Seusai melihat proses pembuatan Sambu, saya segera berterima kasih kepada sang ibu dan memohon diri. Di luar kios sang ibu penenun, ramai berkumpul warga yang ingin melihat saya sedang meliput proses pembuatan Sambu alih-alih melihat sang ibu membuat Sambu. Wow! Udah serasa artis dech. Proses pembuatan Sambu tampaknya sudah menjadi hal biasa untuk mereka. Mungkin melihat orang meliput jauh lebih menarik daripada melihat pembuatan Sambu kali yach? Hehehe...
Sambil kembali berjalan menuju Kota Mamasa, dan dalam pencarian rumah makan, kami berhenti lagi di sebuah desa yang khusus menjual souvenir khas Mamasa. Di tempat ini ada sejumlah toko penjual souvenir khas Mamasa mulai dari Sambu, kalung, cincin, gelang, ikat kepala, miniatur Banua Sura, baju pengantin, dan gantungan kunci. Nama tempat ini adalah Rante Sepang. Uniknya dan nggak seperti lokasi wisata di tempat lain, anda nggak akan bisa menemukan aneka kerajinan tangan khas Mamasa selain berada di Rante Sepang ini. Hanya di Rante Sepang lah anda baru bisa membeli souvenir khas Mamasa, berhubung objek-objek wisata lainnya di Mamasa belum terlalu siap dalam urusan souvenir.
Mulailah menjelajah salah satu toko karena umumnya tiap toko memiliki rentang harga yang sama dan berasal dari paguyuban penenun maupun pengrajin yang sama. Toko souvenir mudah dikenali dari penampilan toko yang unik dan bermodel Banua serta berukir khas Mamasa. Toko biasanya memajang sebuah etalase penuh berisikan Sambu. Rak-rak lain dipadati oleh aneka macam pernak pernik mulai dari gelang hingga gantungan kunci, kalung kuku babi hingga pakaian pesta.
Seorang ibu yang baik hati dan ramah menyambut kami. Situasi tokonya walaupun rapih tampak agak berdebu dan sedikit bersarang laba-laba. Hmm..jelas, kunjungan turis bukanlah sesuatu yang sering terjadi disini. Walaupun agak berdebu, tapi saya menyukai barang-barang yang dipajang disini. Sedikit menyerupai produk Tana Toraja, namun produk Mamasa memiliki ciri unik tersendiri. Beberapa sumber bahkan mengatakan beberapa Sambu Mamasa dibawa ke Toraja. Entah benar atau tidak, namanya juga ‘katanya’. Hehehe. Saya menyukai produk jas dengan corak Sambu, aneka jenis Sambu, hiasan gantung yang biasa digunakan pada saat pernikahan dan aneka macam aksesori pakaian. Memang, ada rupa ada harga. Harga produk-produk ini tidak semuanya ramah bagi kantong backpacker. Hal ini sangat wajar mengingat proses pembuatannya yang sangat sulit dan memakan waktu sehingga harga beberapa produk ini cukup tinggi, hingga ratusan ribu. Untuk yang mencari kualitas, wajib banget membeli souvenir-souvenir ini. Semua souvenir ini buatan tangan dan dikerjakan dengan tulus, terutama Sambu-nya. Namun, bagi yang koceknya terbatas, ada beberapa pilihan souvenir yang cukup murah seperti gelang, gantungan kunci dan beberapa buah Sambu kecil yang bisa digunakan menjadi syal atau taplak. Ibu ini mengklaim bahwa harga yang ia tawarkan sudah cukup murah karena langsung dari pengrajinnya sendiri. Ibu ini sendiri yang mengelola beberapa pengrajin di beberapa tempat di Mamasa. Ibu ini juga sudah sering dan rajin melakukan pameran di berbagai tempat demi mempromosikan kerajinan tangan baik tenun maupun ukiran Mamasa. Bravo, ibu! Teruskan terus perjuanganmu mengangkat nama Mamasa! Kami salut!
Nggak hanya itu loch, ibu yang selalu tersenyum gembira ini mengajak saya ke ruangan belakang untuk memperlihatkan sejumlah barang yang tidak dijual namun merupakan koleksi sang ibu. Satu benda yang paling membuat saya tertarik ialah miniatur Banua Sura yang dibuat dengan sangat manis, rapih dan unik. Miniatur Banua Sura ini sudah sering sekali diikut sertakan dalam pameran-pameran kerajinan tangan dan seni Mamasa. Sayang, pada pameran terakhir, Banua Sura yang dirawat dengan hati-hati tersebut patah pada tiang utamanya. Alhasil, bagian depan Banua Sura tidak bisa berdiri tegak. Ditambah lagi dengan debu tebal yang menyelimuti, semakin sirnalah keindahan miniatur Banua Sura tersebut. Sangat disayangkan, mengingat bahwa pembuat miniatur tersebut tidak terlalu banyak di Mamasa ini. Oleh karena merupakan barang koleksi, maka barang-barang di bagian gudang belakang ini pun tidak dijual walau dalam kondisi berdebu tebal atau rusak sekalipun.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
terima kasih atas dimuatnya produksi kami, hanya saran kami agar pemerintah memperhatikan kami di segi permodalan untuk memajukan usaha ini, karena selama terbentuknya Kabupaten Mamasa belum ada bantuan sama sekali dari pemerintah, sedikit ralat bahwa alamat kami bukan Rante Soppang tapi Rante Sepang
ReplyDeleteTerima kasih sebelumnya sudah datang berkunjung, bu :) Semoga usulannya didengarkan oleh pemerintah daerah dan pemerintah pusat. Dan, maaf atas kesalahan penulisan nama tempat. Akan segera saya perbaiki. Maaf yach bu :)
ReplyDeleteSouvenirnya bagus bagus, sayang sekali tidak dipasarkan secara online, bagi yang tidak bisa berkunjung ke mamasa, seperti saya ini...hiks...
ReplyDeleteHmm.... *jadi punya ide untuk memasarkan souvenir seluruh Indonesia secara online* hehehehe
ReplyDeletesalam pariwisata INDONESIA, dari bumi Ponorogo.
ReplyDeleteSalam pariwisata Indonesia juga! Terima Kasih Pak Pardi sudah menyempatkan datang berkunjung :)
ReplyDeleteMas Lomar maaf mau tanya, toko2 penjual souvenir ini buka gak ya di hari minggu? Krn kemungkinan pada ibadah minggu... Thx in advance mas..
ReplyDeletewaktu itu sih saya kesana pas hari Senin. saya juga nggak nanya yah, apakah mereka full tutup atau gmana pada saat hari minggu. mohon maaf, kurang bisa membantu :)
ReplyDeleteIni daerah mamasa yah
ReplyDelete