Museum Pusaka Nias Yang Wajib Kunjung

Apa sich destinasi utama ketika seseorang berkunjung ke Gunungsitoli? Desa adat Gunungsitoli mungkin nggak seterkenal desa-desa adat di Nias bagian selatan. Namun, Museum Pusaka Nias (MPN) lah alasan utama turis berlama-lama di wilayah ini. Apabila Bawömataluö menjadi pusat kebudayaan Nias Selatan, maka MPN adalah pusat kebudayaan Nias Utara dan Nias secara keseluruhan. Berbagai jenis informasi yang sukar didapat di pelosok desa adat, bisa ditemukan disini. Yang menyenangkan, kuratornya seorang anak muda dan sangat semangat membantu serta murah memberikan informasi.
Dari pasar, MPN mudah untuk dicapai. Walaupun agak jauh kalau menggunakan kaki, namun jaraknya tergolong dekat. Saya menggunakan becak motor dengan hasil negosiasi sebesar Rp 5.000. Rupanya, MPN ini terletak di perlintasan pelabuhan menuju jalan raya Gunungsitoli – Teluk Dalam. Namun, karena saya berada di kursi sebelah kanan pada waktu kedatangan, nampaknya saya tidak memperhatikan dengan jelas keberadaan museum ini. Ya, MPN ini berada di sebelah kiri jalan dari arah pelabuhan Gunungsitoli menuju Teluk Dalam. Kalau teman-teman kebetulan baru tiba di Gunungsitoli dari Sibolga pada pagi hari, mungkin bisa menjajal berjalan kaki menuju MPN yang lokasinya tidak terlalu jauh. Yah, hitung-hitung olahraga pagi sambil menikmati suasana pagi khas Gunungsitoli. Jangan lupa bawa jaket! Maklum,tepi pantai Nias lumayan berangin dan pagi hari cukup dingin lantaran tekstur alam Nias yang berhutan.
Segera, saya beringsut masuk ke dalam areal museum. Sebuah loket tiket berada persis di depan jalan masuk museum. Ya, dilihat dari susunan bangunannya, saya memang mendapat kesan bahwa museum ini sungguh terawat. Walau terlihat sedikit klasik, namun secara keseluruhan, museum ini bagus dan menyenangkan. Tiket masuk bagi saya pada siang itu adalah sebesar Rp 2.500 saja. Areal museum yang luar sebenarnya terbagi menjadi beberapa areal yakni museum itu sendiri, benda koleksi di luar gedung museum, rumah adat, tempat rekreasi, kebun binatang mini dan kebun mini.
Museum Pusaka Nias, adalah sumber kebahagiaan dan informasi (terutama buat saya) karena museum ini menyajikan banyak informasi yang tidak saya dapatkan ketika berkunjung di desa adat. Menurut saya, berkunjung ke MPN wajib dilakukan setelah kunjungan ke semua desa adat selesai dilakukan. Ini penting agar teman-teman mendapatkan pemahaman menyeluruh tentang makna filosofis tentang ritual, benda-benda adat dan hal-hal lain yang terkait peri kehidupan masyarakat Nias pada umumnya. Banyak lho, hal-hal yang saya tanyakan ketika berkunjung ke desa adat namun tidak mendapat jawaban (kecuali mungkin teman-teman selalu berhasil ditemani oleh ketua adat desa setempat) namun justru mendapat jawabannya di museum ini. Kurator museum ini, (saya lupa, namanya Daniel yach kalau nggak salah) meskipun muda namun sangat ahli menjawab pertanyaan saya. Serombongan perempuan berpakaian putih dan ber-rok hitam nampaknya ikut menemani ia berkeliling sambil menjelaskan dalam rangka training.
Tanpa masuk ke dalam bangunan utama museum, anda sudah bisa mendapatkan banyak informasi di areal tamannya. Sebut saja sejumlah rumah adat, pepohonan, hingga patung Adu Zatua dan Adu Niu yang memiliki penjelasan sendiri-sendiri. Belum lagi Osa-Osa kepala tiga atau satu yang memiliki penjelasan juga. Pada bagian taman, ada sebuah rumah adat asli masyarakat Nias Utara yang berfondasi bulat dan beratap bulat. Kebudayaan Nias Selatan diwakili dengan adanya Omo Bale yang merupakan tempat pertemuan adat. Omo Bale ini asli dari Bawömataluö. Benda-benda yang berukuran lebih kecil, seperti peralatan dapur, peralatan upacara, pakaian, patung kayu, patung batu, alat musik, hingga perhiasan dipajang khusus di dalam bangunan utama museum ini. Banyaklah bertanya agar anda ditemani. Tapi, pertanyaannya yang cerdas yach. Hehehe.
