Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung, sesuai namanya berada di wilayah Bantimurung, kabupaten Maros. Taman nasional ini sangat terkenal akan keanekaragaman hayatinya, terutama kerajaan kupu-kupu yang ada di dalamnya. Sulawesi, telah lama diketahui memiliki fauna yang endemis dan tidak terdapat di wilayah Paparan Sunda dan Paparan Sahul. (ehem, sebelum saya melanjutkan, Paparan Sunda adalah laut dangkal di sekitar Jawa, Bali, Kalimantan dan Sumatera yang mempersatukan mereka dengan dataran Asia sementara itu Paparan Sahul adalah laut dangkal di sekitar wilayah Papua yang menghubungkan Papua dengan wilayah Australia). Akibatnya, kita dapat melihat hewan-hewan unik percampuran tipe Asia dan Australia di wilayah ini, sebut saja kukang, burung maleo, tarsius, babirusa, monyet berekor hitam Macaca nigra dan anoa. Tidak terkecuali di Sulawesi Selatan dimana Bantimurung menjadi kerajaan kupu-kupu. Banyak sekali kupu-kupu berukuran besar, bercorak unik dan berwarna-warni beterbangan di wilayah ini. Adalah Alfred Russel Wallace, seorang naturalis berkebangsaan Inggris yang menentukan Garis Wallace dan menyempurnakan Teori Darwin akan seleksi alam. Wallace bertualang selama belasan bulan di wilayah Nusantara dan beliau banyak sekali membuat specimen hewan-hewan yang ada di Nusantara, tidak terkecuali kupu-kupu di Bantimurung.
Sebelum mencapai taman, ada tulisan besar yang dipajang di dinding bukit karst “Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung” menyambut anda. Tak lama, anda akan bertemu dengan sebuah baliho besar raksasa berbentuk kupu-kupu berwarna biru membentang di atas gapura kedatangan taman nasional ini. Sejatinya, baliho kupu-kupu ini berwarna kuning dan terlihat artifisial. Namun, beberapa waktu yang lalu baliho besar ini roboh tertiup angin. Akhirnya, pengelola menggantinya dengan baliho yang baru. Baliho kupu-kupu raksasa berwarna biru inilah yang saya temui pada saat kedatangan saya. Baliho yang baru ini justru lebih realistis menurut saya dibandingkan yang lama. Kupu-kupu buatan yang digunakan sebagai baliho berasal dari jenis Papilio Ulysses, kupu-kupu yang justru habitat alaminya berada di Pulau Seram. Alasan pemilihannya saya tidak tahu. Hehehe…
baliho besar kupu-kupu di atas gapura kedatangan, saya menjumpai patung kera raksasa yang enigmatik, dengan pose khas kera, duduk di tengah-tengah taman yang akan dilalui. Sempatkan diri anda untuk berfoto. Tampaknya kera juga menjadi simbol Taman Nasional ini jangan-jangan? Dari patung kera ini, pintu masuk pengunjung masih berada lumayan di depan. Setidaknya sekitar 500 meter berjalan kaki lah. Apabila anda naik pete-pete, maka anda tidak akan diturunkan di baliho atau patung kera tadi. Anda akan diturunkan tepat di pintu masuk pengunjung. Namun kalau anda kebetulan berjalan kaki, amati deh di sisi kiri kera sebelum anda masuk. Ada rumah tepat di kaki bukit karst. Rumah ini adalah rumah penangkaran kupu-kupu tempat untuk mengembangbiakan kupu-kupu. Gak heran, di beberapa titik ada banyak kupu-kupu dengan corak biasa (bulan kedatangan saya adalah bulan yang tidak terlalu banyak kupu-kupu) yang sudah mati dan ditindih dengan batu seadanya untuk diawetkan. Entah rumah penangkaran ini berkolaborasi dengan para penjual kupu-kupu awetan atau tidak namun yang jelas sepanjang jalan masuk tersebut dipenuhi oleh banyak sekali pedagang kupu-kupu awetan, umumnya sudah berada di dalam pigura cantik. Selain kupu-kupu awetan, mereka pun menjual kaos kupu-kupu a la Bantimurung. Saya sama sekali nggak berniat untuk berbelanja. Maklum, masih hari pertama, masih males kalau nanti ke depannya harus membawa oleh-oleh kemana-mana.
Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung memiliki kolam renang yang terletak di luar kompleks taman, dekat dengan patung kera tadi. Kalau anda lapar, jangan kuatir, ada banyak pedagang makanan dalam rumah makan sederhana yang tersebar di penjuru jalan masuk. Para penjual makanan tersebut pun merangkap sebagai penjual souvenir kupu-kupu awetan dan kaos kupu-kupu a la Bantimurung. Pembahasan mengenai makanan akan dibahas dalam post jurnal berbeda, mari kita segera memasuki taman ini.
