Beberapa kilometer keluar Kota Batu, masih di bus yang sama menuju Kediri, setelah kanan dan kiri jalan berubah menjadi pegunungan dan jalan berkelok-kelok, akhirnya sang kenek berkata “Coban Rondo”. Senyum saya pun terkembang. "saya sampai!", begitu kata saya dalam hati. Dari pintu masuk Songgoriti, Coban Rondo ini tidak terlalu jauh, hanya sekitar 5 kilometer tepat di sebelah kiri jalan.
Saya turun di sebuah pertigaan (atau perempatan?) jalan yang kecil. Jalan utama yang menghubungkan Batu dan Kediri memang besar. Namun, dua percabangan lainnya berukuran kecil. Walau kecil, tapi gapura Selamat Datang di Wana Wisata Air Terjun Coban Rondo berwarna kuning sangat mencolok di atas jalan kecil tersebut (nggak terlalu kecil juga sich, dua mobil bisa masuk sekaligus koq). Di sekeliling jalan masuk tersebut banyak banget ditemukan plang iklan Air Terjun Coban Rondo. Harusnya, anda nggak mungkin tersesat ketika mencapai tempat ini. Tempat ini sangat…err…apa yach? Sangat Coban Rondo dech! Hehe…
Ada patung seorang mbok-mbok pemerah sapi dan dua ekor sapi jenis Frisien Holstein (itu loh, sapi belang-belang hitam putih yang menghasilkan susu alih-alih daging). Patung ini berada tepat di tengah-tengah perempatan tersebut. Identitas Pujon sebagai kecamatan penghasil susu di Malang (atau Jawa Timur?)begitu kentara dengan patung sapi dan pemerahnya ini. Jangan lupa untuk berfoto-foto di depan patung sapi ini sebelum masuk ke dalam tempat wisata.
Nah, permasalahan berikutnya adalah menuju Air Terjun Coban Rondo. Jalan masuknya berjarak 4 kilometer dari gapura awal tempat saya berfoto dengan sapi tersebut. Tidak ada angkot yang menuju ke dalam sama sekali (kata beberapa orang sich ada, tapi itu harus 'dibayar' dengan menunggu hampir seharian penuh untuk mendapatkan angkot tersebut). Mau naik colt pengangkut sayur biar hemat? yakin? Siap bergumul bersama kol, sawi, bayam dan kangkung? Yakin nggak ketemu ulet? hiyyyyy....Tentu saja, selalu ada pilihan yang logis disini. Satu-satunya jasa pengangkutan dari Air Terjun Coban Rondo ke jalan raya Batu-Kediri adalah dengan ojek(kalau anda nggak punya mobil sendiri). Jangan kuatir, ojek tersedia disini dalam jumlah cukup. Tarifnya pun resmi, ada plang yang bertuliskan tarif ojek sekali jalan keluar/masuk objek wisata, Rp. 10.000. saya sudah coba nawar-nawar tapi bapak-bapak tersebut tetap bertahan dengan harga mereka. Yah, saya maklum lah, mungkin inilah satu-satunya mata pencaharian mereka. Kalau nggak ada yang pakai, mungkin mereka hanya duduk-duduk berjaga saja di pos ojek tersebut. Kasihan juga sich. Alhasil, saya bersama teman saya menaiki ojek dengan harga masing-masing Rp. 10.000 untuk sekali masuk ke Coban Rondo.Jalan masuk menuju Coban Rondo ternyata indah. Kalau saja waktu saya tidak terbatas, saya mau banget berhenti sejenak untuk berfoto-foto di banyak titik yang menurut saya indah. Ada pemandangan hutan pinus yang dingin, pemandangan Kota Batu dari ketinggian (karena sepanjang jalan yang dilalui adalah tanjakan, jadi posisi saya saat ini berada lebih tinggi daripada Kota Batu), gerobak pengangkut jerami pakan ternak, dan banyak lainnya yang memanjakan mata anda. Jalan masuknya nggak bisa dibilang sepi juga. Ada beberapa orang wisatawan yang lalu lalang di ruas jalan ini walaupun buat saya, lebih banyak petani dan peternak yang mencari pakan disini (petaninya sedang membawa arit buat memotong pakan rumput...hiyyyy). Setelah berkelok-kelok melalui jalan dengan pemandangan indah, akhirnya sampai juga di pos tiket. Bapak ojek tersebut ngasih kejutan buat saya. Tiket masuk cukup bayar satu orang saja karena saya ambil paket dua orang…hahaha…buy one get two donk kalau begitu? Sudah kayak kartu kredit aja nich bapak. Jadi, tiket masuk taman wisata Rp. 8.000 itu hanya di-charge untuk satu orang saja. Sebenarnya itu sudah murah sih dan saya belakangan berpikir, kalau hal-hal seperti itu dipangkas dan tidak masuk ke pengelola, mereka akan hidup dari mana yach untuk membiayai operasional taman wisata ini? Bukankah pengelolaan taman wisata ini butuh biaya besar untuk, misalnya : kebersihan dan perawatan? Namun, atas nama penghematan budget selama menjadi seorang petualang, saya hanya bisa berkata dalam hati, “terpujilah engkau wahai Bapak Ojek diantara para malaikat di surga” hehehe…
Akhirnya, sampai juga di Coban Rondo bagian dalam. Bapak ojek menurunkan saya dan teman saya di tempat parkir dan langsung menawarkan untuk menjemput balik. Saya sebenarnya kurang sreg juga kalau harus menentukan jam kepulangan, namun mengingat saya tidak memiliki kendaraan untuk keluar sama sekali, akhirnya saya memutuskan, waktu dua jam adalah sangat cukup menikmati keindahan air terjun ini. Bapak tersebut tampaknya sangat antusias untuk menawarkan jasa kepulangan kami. Mungkin, kalau tidak ada kami, jarang juga turis yang keluar masuk memanfaatkan jasa bapak ojek tersebut. Kasihan.
