Menyusuri Kota Sibolga Senja Hari

Mencapai Terminal Kota Sibolga secara tiba-tiba, saya bahkan tidak sempat menikmati pemandangan sekitar karena semua penumpang turun. Saya termasuk yang paling belakang turun dari kendaraan karena saya nggak siap harus turun tiba-tiba begini. Sambil merapikan tas, saya turun dan langsung disambut oleh belasan pengemudi becak yang menawarkan jasanya. Saya yang bingung hanya sempat menebarkan senyum dan beranjak ke samping. Ajaib, mereka tidak melanjutkan memaksa dan membiarkan saya begitu saja. Sungguh berbeda dengan sejumlah kota yang pernah saya singgahi dan kesan memaksa sungguh tampak dalam perangai mereka. Di Sibolga, kesan memaksa tersebut tidak ada sama sekali. Bahkan ada seorang bapak supir becak yang menghampiri saya dan bertanya sambil mengobrol, kemanakah saya akan berjalan. Ia sedikit menjelaskan akan Kota Sibolga dan berkata ia bisa membawa saya berjalan-jalan berkeliling. Saya masih terpana dan menunggu di pinggiran hingga akhirnya saya berkata “nanti saja”. Saya terduduk di tepi Terminal Kota Sibolga saat senja sudah meredup, matahari semakin beranjak ke peraduan, dan sayup-sayup suara adzan Maghrib sudah terdengar. Setelah bisa fokus dan menelepon ke rumah untuk memastikan bahwa saya baik-baik saja, akhirnya saya memanggil salah seorang tukang becak untuk mengantarkan saya ke Pelabuhan. Ditawari Rp. 10.000 sebagai ongkos perjalanan lalu dengan gaya santai dan cuek bak orang lokal saya langsung berkata “Rp. 5.000 saja, Pelabuhan khan dekat ini, sambil menunjuk arah nggak jelas dan berharap bahwa itu adalah arah pelabuhan yang benar”. Nampaknya gertakan saya berhasil, ia langsung mau menerima harga yang saya ajukan sambil bergumam “iya sich, pelabuhan memang nggak jauh”. Ya sudah, tunggu apalagi, ayo pak kita cabut ke Pelabuhan! Pak Daniel Lömbu menunggu saya untuk segera memberikan tiket. Saya ingat sekali, saat itu sekitar pukul 6 sore lewat, saya menjelajahi Sibolga di kala senja hari, kota cukup besar, megah, ramai dan banyak peninggalan kolonialisme di tepi barat Pantai Sumatera. Saya melintasi Sibolga tepatnya via Jalan Let Jend Suprapto. Saya mencoba memotret sejumlah sudut kota namun tidak berhasil lantaran sudah terlampau gelap. Ditambah dengan guncangan yang dihasilkan oleh becak motor, semakin tidak bisalah saya untuk menguasai kestabilan kamera yang saya pegang. Walaupun becak motor yang saya naiki berkonsep terbuka tanpa atap, namun kurangn ya pencahayaan membuat pemotretan Kota Sibolga bisa dilaksanakan. Pak Daniel Lömbu menunggu saya di sebuah warung makan yang terletak tepat di depan pintu gerbang Pelabuhan Sibolga. Dalam benak saya, saya membayangkan Pak Daniel Lömbu adalah orang yang kaku, berkumis tebal, mengenakan kacamata hitam Jackie-O, dan mengenakan seragam apapun itu. Hehehe. Maaf ya pak, ternyata saya salah menduga. Dari semua tebakan saya, yang benar hanya kumisnya, itu pun tidak terlalu tebal. Pak Daniel Lömbu ini memang sering membantu para pelancong yang tidak berada di Sibolga untuk mendapatkan tiket menuju Nias. Dari marganya yang unik, sudah bisa ditebak bahwa ia bukan Orang Batak. Ya, Pak Daniel Lömbu adalah Orang Nias Selatan, dengan kampung halaman di suatu daerah selepas Gomo apabila berjalan dari Gunungsitoli – Teluk Dalam. Pak Daniel Lömbu tinggal di Sibolga dengan membantu para turis dan pelancong. Sebuah motor pun ia kenakan untuk mengantar turisnya kemana-mana seputaran Sibolga atau memasuki Pelabuhan. Bingung mencapai Sibolga? Pak Daniel Lömbu bahkan bisa mengatur penjemputan dan keberangkatan teman-teman saat baru saja tiba di Medan atau di kota-kota lainnya. Dalam perjalanan, Pak Daniel Lömbu bahkan sempat menawari saya untuk dijemput di Pematang Siantar. Wow! Hubungi Pak Daniel Lömbu yach kalau teman-teman ada niatan pergi ke Nias di (085262509269 / 081361211032).

0 komentar:

Post a Comment