Saya masih bisa mengingat dengan detail dan jelas saat pertama kali saya menjejakkan kaki di daratan Karimunjawa. Orang tumpah ruah, ojek berkeliaran mencari penumpang, pemandu wisata menjemput turisnya, truk sayur dan bahan pangan mengangkut hasil bumi yang idbawa dari daratan Jawa, kuli-kuli angkut membantu membawakan barang-barang dari dalam kapal dan sebaliknya, suasana hiruk pikuk ini hanya terjadi ketika ada kapal merapat di pelabuhan Karimunjawa. Siang hari, ketika tidak ada jadwal kapal yang merapat ke pelabuhan, pelabuhan tersebut ternyata luar biasa lengang dan kosong. Tidak ada keramaian atau satu batang hidung pun tampak di dermaga yang luar biasa kosong ini. Tampaknya, di siang itu, hanyalah kami yang menyambangi dermaga tersebut. Alasannya sich sudah cukup jelas, selain panas menyengat, mungkin sebagian besar dari wisatawan sedang berada di lautan, seperti yang tengah kami lakukan pada hari sebelumnya.
Kebetulan lah, sekaligus memanfaatkan waktu istirahat kami dari perjalanan lintas daratan Karimunjawa – Kemujan – Karimunjawa. Tanpa terasa, sambil didera sengatan panas matahari, rasa capai akhirnya mendera tubuh kami dan kami beristirahat di sekitar pendopo utama tempat menerima kedatangan penumpang kapal. Mungkin inilah yang disebut liburan, bermalas-malasan sambil menikmati alam sekitar, walaupun nggak banyak sich yang bisa dinikmati karena suasana panas dan pemandangan di sekitar hanyalah lautan yang terbentang luas. Untung saja lautnya bersih dan berwarna biru bergradasi kehijauan, lumayan meredakan penat lah. Ada beberapa bagian dangkal yang terdapat di sekitar dermaga namun tidak ada orang yang cukup bodoh untuk mencoba berenang di tempat tersebut. Entah memang karena tempat ini adalah dermaga atau memang ada alas an tertentu nggak boleh berenang di dermaga kali yach? (di sekitar dermaga banyak terdapat rumput laut, ikan-ikan kecil dan pelampung aneka bentuk). Ya, daripada bengong akhirnya saya iseng berkeliling dermaga sambil mencari hal-hal menarik untuk difoto. Yah, inilah saya, bilangnya mau istirahat ketika liburan. Bahkan ketika ada saat untuk diam dan tak melakukan apapun, kaki tetap gatal. Saya merasa, the art of doing nothing, tidak melakukan apapun adalah salah. Saya harus tetap bergerak dan beraktifitas, bahkan pada saat liburan sekalipun! Hehehe. Ya, akhirnya saya berjalan ke ujung dermaga, menyaksikan burung-burung laut berterbangan, melihat deburan ombak (yang ternyata cukup keras menghantam dermaga), dan mengamati benda-benda ajaib di sekitar dermaga. Ternyata, teman saya sampai bosan menunggu saya berkeliaran nggak jelas di tempat tersebut.
Tak lama kemudian, datanglah dua orang wanita yang membawa sejumlah bahan makanan dan bumbu ke dalam pendopo utama dermaga. Hmm..tampaknya mereka akan membuka warung di tempat ini. Dugaan saya benar, mereka masuk ke dalam salah satu ruangan yang memang didesain seperti warung. Daripada jauh-jauh dan tidak mendapatkan hasil sesuai yang kami inginkan, maka lebih baik kami memesan mie instan di tempat ini. Entah mengapa, untuk saya mie instan dengan telur, sayur hijau dan potongan cabe rawit adalah makanan terenak selama liburan. Di daerah panas seperti pantai saja rasanya enak luar biasa, apalagi menikmati mie tersebut di pegunungan yang dingin sambil menyeruput kuah hangat yah? Hmm…
Warung tersebut cukup komplit menjual berbagai makanan dan minuman. Sambil makan siang dan menikmati minuman dingin, kami mengobrol, membahas jalur tujuan berikutnya yang akan kami jelajahi. Sembari mengobrol, kami menyadari ternyata keadaan di sekeliling kami bertambah ramai. Mulai dari satu dua orang yang memesan makanan hingga beberapa kendaraan yang dating dan parker di sekitar dermaga. Obrol punya obrol, saat itu adalah jam kedatangan kapal dari Jepara. Yah, beginilah kondisi dermaga perintis ini. Pada pagi hari, sisi dermaga akan dipenuhi oleh kapal-kapal nelayan. Saat siang menjelang, dermaga ini sepi luar biasa. Saat matahari mulai jatuh ke barat, dermaga mulai ramai kembali karena menyambut kedatangan kerabat atau wisatawan dari daratan Jawa sana. Kami berada di dermaga, mengobrol dengan beberapa wisatawan yang sedianya esok baru akan menyelam. Lumayan, kami dapat banyak informasi untuk bekal sisa perjalanan. Dari hasil mengobrol juga, kami mengetahui bahwa harga paketan menyelam yang ditawarkan ternyata sudah standard. Hampri semua pemandu wisata mengenakan harga yang sama untuk paket penyelaman ke pulau-pulau rutin seperti Menjangan dan Cemara. Untuk pulau yang jarang dikunjungi, harganya tentu berbeda mengingat posisi pulau-pulau tersebut yang agak jauh dari jalur utama. Kami bertahan di warung pendopo tersebut hingga keramaian di dermaga benar-benar surut dan matahari sudah semakin condong sehingga suasana sudah semakin sejuk.
