Batu Lubang Simaninggir Si Misterius

Batu Lubang Kedua Dari Arah Tarutung
Salah satu objek yang pastinya akan sangat menarik perhatian dan mungkin menjadi semacam “hal yang patut dilihat” ketika melintasi Tarutung – Sibolga adalah Batu Lubang. Saat akan mencari info akan objek wisata di ruas ini, saya mendapatkan info mengernai Batu Lubang ini dari Mbah Google. Beberapa penduduk lokal yang mengetahui bahwa saya akan berkunjung ke Sibolga via Tarutung pun memberikan saran pribadi mereka mengenai objek Batu Lubang ini. Saat hampir akan tiba di objek tersebut, Ibu di sebelah saya pun berkata, “adik suka berfoto bukan? Sebentar lagi kita hampir tiba di Batu Lubang”. Hmm...semenarik itu kah Batu Lubang yang sangat direkomendasikan oleh masyarakat Tapanuli Utara dan Tapanuli Tengah ini?
Sulitnya Berfoto Di Dalam Batu Lubang
Terletak di Desa Simaninggir, Kecamatan Sitahuis, Kabupaten Tapanuli Tengah (saya nggak melihat ada desa di sekeliling Batu Lubang ini, malah persisnya merupakan bukit yang tertutup hutan belantara!), Batu Lubang menjadi semacam pertanda bagi pelancong dari Tarutung bahwa mereka sudah hampir tiba di Kota Sibolga. Sesuai dengan namanya, Batu Lubang adalah sebuah batu besar yang berlubang dan menjadi semacam terowongan bagi pelintas yang melewati jalur Tarutung – Sibolga. Ternyata, Batu Lubang ini ada dua buah. Dari Tarutung, anda akan menjumpai Batu Lubang pertama yang singkat dan Batu Lubang kedua yang lebih panjang. Batu Lubang ini memiliki fitur air terjun kecil di sejumlah sisinya. Batu Lubang kedua bahkan dialiri air terjun pada sisinya.
Foto Blur Dalam Batu Lubang
Batu Lubang Kedua Dari Arah Sibolga
Batu Lubang merupakan sebuah terowongan batu alamiah yang bisa dilintasi oleh satu buah kendaraan yang cukup besar. Panjang terowongan alamiah yang terbentuk adalah 8 meter dan 10 meter pada masing-masing batu pertama dan kedua. Karena sempitnya median jalan, maka hanya satu kendaraan yang bisa melintasi terowongan ini pada satu waktu. Bagian dalam terowongan gelap dan lembab karena dialiri air. Kondisi jalanan pun rusak parah dan berkawah karena kerap digenangi air. Batu Lubang pertama yang pendek memudahkan kita untuk berkendara sambil melihat ujung jalan satunya lagi. Sementara itu, Batu Lubang yang kedua cukup panjang dan berbelok sehingga pelancong tidak bisa melihat ujung jalan di sisi satunya lagi. Saya sich ingin berhenti dan berfoto sejenak di Batu Lubang ini karena ini sangat khas Tapanuli Tengah. Pencarian akan “Batu Lubang” di Google pun akan memunculkan Batu Lubang yang dimaksud pada bagian atas pencarian. Sayangnya, saya naik angkutan umum sehingga tidak bisa berhenti sembarangan. Selain itu, saya pun terburu-buru harus mencapai Sibolga pada waktunya dan bertemu Pak Daniel Lömbu (085262509269/081361211032)untuk mengambil tiket yang sudah saya pesan. Saya nggak bisa berhenti disini. Sayang sekali. Apabila teman-teman mencarter kendaraan pribadi, mungkin bisa berhenti di bagian luar Batu Lubang yang agak lebar untuk berhenti sejenak, melihat Batu Lubang dan menikmati pemandangan sekitar yang memang berbukit, berngarai, dan memiliki hutan yang sangat lebat, plus air terjun mungil yang bergemericik di sejumlah sisinya. Indah? Ya, tempat ini indah. Kaum kolonialis Belanda yang datang dari Pantai Barat Sumatera, tepatnya Kota Barus memang memasuki wilayah Tapanuli dan Jantung