisnya sudah agak hilang. Namun, buat yang kali pertama menyaksikan Danau Toba, ada sensasi tertentu yang menyenangkan dan, versi lebaynya saya, saya merasa beruntung bisa hidup, dan masih punya kesempatan untuk menyaksikan Danau Toba. Hahaha.
Oh ya, Danau Toba adalah danau terbesar di Indonesia, malah danau vulkanis terbesar di dunia. Artinya, sisi danau ini teramat luas dan mengakibatkan ada banyak kota-kota maupun desa yang berada di seputaran sisinya. Dari masing-masing desa maupun kota tersebut, pemandangan yang disajikan pun berbeda-beda. Tempat paling standard dan paling umum namun yang paling membuat saya berdecak kagum adalah pemandangan Danau Toba dari sisi Parapat. Ketika mobil pertama kali keluar membelah pepohonan, danau tersebut terlihat megah di bawah sana dan ada gelegar kegembiraan di perut kami. Namun, dari beberapa referensi yang saya dapatkan, pemandangan tercantik danau ini justru terdapat di Nainggolan, kota pelabuhan lama di Kabupaten Simalungun yang terletak di utara Parapat. Beberapa kota, maupun desa yang memiliki pemandangan Danau Toba antara lain Ajibata, Balige, Pagarbatu (dipadukan dengan pemandangan ladang jagung yang menguning), Tele, Palipi, Tongging (ini salah satu desa dengan pemandangan Danau Toba yang cantik juga), Muara, Lintong Nihuta, dan pemandangan Danau Toba dari sisi Samosir seperti Tomok, Ambarita, Tuk-Tuk Siadong, Simanindo, Pangururan, Onan Runggu, dan masih banyak lagi. Anda mungkin harus mencoba mencicipi pemandangan Danau Toba yang berbeda-beda dari banyak sisinya. Lihatlah wajah Danau Toba yang berbeda-beda tersebut. Sudahkah anda memasukkan daftar “Menyaksikan Danau Toba” sebagai salah satu dari 1000 hal yang wajib anda lakukan sebelum maut menjemput? Walau kalimat terakhir saya terdengar menyeramkan, tapi percayalah, anda wajib memasukkan Danau Toba sebagai tempat wajib kunjung, setidaknya sekali seumur hidup.
Dan ternyata memang benar, di suatu belokan, kami melihat seberkas danau ini dari ketinggian. Mulanya saya masih nggak yakin. Namun, pada suatu belokan lagi, saya dan teman-teman benar-benar melihat danau cantik ini. Entah mengapa, ada kesan magis ketika pertama kali melihat danau ini. kami semua berseru girang dan saling tertawa-tawa ketika melihat Danau Toba untuk pertama kalinya. Kami dipenuhi dengan kegairahan dan pandangan pun tak kami enyahkan dari sisi kaca jendela. Melihat Danau Toba untuk pertama kalinya dalam hidup merupakan suatu pengalaman yang luar biasa, menurut saya. Berbeda dengan kami, Pak Bambang yang menyupiri kami tampak biasa saja dengan pemandangan tersebut. Mungkin beliau sudah berratus-ratus kali menjelajahi rute tersebut yach?
Nah, pengalaman ini saya ulangi lagi pada 2011. Rasa yang saya terima agak berbeda ketika saya kembali bertemu dengan danau ini. Saya sudah memiliki bayangan akan kurang lebihnya danau ini. Namun teman saya, yang berada di sebelah saya dan berada lebih dekat dengan kaca, tak henti-hentinya berdecak kagum dan ber “ooh” dan “aah”. Tak lupa, ia mengeluarkan kameranya dan terus menerus menjepretkannya guna mendapatkan pemandangan Danau Toba dengan pemandangan matahari terbenamnya. Ia pun melontarkan ucapan “nggak nyesel ke sini”. Mungkin gairah tersebut adalah gairah yang saya alami ketika pertama kali melihat Danau Toba ini. Pada kali kedua, mungkin gairahnya sudah tidak sama dengan kali pertama saya melihatnya. Magisnya sudah agak hilang. Namun, buat yang kali pertama menyaksikan Danau Toba, ada sensasi tertentu yang menyenangkan dan, versi lebaynya saya, saya merasa beruntung bisa hidup, dan masih punya kesempatan untuk menyaksikan Danau Toba. Hahaha.
Oh ya, Danau Toba adalah danau terbesar di Indonesia, malah danau vulkanis terbesar di dunia. Artinya, sisi danau ini teramat luas dan mengakibatkan ada banyak kota-kota maupun desa yang berada di seputaran sisinya. Dari masing-masing desa maupun kota tersebut, pemandangan yang disajikan pun berbeda-beda. Tempat paling standard dan paling umum namun yang paling membuat saya berdecak kagum adalah pemandangan Danau Toba dari sisi Parapat. Ketika mobil pertama kali keluar membelah pepohonan, danau tersebut terlihat megah di bawah sana dan ada gelegar kegembiraan di perut kami. Namun, dari beberapa referensi yang saya dapatkan, pemandangan tercantik danau ini justru terdapat di Nainggolan, kota pelabuhan lama di Kabupaten Simalungun yang terletak di utara Parapat. Beberapa kota, maupun desa yang memiliki pemandangan Danau Toba antara lain Ajibata, Balige, Pagarbatu (dipadukan dengan pemandangan ladang jagung yang menguning), Tele, Palipi, Tongging (ini salah satu desa dengan pemandangan Danau Toba yang cantik juga), Muara, Lintong Nihuta, dan pemandangan Danau Toba dari sisi Samosir seperti Tomok, Ambarita, Tuk-Tuk Siadong, Simanindo, Pangururan, Onan Runggu, dan masih banyak lagi. Anda mungkin harus mencoba mencicipi pemandangan Danau Toba yang berbeda-beda dari banyak sisinya. Lihatlah wajah Danau Toba yang berbeda-beda tersebut. Sudahkah anda memasukkan daftar “Menyaksikan Danau Toba” sebagai salah satu dari 1000 hal yang wajib anda lakukan sebelum maut menjemput? Walau kalimat terakhir saya terdengar menyeramkan, tapi percayalah, anda wajib memasukkan Danau Toba sebagai tempat wajib kunjung, setidaknya sekali seumur hidup.
saya malah nggak sempat mampir dan berlama2 di parapat.. turun dari kapal langsung cabut ke siantar. hehe
ReplyDeleteiyalah, dirimu sebentar banget disana. harusnya dibawa santai kali yah biar bisa lamaan leyeh2 dan menikmati kotanya. hehehehe
ReplyDelete