Kebetulan lah, sekaligus memanfaatkan waktu istirahat kami dari perjalanan lintas daratan Karimunjawa – Kemujan – Karimunjawa. Tanpa terasa, sambil didera sengatan panas matahari, rasa capai akhirnya mendera tubuh kami dan kami beristirahat di sekitar pendopo utama tempat menerima kedatangan penumpang kapal. Mungkin inilah yang disebut liburan, bermalas-malasan sambil menikmati alam sekitar, walaupun nggak banyak sich yang bisa dinikmati karena suasana panas dan pemandangan di sekitar hanyalah lautan yang terbentang luas. Untung saja lautnya bersih dan berwarna biru bergradasi kehijauan, lumayan meredakan penat lah. Ada beberapa bagian dangkal yang terdapat di sekitar dermaga namun tidak ada orang yang cukup bodoh untuk mencoba berenang di tempat tersebut. Entah memang karena tempat ini adalah dermaga atau memang ada alas an tertentu nggak boleh berenang di dermaga kali yach? (di sekitar dermaga banyak terdapat rumput laut, ikan-ikan kecil dan pelampung aneka bentuk). Ya, daripada bengong akhirnya saya iseng berkeliling dermaga sambil mencari hal-hal menarik untuk difoto. Yah, inilah saya, bilangnya mau istirahat ketika liburan. Bahkan ketika ada saat untuk diam dan tak melakukan apapun, kaki tetap gatal. Saya merasa, the art of doing nothing, tidak melakukan apapun adalah salah. Saya harus tetap bergerak dan beraktifitas, bahkan pada saat liburan sekalipun! Hehehe. Ya, akhirnya saya berjalan ke ujung dermaga, menyaksikan burung-burung laut berterbangan, melihat deburan ombak (yang ternyata cukup keras menghantam dermaga), dan mengamati benda-benda ajaib di sekitar dermaga. Ternyata, teman saya sampai bosan menunggu saya berkeliaran nggak jelas di tempat tersebut.
Tak lama kemudian, datanglah dua orang wanita yang membawa sejumlah bahan makanan dan bumbu ke dalam pendopo utama dermaga. Hmm..tampaknya mereka akan membuka warung di tempat ini. Dugaan saya benar, mereka masuk ke dalam salah satu ruangan yang memang didesain seperti warung. Daripada jauh-jauh dan tidak mendapatkan hasil sesuai yang kami inginkan, maka lebih baik kami memesan mie instan di tempat ini. Entah mengapa, untuk saya mie instan dengan telur, sayur hijau dan potongan cabe rawit adalah makanan terenak selama liburan. Di daerah panas seperti pantai saja rasanya enak luar biasa, apalagi menikmati mie tersebut di pegunungan yang dingin sambil menyeruput kuah hangat yah? Hmm…
Warung tersebut cukup komplit menjual berbagai makanan dan minuman. Sambil makan siang dan menikmati minuman dingin, kami mengobrol, membahas jalur tujuan berikutnya yang akan kami jelajahi. Sembari mengobrol, kami menyadari ternyata keadaan di sekeliling kami bertambah ramai. Mulai dari satu dua orang yang memesan makanan hingga beberapa kendaraan yang dating dan parker di sekitar dermaga. Obrol punya obrol, saat itu adalah jam kedatangan kapal dari Jepara. Yah, beginilah kondisi dermaga perintis ini. Pada pagi hari, sisi dermaga akan dipenuhi oleh kapal-kapal nelayan. Saat siang menjelang, dermaga ini sepi luar biasa. Saat matahari mulai jatuh ke barat, dermaga mulai ramai kembali karena menyambut kedatangan kerabat atau wisatawan dari daratan Jawa sana. Kami berada di dermaga, mengobrol dengan beberapa wisatawan yang sedianya esok baru akan menyelam. Lumayan, kami dapat banyak informasi untuk bekal sisa perjalanan. Dari hasil mengobrol juga, kami mengetahui bahwa harga paketan menyelam yang ditawarkan ternyata sudah standard. Hampri semua pemandu wisata mengenakan harga yang sama untuk paket penyelaman ke pulau-pulau rutin seperti Menjangan dan Cemara. Untuk pulau yang jarang dikunjungi, harganya tentu berbeda mengingat posisi pulau-pulau tersebut yang agak jauh dari jalur utama. Kami bertahan di warung pendopo tersebut hingga keramaian di dermaga benar-benar surut dan matahari sudah semakin condong sehingga suasana sudah semakin sejuk.
jadi di Karimun Jawa-nya berapa hari sih Mas Lomar ?
ReplyDelete