Pohon ini sering sekali diasosiasikan sebagai Beringin, walaupun sebenarnya berbeda dengan beringin yang kita kenal, salah satunya ya beringin menjadi lambang suatu partai itu loch. Namun dalam adat Batak, keberadaan pohon ini (atau beringin juga terkadang disebut-sebut) sangat kental adanya. Menilik dari namanya, Hari=hari dan Ara=tujuh, maka pohon ini sering disebut sebagai pohon hari ketujuh. Apa pasal? Masyarakat Batak jaman dahulu konon selalu menanam pohon ini sebelum mulai membuka suatu Huta. Apabila Pohon Hariara ini dapat tumbuh hingga hari ketujuh, artinya tanah di kawasan ini cukup baik untuk dijadikan Huta dan perkembangan masyarakat ke depannya. Tanah yang dapat membuat Pohon Hariara hidup setelah hari ketujuh dipercaya bebas tulah, bebas petaka, dan dipercaya akan membawa kemakmuran pada masyarakat Batak yang tinggal di dalam Huta yang ditumbuhi Pohon Hariara tersebut. Karena posisinya, pohon ini umumnya menjadi titik sentral dalam kehidupan masyarakat Batak.
Coba dech sesekali anda berjalan ke Huta Batak yang masih asli. Biasanya, pohon ini selalu ada, tidak pernah absen. Pohon ini digunakan sebagai pembatas antara Huta yang satu dengan Huta yang lain, terkadang bahkan dipercaya sebagai simbol pengawal desa. Pohon Hariara dipercaya pula sebagai lokasi untuk mamele atau berdoa kepada penghuni alam gaib. Kebudayaan seperti ini cukup erat dengan masyarakat Indonesia atau Asia Tenggara yach, sebagai contoh bisa dilihat pada penduduk Kalimantan, Jawa dan Bali yang beberapa sukunya mengagungkan pohon ini dan mempercayai bahwa pohon ini “bernyawa”. Seiring dengan posisinya yang menandai suatu Huta, pohon ini dipakai juga untuk menandai kepemilikan satu wilayah atau juga lambang suatu marga. Lebih jauh lagi, Pohon Hariara sering dipakai sebagai saksi untuk perjanjian antar komunitas.
Pohon ini dapat tumbuh tinggi besar, kokoh, berakar tebal dan menjalar kemana-mana serta tahan berbagai cuaca dengan masa hidup yang lama. Satu Pohon Hariara yang tumbuh di satu Huta Batak di T.B. Silalahi Center ini saja sudah berusia 120 tahun lamanya. Karena sifatnya yang demikian, pohon ini disebut sebagai pohon hidupnya Orang Batak. Orang tua pun berharap bahwa anak-anaknya hidup seturut filosofi Pohon Hariara ini, tumbuh tinggi, besar dan kuat, membenamkan akar jauh ke dalam perut bumi, menjadi sumber hidup, dan saluran berkat bagi sesama dan makhluk hidup lainnya. Dalam keseharian hidup masyarakat Batak, rindang dan teduhnya pohon ini sering dijadikan lokasi untuk melakukan berbagai kegiatan, mulai dari anak-anak yang bermain, hingga orang dewasa yang saling berkumpul di bawah pohon untuk membicarakan sesuatu. Nah, coba deh cermati saat anda memasuki suatu Huta Batak, dapatkah anda menemukan dimanakah Pohon Hariara?
Label:
Sumatera Utara
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar:
Post a Comment