Kisah Si Hotel Puncak G.M. Panggabean

Gapura Utama Bukit Anugerah
Ketika kendaraan yang saya tumpangi melaju perlahan di tengah hutan di dalam Bukit Barisan yang memisahkan Tapanuli Utara dan Tapanuli Tengah, saya sama sekali tidak berharap menemukan adanya objek menarik sepanjang perjalanannya. Maklum, bidang tutupan hutan di kanan dan kiri sepanjang jalur yang saya lihat cukup lebat. Ditambah dengan minimnya pemukiman yang saya lihat di sepanjang jalur yang saya lintasi, rasa-rasanya saya tidak berharap terlalu banyak untuk sebuah objek, barangkali? Namun, tiba-tiba saya terperangah ketika kendaraan yang saya tumpangi melewati sebuah gapura yang bertuliskan “Objek Wisata Bukit Anugerah”. Saya semakin terperangah lagi ketika melihat ada objek wisata “Puncak G.M. Panggabean” dan “Hotel Puncak G.M. Panggabean” di sebelahnya. Jauh di dalam hutan belantara, ada objek wisata berukuran besar seperti ini, lengkap dengan hotel yang tampaknya diurus dengan sangat serius. Terus terang, saya tertarik untuk menyambangi dan melihat-lihat kondisi objek wisata yang terletak di tengah-tengah bukit barisan ini.
Plang Hotel Puncak GM Panggabean. Dimana Hotelnya?
Usut punya usut, konon beberapa tahun lampau sempat ada wacana dari pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah bahwa mereka ingin menjadikan kawasan di tengah Bonan Dolok ini sebagai kompleks pariwisata terpadu berskala internasional. Salah satu dan dua dari sarana tersebut adalah sinergi antara Puncak G.M. Panggabean dan Bukit Anugerah yang sudah saya lihat sebelumnya. Objek lain yang akan disinergikan yakni wisata pesisir di Sibolga dan Pandan sana. Jadi, semacam ingin mempromosikan bahwa berbagai jenis kegiatan wisata dengan berbagai tema, mulai dari gunung hingga laut ada di Tapian Nauli yang indah ini. Konon lagi yang lebih hebohnya, ada rencana untuk membangun semacam monorail untuk menghubungkan Pulau Mursala di lepas pantai Pandan dengan Bonan Dolok. Hmmmm.
Pemandangan inilah yang masih menghiasi tepian kompleks
Dari semua rencana tersebut, menurut saya yang paling mencuat ialah pembangunan patung besar di Bukit Anugerah yang konon tingginya akan melebihi Patung Liberty di New York sana. Patung yang akan dibuat ialah sosok Nabi Nuh, sosok Nabi yang membuat bahtera dan menyelamatkan berbagai jenis makhluk hidup kala bumi diterjang air bah pada jaman dahulu kala. Alasan mengapa dipilihnya sosok Nabi Nuh, saya juga tidak terlalu tahu persis. Patung Nabi Nuh ini yang bisa dinaiki hingga ke puncaknya pun dilengkapi dengan hotel berlantai tujuh berbentuk seperti bahtera, berskala internasional namun juga mampu menjaring wisatawan kelas menengah. Mendukung Patung Nabi Nuh dengan bahtera-nya, akan dibuat sejenis taman aneka satwa bukan kebun binatang. Artinya, hewan-hewan itu bisa berkeliaran dengan bebas sambil tetap mengedepankan konsep keamanan tentunya. Rencana ambisius ini memang memikat, terutama dengan menaikkan pamor Tapanuli Tengah sebagai lokasi wisata yang berskala internasional. Jadi, turis tidak hanya bertahan di jantung Toba saja, namun bisa melanjutkan ke Tapanuli Tengah. Untuk pembuatannya, patung ini menggunakan arsitek patung kenamaan Nyoman Nuarta yang sudah terkenal dalam pembuatan berbagai patung berukuran besar, salah satunya adalah Garuda Wishnu Kencana di Bukit Ungasan, Jimbaran, Bali.
Bagian Dari Kompleks Hotel
Gapura Utama Hotel Puncak GM Panggabean
Sayangnya, rencana tinggal rencana. Saya menemukan bahwa proyek ini memiliki banyak ketidakjelasan. Konon, rencana awal penggelontoran proyek ini dimulai pada tahun 2007. Diharapkan, pada 2 atau 3 tahun berikutnya, sudah bisa selesai dan tentunya menjadi kebanggaan masyarakat Tapanuli dan Sumatera Utara. Sayangnya, jauh panggang dari api. Hingga kini patung yang diharapkan menjadi ikon Tapanuli Tengah di pedalaman Bonan Dolok itu tak kunjung terealisasi. Jangankan patung, monorail yang diharapkan pun tidak ada. Atau, melihat kebutuhan dasar saja, perawatan yang ada terhadap Hotel Puncak G.M. Panggabean pun terlihat sangat apa adanya. Pintu gerbang yang sudah lusuh terkena cuaca, papan petunjuk yang sudah berkarat, areal yang masih belum tertata rapih dan banyak gerusan batu cadas, nampaknya sangat jauh dari kesan lokasi pariwisata internasional bukan? Ditambah lagi dengan sedikitnya jumlah pelintas yang melewati tempat ini. Saya bahkan nggak yakin ada cukup pelintas di saat malam hari. Jumlahnya sangat jauh bila dibandingkan keramaian yang ada di misalnya Parapat, atau Tuk-Tuk Siadong, atau bahkan Sibolga dan Pandan sebagai ibukota kabupaten. Walaupun kenyataannya Puncak G.M. Panggabean ini sudah tidak terlalu jauh dari Kota Sibolga yakni sekitar 8 KM, namun jalur yang terus menanjak, sempit, dan sangat bernuansa hutan, entah kenapa seakan membuat wisatawan sudah malas untuk melanjutkan perjalanan menuju ke jantung Bukit Barisan ini. Saya saja tidak menemukan adanya plang atau papan informasi yang bisa membantu saya menemukan kompleks pariwisata terpadu di Bonan Dolok ini. Kalau memang terpadu dan dikerjakan dengan serius, tentunya sejumlah papan informasi dan petunjuk bukan persoalan rumit khan? Apa mungkin para wisatawan lebih tertarik untuk berwisata pantai di pesisir Tapanuli Tengah? Ataukah perjalanan para wisatawan tersebut terhenti sampai di Balige saja? Sayang sekali, saya berharap pemerintah setempat kembali komit akan keseriusannya menangani objek wisata yang memberikan kesan terlantar ini. Terlantar atau tidak, anda bisa menentukannya sendiri dalam foto-foto jepretan saya ini.

0 komentar:

Post a Comment