Belajar Bahasa Batak Melalui Patik Ni Debata Di Salib Kasih

Intinya, saya sich nggak mengikuti aturan lazim yang sudah ditetapkan yach. Memang sich nggak ada tabu tertentu atau larangan yang mengharuskan saya mengikuti dengan benar petunjuk arah jalan, namun terus terang saya nggak terlalu memperhatikan petunjuk jalan naik dan jalan turun di Salib Kasih. Akibatnya, saya naik di jalur turun (yang ada Taman Prasastinya) dan turun di jalur naik (yang baru akan saya lalui ini). Akibatnya lagi, sepanjang saya naik menuju Salib Kasih, saya menjumpai orang-orang yang berjalan turun. Anda tahu donk, saya ketemu siapa di jalan turun? Orang-orang yang naik, kata anda? Haha. Maaf, salah, saya tidak bertemu seorang pun lantaran hari sudah terlalu sore. Hihihihi.
Jalan turun yang sejatinya adalah jalan naik ini memang lebih sepi dari jalan naik yang sejatinya adalah jalan turun yang tadi saya naiki. Hayooo, bingung nggak bacanya? Kalau bingung, coba dibaca sekali lagi klausa barusan. Hehehe. Di jalan kepulangan saya ini (saya sebut demikian biar gampang mencernanya) tidak terdapat Taman Prasasti seperti yang saya temui sebelumnya. Mungkin itu maksudnya kali yach? Orang naik dahulu guna mencapai Salib Kasih, berdoa, menatap Rura Silindung, kemudian membeli prasasti di kantor, baru kemudian meletakkan prasasti di Taman Prasasti sekaligus pulang. Masalahnya, saya terbalik. Hihihi. Di jalan kepulangan saya ini, hanya sejumlah kutipan-kutipan alkitab yang dipajang di antara pepohonan pinus, tidak ada prasasti sama sekali. Selain kutipan alkitab standar, ada juga sepuluh perintah Allah yang ditulis dalam tiga bahasa (Batak, Indonesia, Inggris) dan delapan sabda bahagia yang ditulis hanya dalam dua bahasa (Indonesia dan Inggris). Sebagai catatan, sepuluh perintah Allah dalam bahasa Batak disebut dengan Patik Ni Debata. Perintah pertama disebut Patik Parjolo, dan seterusnya adalah Paduahon, Patoluhon, Paopathon, Palimahon, Paonomhon, Papituhon, Paualuhon, Pasiahon, Pasampuluhon. Hitung-hitung sambil hiking, belajar bahasa Batak lah. Hehehe. Walaupun kata dalam bahasa Batak cukup mirip dengan Bahasa Indonesia dan Jawa seperti yang saya pernah utarakan sebelumnya (contohnya dalam kata tolu, pitu, dan manuk), namun cita rasa Thailand agak susah saya lepaskan (yang memang diyakini adalah asal mula permulaan orang Batak) seperti dalam kalimat : “Unang Ho Mangalangkup”. Kerasa nggak nuansa Bahasa Thai dalam kalimat tersebut? Coba dech dibaca! Sambil menikmati kembali kutipan-kutipan dari alkitab (maklum, saya orangnya termasuk kelompok yang malas membuka Alkitab. Hehehe), tiba-tiba saya sudah sampai di Patung Dr. Ingwer Nommensen yang berada di pintu masuk Salib Kasih. Selesailah sudah kunjungan saya di Salib Kasih.

0 komentar:

Post a Comment