Memasuki Kota Parapat dari sisi resort, menembus jalan-jalan kecil diantara penginapan dan hotel, kemudian keluar di sisi pelabuhan kendaraan dan orang di Ajibata, rasanya waktu tidak pernah berjalan di tempat ini. Semuanya hampir sama persis seperti yang saya ingat empat tahun yang lalu. Termasuk tiketnya! Harga tiket untuk penyebrangan orang selama kurang lebih 45 – 60 menit melintasi Danau Toba dari Ajibata ke Tomok adalah Rp. 4.000! Murah dan tidak berubah semenjak 2007 lalu. Tidak peduli apakah anda warga lokal atau turis, harganya sama. Tidak ada pembedaan sama sekali. Adakah hal lain yang lebih menyenangkan daripada ini?
Kapal yang akan kami gunakan bukan kapal ro-ro, apalagi kapal ferry! Kapal ini adalah kapal kayu sederhana, namun bertingkat dua dan terdapat dek pemandangan di atasnya. Orang-orang Danau Toba tampaknya sangat tahu bagaimana menjual keindahan alam yang mereka miliki. Tentu, saya nggak berminat untuk melewatkan perjalanan ini dengan duduk berdiam di dek bawah donk. Saya pasti memilih untuk duduk di kursi besi yang disusun di dek atas, sambil menikmati semilir (dan dinginnya) angin Danau Toba. Kebetulan saya diberikan "bonus" berupa matahari terbenam dan langit senja berwarna lembayung selama perjalanan. Indahnya hidup ya? Hehehehe.
Namun, sebelum kapal dijalankan, kami semua harus mengeluarkan barang-barang kami terlebih dahulu dari dalam mobil. Barang kami jumlahnya tidak seberapa. Barang-barang jualan milik inang-inang tersebut lah yang luar biasa. Mereka membawa berkarung-karung bahan pangan untuk dibawa menyebrang ke Tanah Samosir. Nggak hanya itu, beberapa penduduk tampak menyebrangkan sepeda motor mereka. Dengan kekuatan luar biasa, sepeda motor tersebut diputar di atas perahu oleh para awak. Wuihhh... nggak kebayang dech tenaga mereka. Para inang tersebut sebagian masih duduk-duduk di warung sekitar, namun sebagian sudah masuk ke dalam perahu. Bagaimana dengan barang-barang mereka? Yah, itu tugas awak kapal yang bertugas mengangkut dan menyusun barang-barang tersebut agar muat di dalam kapal.
Untungnya, turis nggak hanya kami saja. Ada beberapa gerombolan turis lokal yang kami lihat pada sore itu. Sejumlah koper dan tas bagus tampak teronggok di sisi geladak kapal, bersanding dengan kardus dan karung, yang memang ditujukan untuk penampungan barang-barang. Jangan kuatir, barang-barang ini aman semua koq. Penyebrangan antara Tomok dan Ajibata dilakukan dalam interval setengah hingga satu jam sekali. Cukup sering yach? Oleh karena itu, ada sejumlah kapal yang kami lihat ditambatkan di sisi kiri dan kanan kapal yang akan kami naiki. Seorang awak kapal yang mengangkut barang-barang bahkan sempat berpose untuk kami sebelum menyelesaikan pekerjaannya. Di luar dari wajahnya yang tampaknya garang, tampaknya mereka orang yang menyenangkan. Hehehehe. Sebelum kapal berangkat, mereka akan membunyikan klakson atau sirine panjang tanda akan memulai perjalanan. Ini juga sebagai sinyal bagi mereka yang masih berada di luar kapal untuk segera masuk ke dalam kapal. Siap berlayar?
Kapal yang akan kami gunakan bukan kapal ro-ro, apalagi kapal ferry! Kapal ini adalah kapal kayu sederhana, namun bertingkat dua dan terdapat dek pemandangan di atasnya. Orang-orang Danau Toba tampaknya sangat tahu bagaimana menjual keindahan alam yang mereka miliki. Tentu, saya nggak berminat untuk melewatkan perjalanan ini dengan duduk berdiam di dek bawah donk. Saya pasti memilih untuk duduk di kursi besi yang disusun di dek atas, sambil menikmati semilir (dan dinginnya) angin Danau Toba. Kebetulan saya diberikan "bonus" berupa matahari terbenam dan langit senja berwarna lembayung selama perjalanan. Indahnya hidup ya? Hehehehe.
Namun, sebelum kapal dijalankan, kami semua harus mengeluarkan barang-barang kami terlebih dahulu dari dalam mobil. Barang kami jumlahnya tidak seberapa. Barang-barang jualan milik inang-inang tersebut lah yang luar biasa. Mereka membawa berkarung-karung bahan pangan untuk dibawa menyebrang ke Tanah Samosir. Nggak hanya itu, beberapa penduduk tampak menyebrangkan sepeda motor mereka. Dengan kekuatan luar biasa, sepeda motor tersebut diputar di atas perahu oleh para awak. Wuihhh... nggak kebayang dech tenaga mereka. Para inang tersebut sebagian masih duduk-duduk di warung sekitar, namun sebagian sudah masuk ke dalam perahu. Bagaimana dengan barang-barang mereka? Yah, itu tugas awak kapal yang bertugas mengangkut dan menyusun barang-barang tersebut agar muat di dalam kapal.
Untungnya, turis nggak hanya kami saja. Ada beberapa gerombolan turis lokal yang kami lihat pada sore itu. Sejumlah koper dan tas bagus tampak teronggok di sisi geladak kapal, bersanding dengan kardus dan karung, yang memang ditujukan untuk penampungan barang-barang. Jangan kuatir, barang-barang ini aman semua koq. Penyebrangan antara Tomok dan Ajibata dilakukan dalam interval setengah hingga satu jam sekali. Cukup sering yach? Oleh karena itu, ada sejumlah kapal yang kami lihat ditambatkan di sisi kiri dan kanan kapal yang akan kami naiki. Seorang awak kapal yang mengangkut barang-barang bahkan sempat berpose untuk kami sebelum menyelesaikan pekerjaannya. Di luar dari wajahnya yang tampaknya garang, tampaknya mereka orang yang menyenangkan. Hehehehe. Sebelum kapal berangkat, mereka akan membunyikan klakson atau sirine panjang tanda akan memulai perjalanan. Ini juga sebagai sinyal bagi mereka yang masih berada di luar kapal untuk segera masuk ke dalam kapal. Siap berlayar?
naik kapal ini menurut saya kayak naik angkott.. cari aja tempat duduk yang kosong, setelah akan sampai di pelabuhan tujuan ada crew yang menarik ongkos.. yupp 4.000 itu murah bangeeet...
ReplyDeletemakanya pas pertama kali mau naik, nggak yakin. Koq murah banged. jangan2 kena tipu lagi...hahaha
ReplyDeletega taunya beneran. sampai di deket ujung tujuan, ada yang narik biaya. Rp. 4.000 doank :D