Harga tiket masuk taman ini Rp. 5.000 dengan rincian Rp. 4.800 untuk tiket masuk dan Rp. 200 untuk asuransi. Pertama, saya dicharge Rp. 10.000 dan bapak tersebut berbicara dalam bahasa Inggris. Menyadari saya dikira sebagai turis, langsung saya saya berbicara dalam bahasa Indonesia kental, “Pak, saya orang Indonesia!”. Menyadari kekeliruannya, beliau mencharge saya Rp. 5.000 saja. Memang, harga untuk turis dan wisatawan lokal berbeda. Fasilitas di taman ini antara lain kolam renang anak yang diairi secara alami dari sungai (kalau sore hari, airnya surut karena bendungan ditutup), museum kupu-kupu (tampaknya tutup pada saat kedatangan saya), rumah singgah tamu atau penginapan, Air Terjun Bantimurung, Goa Batu dan Goa Mimpi serta Danau Toakala. Taman nasional ini seakan-akan berada di tengah lembah karst dan hutan lebat. Beberapa bagiannya tertutup rapat oleh pepohonan, memberikan suasana gelap. Beberapa bebatuan karst menjorok ke arah jalan yang digunakan oleh pengunjung. Walaupun tampaknya sangat alami, kawasan bukit karst ini tidaklah sejuk. Saya menilai, kawasan Bantimurung malah cenderung biasa saja, tidak sejuk namun juga tidak panas. Pengunjung yang berkunjung pun rata-rata mengenakan pakaian sehari-hari. Sebagian besar pengunjung memang mengunjungi air terjun sebagai objek wisata utama. Mereka bermain-main di air terjun dan aliran airnya yang berarus lemah. Airnya sendiri tidak dingin sehingga mereka riang gembira bermain-main di air terjun tersebut. Untuk ukuran sebuah taman nasional yang terletak agak jauh dari kota kabupaten, Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung ini cukup ramai terlebih hari itu bukan akhir pekan.
yang unik di seputaran wilayah taman nasional ini. Banyak sekali troli bertebaran di hampir penjuru taman. Sebagai penambah, banyak sekali papan-papan larangan dan petunjuk sebagai batas akhir penggunaan troli. Untuk apakah troli tersebut? Usut punya usut, ternyata troli tersebut digunakan oleh para ibu-ibu yang berjualan guna membawa barang dagangannya dari depan ke dalam taman. Mungkin karena kategorinya adalah taman nasional, maka tidak boleh ada yang tidur di dalam taman kali yach? Saya nggak nanya juga ke mereka. Namun yang jelas, batas penggunaan troli hanya sebatas sampai area pelataran piknik yang terletak di bawah bebatuan karst yang menjorok. Di titik ini, banyak sekali troli bertebaran. Artinya, dari titik ini, para ibu-ibu tersebut membawa barang-barang dagangannya tanpa bantuan troli.
Taman Nasional ini hampir sebagian besar wilayahnya dialiri oleh air sehingga bentuk wilayahnya sebagian besar berupa kolam, sungai atau danau. Sungai yang dialiri oleh air rata-rata cukup dangkal sehingga umumnya bisa dilintasi tanpa menggunakan jembatan penyebrangan. Namun, sedikit saran bijak dari saya, daripada nekad menyebrang di tempat-tempat yang -yah- katakanlah terlarang, sebaiknya menyebrang di tempat yang benar. Jangan karena kemalasan anda, malah berujung tidak baik. Saya mengalaminya dengan terpeleset ketika melintasi sungai yang menurut saya dangkal. oh yah, sungainya memang dangkal dan airnya jernih sehingga dasarnya terlihat. Sayangnya, saya tidak memperhitungkan lumut yang tumbuh di dasar pijakan sungai. Kaki saya terpelanting, saya dengan sukses mencelupkan diri ke dalam sungai. Walaupun tubuh saya tidak sampai tenggelam, namun celana dan bagian bawah tas saya basah. Bagian paling parah adalah ketika kamera yang saya bawa ikut-ikutan terendam air sehingga lensanya kemasukan air. Hmm…adakah kabar buruk yang lebih parah terjadi di hari kedua liburan?
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Mknya ttdj pak...kameranya rusak dong? Btw, kaos pink boljug tu pak,buat oleh2 dikirim ke kaltim kekekekkkk
ReplyDeletesaya aja mau yang kaos putihnya Jeung. sayang mahal hehe...
ReplyDeleteyup, kameranya jadi almarhum langsung...hehehe. ada bekas noda cetakan airnya di dalam lensa
Wuiiih mantaep, kameranya almarhum tp bs foto2. Ada 2 kemungkinan,kameranya minjem ato beli lg. Dan kemungkinan yg plg kuat, lgsg beli lg yg baru...ckckck...utk seorg backpacker, angkat tangan deh...salut...
ReplyDeletealmarhum LCDnya Bu...
ReplyDeletealhasil, sisa perjalanan, saya nebak2 kira2 hasil jepretannya kayak apa...hahaha...menyedihkan deh...syukur banged, pas sampe rumah, cek, masih ada hasilnya walaupun di bagian ujung ada kayak noda air gt :(
kalau beli yang baru sih nggak sanggup deh, namanya juga backpacker. kalau nekad beli ntar terlantar sisa harinya ga bisa jalan2 dan pulang...hehehe