(Mohon maaf kepada Bapak Ismail Marzuki untuk judul yang disadur dari karyanya Beliau) Setelah malam jauh merambat, barulah saya dan teman saya mencapai Kota Pangururan, ibukota Kabupaten Samosir yang terletak di sisi barat pulau. Berhubung saya mencapai kota ini pada malam hari, maka saya mendapat kesan bahwa kota ini sudah tertidur. Padahal, waktu baru saja menunjukkan pukul delapan malam. Namun, keramaian sudah tidak tampak jelas terlihat. Saya melewati deretan pasar yang kosong, bangunan-bangunan yang sudah sepi, dan akhirnya, jalan utama di kota yang sudah sepi. Walaupun terdapat satu dua manusia yang berjalan dengan santai dan satu dua kendaraan hilir mudik, namun sepinya kota ini sangat kentara sekali. Buat yang nggak punya gambarannya, Pangururan itu mirip sekali dengan Sengkang, ibukota Kabupaten Wajo. Keramaiannya cukup terasa saat siang namun pada malam hari, kota ini benar-benar pas untuk rileks. Walaupun berstatus ibukota kabupaten, namun Pangururan tidak terlalu besar dan tidak terlalu luas.
Beberapa toko yang masih buka memang masih menunjukkan geliatnya. Sejumlah hotel pun tampak jelas berada di jalan utama kota yang ternyata tidak terlalu banyak dan tidak terlalu besar ini. Menjauhi jalan utama, lampu-lampu penerang jalanan semakin bisa dihitung dengan jari. Bahkan, saya melewati pinggiran Danau Toba namun tanpa penerangan sama sekali. Memang sich, ada sejumlah lampu hias yang dipasang untuk menghidupkan suasana. Namun entah mengapa kesan gelap dan sepi tetap saja kuat menguar dari tempat ini. Entah bagaimana siang hari, namun pemandangan Danau Toba tidak terlihat satupun pada malam hari begini. Hanya sejumlah lampu kelap kelip saja yang menunjukkan bahwa ada pemukiman di perbukitan yang mengelilingi danau. Walaupun kota kecil, namun Pangururan telah memiliki sejumlah jalan satu arah. Angkutan yang kami tumpangi berbelok dan melalui jalan kecil ketika menjumpai verboden di depannya. Menariknya, karena penumpang tinggal sedikit, angkutan pun bersikap seperti mobil carteran pribadi. Secara pribadi, setiap penumpang yang sampai di Pangururan akan ditanyai lokasi pemberhentiannya. Begitulah, setiap penumpang yang akan turun, selalu diantar hingga persis ke dekat lokasi tujuannya. Saya sich nggak terlalu yakin apakah angkutan ini akan melewati Jalan Putri Lopian, tempat penginapan kami berada, namun jalan kecil meliuk-liuk yang kami lewati jelas menunjukkan bahwa angkutan ini harusnya sudah keluar dari jalur resminya. Jalan Putri Lopian yang kami cari pun tampak menjauhi kota, cukup jelas indikatornya dengan jumlah penerangan jalan yang semakin bisa dihitung oleh jari. Walau demikian, ada yang istimewa dengan Jalan Putri Lopian yang kami cari. Di jalan ini, ada hotel yang cukup besar, mungkin malah hotel terbesar dan terbaik di seluruh Pangururan. Hotel Dainang namanya. Biaya dari Tomok hingga ke Pangururan ternyata hanya sebesar Rp. 12.000 saja per orang! Bayangkan. Murah sekali untuk jarak sejauh 50 KM dibandingkan ongkos dari dalam Tuk-Tuk Siadong ke Simpang Beta Garoga yang sejauh 2 KM saja *teuteup dibanding-bandingkan...hahaha*.
