Puas main (dan berfoto-foto) di Pantai Losari, saya melanjutkan perjalanan saya ke arah utara, menuju Fort Rotterdam dengan berjalan kaki. Saya menelusuri Jalan Penghibur, menyusuri tepian Pantai Losari sambil mencari sesuatu yang bisa dimakan untuk mengisi perut saya di pagi hari. Yah…nggak salah juga sich nyari makanan di tempat ini. Jalan Penghibur ini dipenuhi oleh deretan hotel bintang sampai kelas losmen, restoran hingga kedai makan pinggir jalan. Pilah-pilih aja sesuai dengan budget anda.
Menyusuri Jalan Penghibur, sebelum sampai di depan Hotel Makassar Golden, saya melihat sebuah warung makan yang buka (ternyata, tidak terlalu banyak warung makan atau restoran yang buka sepagi itu).
Spanduk yang dibentangkan di depan warung tersebut memang sedikit banyak membuat saya tergoda. Walaupun sudah makan roti, tampaknya roti bukan pengganjal perut yang baik terlebih saya ingin beraktifitas hingga malam nanti. Spanduk tersebut bertuliskan “Bubur Manado” dan lain-lainnya. Melihat tulisan “Bubur Manado” saja sudah membuat saya terpesona. Saya sampai lupa tulisan lain yang ada di spanduk tersebut! Haha...Walaupun bukan khas Makassar, namun saya ingin mencoba sesuatu yang tidak biasa. Males banget jauh-jauh ke Makassar makannya nasi goreng lagi ya toh? Ya sudah, bubur manado memanggil saya masuk ke dalam.
Ternyata, warung tersebut baru saja melakukan kegiatan buka tokonya. Si mbak masih tampak belum siap melayani tamu yang kebetulan hanya saya sendiri di dalam ruangan kecil yang terisi sekitar 6 meja tersebut. Mbak tersebut tampak sedikit heran ketika saya bertanya detail tentang isi Bubur Manado kepadanya. "Bubur Manado isinya apa mbak? dimasaknya gimana mbak? pake bumbu apa aja?" Mungkin takut kali yach menjawabnya? “Ini orang, mau makan bubur aja koq pake tanya-tanya…gila kali yach?” hihihi. Akhirnya, dia berkata, tunggu sekitar 15 menit karena belum siap. Oke lah, saya memang dalam jadwal ketat pada hari ini namun untuk semangkuk Bubur Manado, saya siap menunggu. Walaupun dulu pernah makan Bubur Manado, tapi beneran, saya sudah lupa akan rasanya sama sekali. Kayak gimana yach rasanya?
Warung tersebut ternyata milik seorang ncik-ncik Chinese. Beliau menunggu di belakang meja kasir sambil membaca koran. Sambil menunggu, saya memandangi Pantai Losari yang terlihat jelas dari pintu restoran ini. Tak terasa, tiba-tiba Bubur Manadonya sudah datang. Panas dan mengepul asap.
Bubur Manado atau terkadang dikenal sebagai Bubur Tinutuan adalah bubur dengan bahan utama jagung, diberi daun kangkung dan cacahan ebi/ikan asin sebagai pelengkap(beberapa sumber bilang ada ubinya juga). Bubur ini berasa asin dan kalau menurut saya sich, rasanya terlalu berat untuk dimakan pada saat sarapan karena terlalu kaya. Porsi yang terhidang saja sudah cukup banyak, terlebih bubur tersebut sangat panas dan tidak lekas menjadi dingin. Saya sampai tidak sabar meniup bubur tersebut agar menjadi lekas dingin. Untuk semangkuk bubur ini, saya harus membayar Rp. 12.000. Harga yang cukup lumayan tinggi untuk sebuah hidangan pagi walaupun saya bersyukur bisa mencicipi dan tidak penasaran akan rasanya. Heran juga, ternyata Bubur Manado ini cukup terkenal di Makassar. Banyak rumah makan yang menyediakan menu ini di dalam daftar menunya. Anda akan menemukan sejumlah rumah makan yang berderet menjual menu serupa. Silahkan pilih untuk menu sarapan anda. Lumayan banget sarapan sambil melihat Pantai Losari.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
bubur menado banyak jenis daunnya ya..
ReplyDeletekalau baca resepnya di internet, koleksi daunnya sich banyak yach. tapi yang ini rasanya cuma kangkung aja dech yach...mungkin masih pagi kali yach? daun2 lainnya belum dipetik...hihihi
ReplyDeletemoga gw sempat nyobain bubur ini nanti..aminnn
ReplyDeletesambil menikmati losari, sarapan bubur ini Nas :D tapi mungkin lebih autentik yang di Manado asli kali yah?
ReplyDelete