Selamat Datang Di Kota Teluk Dalam

Akhirnya, setelah tertidur beberapa kali dan terbangun, melewati anak-anak penjual Lasi (Langsat dalam bahasa Nias), melewati tepi laut, kompleks pekuburan, saya tiba di suatu tempat yang tampaknya seperti sebuah kota. Kepala Osa-Osa sejumlah tiga buah tampak di sebuah tugu kecil di tengah-tengah jalan raya yang saya duga adalah bundaran utama di tempat ini. Ya, Saya sudah sampai di Teluk Dalam! Ini adalah titik awal perjalanan saya menuju Nias yang lebih etnik karena mayoritas desa-desa adat yang terbuka untuk turis memang terpusat di wilayah Nias Selatan dan semuanya dapat diraih lebih mudah dari Teluk Dalam.
Kesan pertama saya terhadap Teluk Dalam? Kotanya sepi. Entah apakah karena tengah hari, atau hari minggu, namun saya jarang mendapati aktifitas manusia di kota ini, apalagi angkutan umum! Saking sepinya, saya bahkan jarang menjumpai penduduk yang menyebrang jalan sekalipun. Kendaraan yang membawa saya dari Gunungsitoli berputar-putar di kota guna mengantarkan sejumlah penumpang dan menawarkan jasa penginapan kepada saya. Kota Teluk Dalam itu sendiri berada di perlintasan antara Gunungsitoli dan Lolowau yang terletak di pantai barat Pulau Nias. Jantung kota ini sendiri hanya terdiri atas beberapa ruas jalan utama. sisanya, beberapa ruas jalan yang mengarah ke luar kota mengarahkan kita kembali ke Hilinamoniha (arah Gunungsitoli), Bawomataluo (arah tengah) dan Sorake (arah Lolowau). Kepadatan warga bisa ditemui di sekitar bundaran Osa-Osa berkepala tiga yang tampaknya merupakan pusat kota karena dikelilingi oleh pasar dan terminal serta tukang ojek yang siap mengantarkan penumpang kemanapun di Nias. Nah, di lokasi inilah anda bisa mendapatkan ojek untuk mengantarkan anda ke desa-desa adat keliling Nias Selatan. Hanya saja, Hilinawallo Mazingo dan Gomo sudah terlalu jauh untuk dicapai dengan ojek, anda bisa mencarter kendaraan roda empat dari titik yang sama. Kekurangan Teluk Dalam yang saya lihat siang itu adalah tidak ada atau sangat sedikitnya angkutan umum yang bisa diandalkan untuk mencapai lokasi-lokasi umum yang sudah favorit menjadi tujuan pelancong. Sekalipun ada, anda harus menunggu dalam waktu lama dan biasanya sudah penuh oleh warga lokal. Carter menjadi pilihan yang bijak.
Teluk Dalam, kota terbesar kedua di Nias setelah Gunungsitoli memang sudah berbenah dan membangun diri. Efek dan sekaligus berkah gempa tahun 2005 adalah kedatangan Badan Rekonstruksi dan Rehabilitasi yang membangun Gunungsitoli, Teluk Dalam, dan jalur penghubung antara kedua kota itu, serta kota-kota lainnya. Banyak bangunan baru di Nias walaupun bangunan lama masih mendominasi. Yang paling tampak adalah pembangunan sejumlah gereja baru di sudut kota ini. Pembangunan yang pesat diwakili dengan timpangnya pembangunan wajah kota bersanding dengan kebun kelapa yang masih lebat dan tinggi. Kebetulan, waktu itu adalah bulan puasa, namun suasana Ramadhan tidak terlalu terasa di Nias yang sebagian besar penduduknya beragama nasrani. Namun, masjid yang besar pun tersedia dan ketika malam tiba, ketika shalat tarawih, cukup banyak penduduk Teluk Dalam yang menganut Islam dan memadati masjid.
Buat teman-teman yang akan mengunjungi Nias, pemberhentian di Teluk Dalam adalah mutlak apabila teman-teman berminat untuk mengunjungi desa-desa adat di sekeliling. Walaupun ada pilihan lain yakni menginap di Sorake karena lebih banyak fasilitas turis asing disana, namun saya sendiri lebih menyukai Teluk Dalam yang lebih kurang nuansa turisnya sehingga barang-barang kebutuhan sehari-hari bisa didapat lebih mudah dan murah. Tercatat ada sekitar belasan toko kelontong sehari-hari di sekitar penginapan yang saya tempati dan buka hingga malam hari lho. Bahkan di sudut jalan, ada cafe yang buka hanya malam hari. Tanda geliat kehidupan Kota Teluk Dalam, bukan?
Sejumlah bank dengan jaringan ATM Bersama pun sudah membuka gerainya di kota ini. bukan perkara sukar lagi untuk mendapatkan dana tunai walaupun sebagian besar transaksi akan lebih baik dilakukan dengan dana tunai. Selain BNI, ada Bank BRI, dan Bank Sumut yang sudah terhubung dengan jaringan ATM Bersama. Sedikit catatan, sebaiknya menyediakan dana lebih besar daripada yang anda bayangkan karena biaya hidup di Teluk Dalam atau Nias secara umum memang agak tinggi. Biaya satu kali makan umumnya di atas Rp. 10.000 dan ketiadaan/kurangnya angkutan umum berimbas pada angkutan ojek yang lebih diminati warga sehingga biaya pun tinggi.

0 komentar:

Post a Comment