Dua Dunia Berbeda Tapanuli Utara Dan Tengah

Perhatikan kanan dan kiri Tapanuli Utara
Anda masih berada di Tapanuli Utara
Tapanuli Utara dan Tapanuli Tengah, buat saya bagaikan dua dunia yang berbeda. Tapanuli Utara, dengan ibukotanya Tarutung, merupakan daerah berlembah, dengan dataran tinggi di sekeliling. Sementara itu, ketika memasuki wilayah Tapanuli Tengah dengan ibukotanya Pandan (bukan Sibolga yach), serasa memasuki hutan belukar belantara dengan aneka macam tanaman dan pepohonan lebat di kanan kiri, perbukitan naik turun, dan jalanan yang super berkelok! Nah, jalanan ini lah yang konon sangat legendaris dan sangat dicintai sekaligus dibenci oleh para pengguna jalan ruas Tarutung – Sibolga. Apa pasal? Kalau anda menikmati perjalanan yang cukup mudah melintasi wilayah Toba Samosir, Humbang Hasundutan, hingga ke Tapanuli Utara, maka bersiap-siaplah untuk menikmati ribuan kelokan di ruas Tarutung – Sibolga. Yap, anda nggak salah baca, tepatnya ada sekitar 1200 kelokan di ruas jalan yang “cuma” berjarak 66 KM ini. Kalau di Kabupaten Agam, Maninjau menuju Muko-Muko ada Kelok Ampek Puluah Ampek, atau Kelok 44, nah jumlah kelokan di tempat ini ada 1200 buah! Setidaknya demikian info yang bisa didapat saat saya mencari kendaraan menuju Sibolga. Saya sich nggak sebegitu gilanya menghitung setiap belokan yang ada, namun jumlah kelokannya memang banyak! Mungkin itu sebabnya jalanan ini mudah menuai orang-orang mabuk dan kendaraan yang kotor karena penumpangnya memuntahkan isi perutnya tanpa sempat dikendalikan. Ngeri yach? Waduh, saya sudah sangat jiper ketika akan melintasi ruas ini. Saya jadi teringat ruas Padang – Bukittinggi via Lembah Anai dan Padang Panjang yang telah sukses menghantam saya sehingga saya bener-bener nggak bisa menikmati perjalanan indah di ruas tersebut. Saya mabok nggak berhenti-berhenti sampai perut saya sakit karena isinya dikeluarkan semua. Bagaimana bisa saya menahan 1200 kelokan ini?
Lebatnya hutan di Tapanuli Tengah
Pemandangan dari dalam mobil saat di Tapanuli Tengah
Memasuki wilayah Tapanuli Tengah, jalanan yang tadinya lapang dan lebar dengan dataran di kanan kiri pun berubah 180 derajat terutama dengan ruas jalan yang (rasanya) semakin sempit, tepi jalan yang juga menyempit (mungkin juga efek dari lebatnya pepohonan) dan hampir tidak adanya lagi kota cukup besar yang bisa ditemui sepanjang perjalanan. Sepanjang perjalanan, saya hanya menjumpai sekumpulan kampung dan kemudian digantikan kembali oleh lebatnya hutan belantara yang menghiasi punggung Bukit Barisan. Yap, wilayah Tapanuli Tengah secara kebetulan memang berada di punggung Bukit Barisan. Walaupun sejumlah objek wisata cukup besar hadir di tempat ini, namun entah mengapa saya tetap merasakan bahwa rute ini sangat pelosok dan pedalaman sekali. Benar-benar memasuki dunia berbeda sama sekali dalam pandangan saya. Saya pun nggak bisa membayangkan apabila melintasi kawasan ini pada malam hari. Pastinya, kegelapan total dan pepohonan yang menari-nari dimainkan oleh lampu jalanan akan menemani kami sepanjang malam. Mengerikan.
Bukit-bukit besar menghimpit jalanan kecil
Sesampainya di Tarutung, saya diturunkan oleh sang supir di tepi jalan D.I. Pandjaitan, lokasi tempat kendaraan yang menuju Sibolga menunggu penumpang. Saya tidak mendapat kesempatan untuk meluruskan kaki dan menikmati situasi sekitar. Walaupun belum terlalu penuh, namun saya disuruh masuk ke dalam angkutan menuju Sibolga dan ditempatkan di bagian dalam! Arrrggghhh. Kacau balau! Saya paling membenci posisi duduk yang seperti ini, apalagi jarak Tarutung – Sibolga bisa dicapai dalam waktu 3-4 jam lamanya! Apabila tidak ada kota besar di antara Tarutung dan Sibolga, bisa-bisa saya duduk dengan posisi yang sama sampai di Sibolga nanti. Saya khawatir akan mabuk dan tentunya tidak bisa berfoto-foto ria. Hiks.
Benar saja, sang kenek menaikkan penumpang sebanyak-banyaknya dan cukup penuh. beberapa Inang bahkan membawa hasil bumi dan Inang persis di sebelah saya memangku sebaki penuh telur ayam! Duh. Saya nggak bisa membayangkan apa yang terjadi kalau jalanannya nggak bagus. Yah, saya menunggu nggak terlalu lama sih, walaupun saya sempat membeli sekantong Kacang Sihobuk (lagi) untuk menemani saya ngemil kalau-kalau kelaparan di jalan, sampai akhirnya kendaraan pun penuh dan berangkat. Pisang (dari Hotel Bali tadi pagi), kacang di genggaman, dan kantung plastik kalau-kalau mau muntah telah saya siapkan. Sebotol minuman ringan manis pun telah saya siapkan kalau-kalau mulut saya terasa asam. Hahaha. Persiapan yang luar biasa dan saya pun berangkat.

0 komentar:

Post a Comment