Lasi Langsat Lahusa

Memasuki Lahusa, pintu gerbang Nias Selatan, tepatnya di wilayah Somambawa, anda akan menyadari bahwa jalanan yang dilalui mulai berkelok-kelok dan naik turun. Entah, namun tampaknya kendaraan yang kami tumpangi sedang memasuki wilayah perbukitan. Nah, pertama-tama sich saya nggak sadar. Namun saya mulai menyadari ketika satu-dua hingga beberapa anak-anak berteriak di luar kendaraan, sembari hampir mengejar kendaraan yang sedang melintas. Apa yang mereka perbuat?

Mereka berteriak “Lasi!”. Berturut-turut dan kemudian berteriak lagi, “Lasi!”. Teriaknya pun bukan sekedar berteriak namun lumayan mengeluarkan tenaga kalau menurut saya. Kenapa sich mereka? Hal ini terjadi di sepanjang jalan yang berkelok-kelok menanjak tersebut dan mereka tampak menyerbu kendaraan yang melintas apalagi jika kendaraan tersebut menampakkan tanda-tanda akan berhenti. Keheranan saya terbaca oleh pemuda yang duduk di sebelah belakang dan dengan segera ia menjelaskan, “Lasi itu langsat” sembari menunjukkan kepada saya berkantong-kantong Lasi yang dibungkus oleh kantong kresek dan dijejerkan di kursi di pinggir jalan. Oooh...tampaknya begitulah cara anak-anak tersebut menjual Lasi atau langsat. Buah yang mirip dengan duku namun berasa lebih masam ini umumnya tumbuh liar di daerah sekitar sehingga mereka memanen dalam jumlah ala kadarnya. Tampak di sepanjang jalan, jumlah kantung Lasi yang dimiliki oleh anak-anak tersebut tidak terlalu banyak. Untuk satu kantung Lasi, anda harus menebus sekitar Rp. 5.000 – Rp. 10.000. Dengan harga demikian, anda sudah mendapatkan sangat banyak Lasi dan bisa berbagi dengan rekan seperjalanan anda semobil. Saya termasuk yang mendapat bagian dari pembagian Lasi tersebut ketika seorang Ibu membeli Lasi untuk dimakan di perjalanan. Rasanya? Yah, seperti yang saya ingat akan langsat, buah ini agak masam dan kulitnya agak sukar dibuka karena menempel dengan daging buahnya. Walaupun banyak ditemui di Indonesia di bagian pulau-pulau teratas sehingga saya lebih jarang melihatnya dibandingkan duku, namun langsat atau Lasi dalam bahasa lokal ini bukanlah favorit saya. Nah, buat teman-teman yang penasaran akan langsat atau Lasi khas Nias, bisa meminta sang supir untuk menghentikan sejenak kendaraan di tepi jalan dan membeli Lasi dari anak-anak ini. Sang supirnya sendiri bahkan dengan senang hati dan menawarkan kepada seluruh penumpang kalau-kalau ada yang tertarik untuk membeli Lasi. Tertarik?

2 komentar:

  1. Seberapa asam langsat di sana? Langsat di Sulut nggak asam-asam amat, malah saya sering beruntung mendapatkan yang manis. Kalau langsat di Jawa, hedew! Begitu asamnya sampai begitu makan saya langsung memaki, "LANGSAT!!!". Hihihi.....

    ReplyDelete
  2. asamnya masih bisa ditolerir sih mbak, tapi memang yang di Sulawesi rasanya lebih manis daripada yang di Sumatera.

    maksudnya mungkin bukan Langsat tapi ******t? hiihihihi

    ReplyDelete