Toba dari arah Barat. Jalan berkelok yang menembus deretan Bukit Barisan merupakan produk buatan pemerintah kolonial saat itu. Maklum, saat itu cukup sulit untuk mencapai Tarutung dari Sibolga sehingga dicetuskanlah ide pembangunan jalan yang menghubungkan dua kota tersebut. Tidak terhitung berapa banyak nyawa pekerja yang tewas saat pembangunan jalan dengan sistem kerja rodi tersebut. Ya, pembangunan jalan tersebut memang memakan sangat banyak darah anak bangsa ini. Tidak selesai pada masa kolonialisme Belanda, pembangunan jalan tersebut diteruskan pada masa penjajahan Jepang. Saking kejamnya, mereka yang tewas langsung saja dibuang ke dalam jurang yang melingkari Bukit Barisan sedalam ratusan meter tersebut. Nah, dalam proses pembangunannya ini, mereka menghadapi tantangan, terutama dengan hadirnya dua buah batu besar yang ada dalam jalur Sibolga-Tarutung. Kebayang nggak memahat batu-batu cadas tersebut dengan tangan dan peralatan manual hingga berlubang dan menjadi terowongan serta bisa dilewati? Jalan yang sempit tersebut barulah dilebarkan dengan dinamit pada masa pemerintahan modern yakni tahun 1990-an. Bentuk jalan tersebut bertahan hingga seperti yang dikenal sekarang.
Batu Lubang Pertama Dari Arah Sibolga
Adapun cerita mistis menggelayuti terowongan ini hingga kini. Memang sich, buat anda yang melintasi terowongan tersebut, pasti setuju dengan saya bahwa setting di tempat ini memang menyeramkan, selain indah tentunya. Pada siang hari sekalipun, rerimbunan pepohonan yang sangat tebal dan rapat membuat lokasi cukup teduh dan sejuk sehingga menimbulkan kesan gelap. Hal ini diperparah dengan bagian dalam terowongan yang memang gelap. Nggak kebayang dech kalau melintasi jalur ini pada malam hari. Mungkin hanya lampu kendaraan saja yang bisa dijadikan panduan. Nah, ada semacam kepercayaan bahwa pelintas, terutama supir harus membunyikan klakson ketika melewati terowongan Batu Lubang ini. Klakson ini sebagai pertanda bahwa anda meminta ijin untuk melintasi tempat ini. Selain untuk menghindari pertemuan dua kendaraan di bagian dalam gua yang memang sempit, aksi yang dilakukan ini pun sarat dengan kisah mistis yang menyelimuti kawasan ini. Settingannya berada di tengah hutan, jauh dari pemukiman dan keramaian manusia, ditambah dengan proses pelubangan batu ini yang memang banyak memakan korban jiwa. Semakin lengkaplah bau mistis yang tercium di tempat ini.
Salah Satu Air Terjun Yang Mengaliri Sisi Batu Lubang
Buat teman-teman yang kebetulan melintasi Tarutung – Sibolga, ada baiknya sich berhenti untuk melihat-lihat Batu Lubang dan panorama di sekeliling tempat ini. Sayangnya, tidak ada papan petunjuk sama sekali yang mengisyaratkan bahwa anda sudah tiba di Batu Lubang. Namun, apabila anda bertemu dengan penduduk lokal yang sudah biasa pulang balik melintasi jalur ini, percaya dech, mereka akan dengan senang hati menginformasikan keberadaan Batu Lubang ini. Nikmatilah Batu Lubang ini tetap dengan pikiran positif, agar nuansa seramnya tidak terbawa-bawa. Hehehe.

3 komentar:

  1. jadi batu itu sebenarnya terowongan ya? hehehe. sempit amat. mungkin dulunya hanya dibuat utk lalu-lintas kereta kuda ya Lomie?!

    ReplyDelete
  2. mungkin kalau dulu pakenya kereta kuda kali yah. sekarang yah selebar bus deh oom hehehe

    ReplyDelete
  3. ini desa yang terletak diSipirok bukan yah?

    ReplyDelete