Saya sampai di sebuah pelataran objek wisata yang sepi. Turis hanya tampak berlalu lalang segelintir saja. Mungkin saya datang di luar musim kunjungan wisatawan? Namun, untunglah kami bukan satu-satunya wisatawan di tempat ini. Tepat di kanan saya, ada sederetan rumah makan dan kios yang memanggil-manggil saya dan rekan untuk menikmati makan siang di tempat itu. Saya tersenyum dan mengatakan nanti saja. Lah wong perut saya belum laper koq. Di sebelah rumah makan tersebut ada toilet. Sementara itu, di sisi kiri saya ada satu kios souvenir Coban Rondo yang menjual berbagai pernak pernik seperti syal, produk dari batok kelapa hingga gantungan kunci dan kaos. Ada pula beberapa rumah makan yung tutup. Entah tutup selamanya atau tutup karena bukan musim kunjungan wisata. Yuk, mari, kita menyambangi air terjun ini dengan berjalan sekitar 500 meter ke arah dalam.
Jalan menuju air terjun cukup baik, ada banyak tempat yang bisa digunakan untuk berfoto-foto. Salah satunya adalah jembatan kecil dengan air sungai gemericik. Ada banyak tanaman unik dan ajaib disini. Misalnya saja pucuk pohon pakis yang menggulung menyerupai pohon pada jaman purba. Halah…kayak pernah hidup di jaman purba ajah. Haha…sepanjang jalan masuk kita akan menjumpai banyak sekali informasi yang berkaitan dengan air terjun dan legenda yang menyertainya. Selain informasi air terjun, anda juga akan melihat papan petunjuk proses geomorfologi terbentuknya air terjun Coban Rondo ini.Air terjun ini memiliki ketinggian 84 meter dan berada pada ketinggian 1135 meter di atas permukaan laut. Anehnya, saya tidak merasa udara di tempat saya berpijak ini berhawa dingin. Masih cukup panas. Air terjun Coban Rondo memang berarti air terjun janda. Coban artinya Air Terjun, dan Rondo artinya Janda dalam bahasa Jawa. Air terjun ini mengucur indah dari ketinggian di atas tebing sana. Begitu teman saya melihat air terjun ini ia langsung berdecak kagum dan membuang semua keragu-raguannya. Maklum, sebelumnya ia sempat ragu, bukankah semua air terjun sama saja? Ramai sesak pengunjung, berukuran kecil, debit airnya kecil dan tidak menarik? Ternyata, semua prediksi itu berhasil dipatahkan oleh Air Terjun Coban Rondo ini. Air terjun ini benar-benar menarik dan indah. Debit airnya pun deras dan sekelilingnya tertata rapi. Banyak tempat untuk berfoto-foto di areal ini. Kalau anda berani mencoba, rendamlah kaki di sungai yang merupakan aliran dari air terjun ini (Sungai Cemoro Dudo bukan sich?). Nikmatilah air beku yang bisa membuat kaki anda mati rasa. Dijamin, semua stres dalam hidup akan hilang dan anda kembali segar. Airnya benar-benar air pegunungan asli yang dinginnya sampai menyengat dan bikin kaki beku. Banyak banget orang yang bermain-main diantara batu diantara sungai sambil mencelupkan kakinya di sungai tersebut. Buat yang nggak mau berbasah-basahan, main ke kaki air terjun aja sambil mendaki tangga kecil untuk mendapatkan view yang lebih menarik. Berhubung air terjun ini adalah air terjun besar, maka nggak heran kalau debit airnya juga besar dan hempasan angin yang dihasilkan juga besar. Dalam sekejap, tubuh saya dipenuhi oleh tetes-tetes air hasil hempasan angin dan air yang jatuh dari air terjun tersebut. Aaah…Inikah hidup?
