Kembali Menyusuri 9 Jam Sibolga - Siantar

Nampaknya, jalan raya berliku-liku sepanjang 66 kilometer tersebut harus saya hadapi kembali. Jalan raya meliuk liuk menembus Hutan Bukit Barisan yang menembus Sitahuis adalah jalan utama yang menghubungkan Sibolga dan Tarutung. Dua kota yang harusnya bertetangga ini dipisahkan oleh jalan raya yang seakan memisahkan dua dunia. Konon, jalan ini banyak memakan korban, namun bukan korban nyawa melainkan para penumpang yag mabok lantaran harus menempuh kelokan yang konon bisa mencapai 1200 buah jumlahnya. Untungnya, melewati Sitahuis, jalanan kembali melandai di Adiankoting, wilayah Tapanuli Utara. Hutan yang lebat sudah tergantikan dengan padang rumput dan pegunungan dataran tinggi di kejauhan. Jujur saja, saya lebih suka melihat bentang alam seperti ini dibanding hutan yang tumbuh dengan rapat.
Perjalanan panjang ini harus diganjar dengan selembar uang kertas warna merah. Saya berangkat pada pagi hari dan diperkirakan akan mencapai Pematang Siantar lewat tengah hari, menjelang petang. Rute yang dilewati adalah Sibolga - Pandan (mencari bahan bakar terlebih dahulu) - Batu Simaninggir - Gunung GM Panggabean - Sitahuis - Adiankoting - Lobu Pining (Sayang sekali saya nggak sempat berhenti untuk melihat monumen Lymann Munson) - Tarutung - Sipoholon - Siborong-borong - Silangit - Balige - Laguboti - Porsea - Ajibata - Parapat - Tiga Dolok - Pematang Siantar. Perjalanan panjang ini seharusnya menarik kalau beberapa kondisi terpenuhi. Kondisi alam yang bervariasi sudah tentu menjadi penghiburan tersendiri sepanjang perjalanan. Lebanya hutan berganti dengan padang rumput berbukit di dua bagian Tapanuli akan menjadi pemandangan menarik. Cadas batu kapur di Silangit dan berganti menjadi titik pertama Danau toba terlihat di Balige juga menarik. Ramainya kota di wilayah Laguboti - Porsea menjadi hutan lebat di Ajibata dan kembali menjadi keramaian di Parapat juga sesuatu yang menarik untuk disimak. Terakhir, pemandangan hutan sekunder selepas Parapat menjadi perkebunan sawit ketika memasuki wilayah Simalungun semakin memanjakan mata penumpang. Saya yang gemar foto-foto sepanjang perjalanan perjalanan pun tampaknya menjadi hal yang menarik untuk dilihat oleh penumpang lainnya. Hahaha. Hal terakhir, kecintaan sang supir pada musik lumayan menghibur telinga. Walaupun sedikit sekali memiliki koleksi lagu Batak dalam playlistnya, namun sebagian lagu-lagunya masuk kategori enak didengar. Yang saya paling ingat adalah Hijau Daun feat Luna Maya - Suara karena diputar beberapa kali di sepanjang ruas. hehehe.
Oh, satu lagi, penumpang yang merokok akan sangat menyebalkan. Walaupun mobilnya ber AC namun AC tidak dinyalakan sepanjang perjalanan dan penumpang maupun sopir bebas merokok sepanjang perjalanan. Untungnya, saya duduk di samping jendela persis di belakang kursi samping supir. Jendela saya buka lebar-lebar dan makan angin lebih menyenangkan buat saya.

0 komentar:

Post a Comment