Menelusuri kebudayaan Nias pun bukan dengan melihat rumah adat serta patung-patungnya saja. Di bagian belakang museum yang berhadapan langsung dengan laut lepas, ternyata ada sebuah cafe kecil dimana terdapat sejumlah gazebo untuk bersantai dan di sampingnya terdapat sebuah kebun binatang mini! Ya, kebun binatang di MPN ini merupakan hiburan untuk keluarga karena menyajikan aneka jenis hewan yang ada di sekitar Nias, lengkap dengan bahasa aslinya. Sebut saja sejumlah hewan seperti kancil (laosi), kijang (nago), burung merpati putih (buru’u safusi), burung jalak (magiaodanö), landak (bogo), biawak (boroe), dan kura-kura (bo’ole). Asyik ya, sambil melihat-lihat hewan, kita bisa belajar bahasa Nias. Oya, rata-rata hewan yang ada disini merupakan sumbangan dari masyarakat setempat.
Selain mengenal fauna, banyak juga jenis flora yang bisa ditemui disini. Nggak hanya dari segi bahasa saja, namun kegunaan dalam adat dan peri kehidupan masyarakat Nias pun terinformasi dengan baik. Misalnya, disebutkan kayu laban (manawa danö) yang keras dan berfungsi sebagai tonggak utama sebuah rumah, bambu (kauko) yang lentur dan panjang sehingga bisa digunakan untuk dinding rumah, pandan (balale) sebagai bahan anyaman untuk membuat tikar, dan simalaeso (saya tidak mengetahui padanannya dalam bahasa Indonesia) yang menjulang tinggi dan keras sehingga biasa dipergunakan untuk papan rumah. Sejumlah desa adat di Nias pun kerap menggunakan nama flora sebagai identitas desa. Contohnya saja Tuhemberua yang mengambil nama flora berua yang buahnya agak masam dan kulitnya luar biasa keras. Karena sifatnya, pohon ini sering dijadikan lambang kekuatan. Aplikasi flora pun nggak sebatas pada nama desa atau keperluan sehari-hari saja. Banyak peribahasa Nias yang menggunakan unsur tetumbuhan, misalnya : Kauko ba hili, kauko ba ndraso, Faolo ndra’ugö ba ufaolo göi ndra’o, Ena a’ozu ita fao-fao. Artinya saya nggak tahu, hehehe. Namun kekayaan budaya Nias tercermin dari peribahasa yang banyak dimiliki oleh adat ini. Contoh yang ada terjemahannya mungkin adalah, Samösa zi manga na’a, samösa zi göna gitö yang artinya, seseorang yang berbuat, orang lain yang kena getahnya. Sukar dipahami? Ya! Saya akui, Nias adalah salah satu bahasa tersulit yang pernah saya temui. Saya sangat kesulitan ketika ingin membongkar suatu kalimat, walau dengan niat ingin memisah-misahkan satu kata dengan kata lainnya. Fiuh. Tertarik untuk belajar?
Bicara mengenai Museum Pusaka Nias, nampaknya nggak lengkap tanpa menyebutkan sosok di balik museum ini, yakni Pastor Johannes Maria Hämmerle, seorang pastor kelahiran Schwarzwald, Jerman yang berkiprah di Nias semenjak tahun 1971. Kecintaannya pada Nias telah membuat beliau menyelamatkan benda-benda bersejarah milik masyarakat yang tidak terurus dan beresiko rusak atau terjual ke kolektor asing di luar negeri. Aksinya ini terus berlanjut puluhan tahun lamanya sampai ia sendiri berhasil mengumpulkan semuanya dalam Museum Pusaka Nias yang kita kenal sekarang. Konon, sang pastor, atau yang lebih dikenal sebagai Romo Johannes ini lebih Nias daripada orang Nias itu sendiri. Ia mempelajari dan menulis berbagai literatur dalam bahasa Nias, bahkan sampai mengetahui banyak istilah adat yang orang Nias sendiri pun tidak tahu. Mimpi beliau ialah menjadikan Museum Pusaka Nias sebagai pangkalan pusaka Nias. Dan, usahanya tersebut berhasil. Seperti yang sudah saya sebutkan di awal postingan, Saya mendapatkan banyak informasi lebih lengkap di museum ini ketimbang berkelana di desa adat. Desa adat untuk mendapatkan pengalaman yang asli, dan Museum Pusaka Nias sebagai penyempurnanya. Banyak terima kasih untukmu, Romo Johannes!
Sayangnya, murahnya harga tiket masuk ke dalam MPN tidak serta merta membuat kunjungan ke MPN meningkat. Pada saat saya masuk ke dalam bangunan museum, hanya satu grup pemuda yang asyik berjalan kesana kemari di dalam museum selain saya. Saya sendiri cukup banyak merepotkan kurator museum karena banyak bertanya ini itu. Hehehe. Kebanyakan pengunjung lebih memilih bersantai di gazebo tepi pantai yang berjejer di pinggir museum. Namun buat saya, museum ini adalah harta karun berharga. Turis wajib berkunjung ke Museum Pusaka Nias agar khazanah pengetahuannya akan Tano Niha bertambah, bukan sekedar lewat saja. Saohagölö! (terima kasih)

2 komentar:

  1. foto dalam museumnya kok gak ada? apa gak boleh ya?

    ReplyDelete
  2. yap.anda benar. dilarang berfoto di dalam museum yang menurut saya, sayang bangettttt......

    ReplyDelete