Saya menghabiskan waktu cukup lama di air terjun untuk menikmati gemericik air yang jatuh sambil membuka bekal makanan saya. Sungguh menyenangkan disini, berada di tengah-tengah lembah sambil duduk, tidak terburu-buru oleh waktu. Sayang sekali, waktu dua jam hampir berlalu. Saya harus ke depan untuk dijemput kembali oleh bapak ojek tadi. Oh yah, dimana-mana ada banyak sekali papan pemberitahuan yang menyatakan bahwa apabila hujan, sebaiknya anda tidak mendekati wilayah air terjun. Air terjun ini sangat terkenal akan debit airnya yang bisa saja tiba-tiba meningkat apabila hujan dan kemudian terjadi longsor. Jadi, apabila hujan, menjauhlah sejauh mungkin dari area limpahan air terjun ini.Waktu saya kembali ke depan, ternyata bapak tersebut sudah menunggu di depan sana. Waduh, padahal belum dua jam loch. Apakah dia menunggu selama dua jam atau baru saja kembali, saya tidak tahu. Yang jelas, saya menjadi tidak enak karena beliau sampai menunggu saya di tempat saya turun padahal saya hanya membayar Rp. 10.000. tapi, kembali lagi, saya berpendapat mungkin inilah satu-satunya mata pencaharian mereka. Harapan mereka adalah dari turis-turis yang sudah pasti akan menggunakan jasa mereka. Ya sudah, saya segera kembali menaiki ojek tersebut dan bergegas ke depan. Biayanya sama, Rp. 10.000.
Menariknya, jalur untuk kembali ke depan jalan raya Batu-Kediri ternyata sedikit berbeda dengan jalur kedatangan saya sebelumnya. Apabila jalur sebelumnya lebih tinggi daripada Kota batu sehingga saya bisa melihat Kota Batu dari ketinggian, jalur pulang ini berada lebih rendah namun berada tepat di tengah-tengah hutan pinus. Dengan sangat menyesal saya berkata dalam hati, “kenapa tadi saya nggak pakai jaket terlebih dahulu yach?”. Ruas 4 kilometer tersebut terasa sangat panjang karena sangat dinginnya angin yang menerpa. Padahal saat itu pukul 1 siang! Dinginnya angin sampai membuat muka saya beku dan seluruh tubuh saya sulit digerakkan. Nggak heran, bapak ojek tersebut menggunakan jaket kulit tebal dan saya pun iseng-iseng bertanya, “orang-orang disini mandi berapa kali sehari, Pak?”. Beliau menjawab, biasanya nggak mandi, atau palingan satu kali sehari. Ini menjelaskan aroma yang sedari tadi saya cium ketika saya mendekap tubuh bapak tersebut agar tidak jauh dari motor. Hehe…maaf yach Pak. Terlepas dari itu, pemandangan hutan pinus yang saya lalui sangat menakjubkan. Terlebih dari itu pula, bapak ojek ini adalah orang-orang yang sangat ramah. Mungkin mereka tidak tahu cara tersenyum atau bagaimana, tapi ucapan “monggo” (silahkan) dan ucapan kehangatan lainnya banyak terucap dari mereka. Kalau ke Coban Rondo pokoknya sewa ojek dari bapak-bapak ini yach! Buat saya, Air Terjun Coban Rondo ini masuk dalam kategori air terjun terindah (dan tertata rapih) dari semua air terjun yang pernah saya kunjungi di Indonesia. Anda wajib datang ke tempat ini.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
coban rondo banyak kupu ga cak
ReplyDeletesayangnya tidak...walaupun sejuk-panas, rasa-rasanya ga banyak kupu kupu yang bisa dilihat disini. kalau ada, palingan satu dua dengan ukuran kecil dn warna yg ga menarik :)
ReplyDeletememang bukan surganya kupu-kupu kali yach? udah terlalu deket sama pemukiman kali sich?
waah sayang..ga kayak bantimurung dong ya
ReplyDeleteteoriku klu air terjun deras artinya hutannya terjaga. hutan ok, kupu2 mestinya ok. hee..kira2 aja :)
hehehe...sayangnya nggak. mungkin bentukan alamnya beda antara Bantimurung dan Coban Rondo kali yach? tapi, kalau suruh milih, aku sih lebih suka Coban Rondo daripada Bantimurung. hehehe....alasannya? Bantimurung lebih bernuansa mistis...hehe...agak serem...untungnya air terjunnya rame...:D
ReplyDeletepujon sekarang sudah mulai panas, nggak sedingin dulu lagi..hehe...
ReplyDeleteHalo Halo!
ReplyDeleteIya yah? sudah tidak sedingin dulu yah? pasti karena global warming yach :(
tapi bapak2 itu masih suka kedinginan kalau pagi hari loch...hehehe