Beberapa toko yang masih buka memang masih menunjukkan geliatnya. Sejumlah hotel pun tampak jelas berada di jalan utama kota yang ternyata tidak terlalu banyak dan tidak terlalu besar ini. Menjauhi jalan utama, lampu-lampu penerang jalanan semakin bisa dihitung dengan jari. Bahkan, saya melewati pinggiran Danau Toba namun tanpa penerangan sama sekali. Memang sich, ada sejumlah lampu hias yang dipasang untuk menghidupkan suasana. Namun entah mengapa kesan gelap dan sepi tetap saja kuat menguar dari tempat ini. Entah bagaimana siang hari, namun pemandangan Danau Toba tidak terlihat satupun pada malam hari begini. Hanya sejumlah lampu kelap kelip saja yang menunjukkan bahwa ada pemukiman di perbukitan yang mengelilingi danau. Walaupun kota kecil, namun Pangururan telah memiliki sejumlah jalan satu arah. Angkutan yang kami tumpangi berbelok dan melalui jalan kecil ketika menjumpai verboden di depannya. Menariknya, karena penumpang tinggal sedikit, angkutan pun bersikap seperti mobil carteran pribadi. Secara pribadi, setiap penumpang yang sampai di Pangururan akan ditanyai lokasi pemberhentiannya. Begitulah, setiap penumpang yang akan turun, selalu diantar hingga persis ke dekat lokasi tujuannya. Saya sich nggak terlalu yakin apakah angkutan ini akan melewati Jalan Putri Lopian, tempat penginapan kami berada, namun jalan kecil meliuk-liuk yang kami lewati jelas menunjukkan bahwa angkutan ini harusnya sudah keluar dari jalur resminya. Jalan Putri Lopian yang kami cari pun tampak menjauhi kota, cukup jelas indikatornya dengan jumlah penerangan jalan yang semakin bisa dihitung oleh jari. Walau demikian, ada yang istimewa dengan Jalan Putri Lopian yang kami cari. Di jalan ini, ada hotel yang cukup besar, mungkin malah hotel terbesar dan terbaik di seluruh Pangururan. Hotel Dainang namanya. Biaya dari Tomok hingga ke Pangururan ternyata hanya sebesar Rp. 12.000 saja per orang! Bayangkan. Murah sekali untuk jarak sejauh 50 KM dibandingkan ongkos dari dalam Tuk-Tuk Siadong ke Simpang Beta Garoga yang sejauh 2 KM saja *teuteup dibanding-bandingkan...hahaha*.
duh Lomie, saya tetep amazed dengan pengamatan jelimu terhadap sebuah peristiwa sederhana atau momen singkat yang dijadikan tulisan panjang. sementara saya sering kali hanya melihat dengan malas dan berlalu begitu saja ketika sedang melakukan perjalanan. ah, mesti belajar banyak sama kamu ya :)
ReplyDeletehyakakaka...apa sih Oom....:p mungkin karena saya excited kali yah melihat sesuatu yang baru, kota baru, suasana yang baru, dan tentu orang orang baru. hihihihi. kalau sudah lewat bbrp kali mungkin saya juga udah ngga berasa apa-apa :p
ReplyDeletehmm.. berarti emang nggak bohong ya, saya juga diminta 12.000 dari pangururan ke tomok..
ReplyDeleteseperti yang saya bilang Mas, tingkat komersialisme semakin menurun dari barat ke timur pulau. Walaupun potongannya turis, bawa kamera, bertopi dan bercelana pendek, namun harga angkutan tetap sama bayarnya. hehehehe
ReplyDeletenah, saya setuju dengan Brad...
ReplyDeletepengamatan Lomar memang aduhai, dan itu semua dilatih oleh pengalaman pastinya..
jalan2 kalau tidak punya pengataman yg bagus ya sama saja, gak bisa ditulis dan mungkin hanya berguna buat diri sendiri..
apa sih kalian #blushingmalu-malu *cubit* hihihihi *ketawa di balik saputangan*
ReplyDelete