Tilang...mengapa harus takut?
coba, simak panduan saya apabila anda kebetulan (baca:sedang sial) dan terkena tilang.
Hari kamis, 12 Maret 2009 saya terkena tilang karena tidak melihat verboden baru yang dipasang di depan Taman Ayodya, Kramat Pela, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Alhasil, saya dan seorang pengendara motor, seorang supir mobil pribadi dan seorang supir kopaja terkena tilang. Sisanya, segerombolan motor, mobil dan taksi bisa melenggang bebas tanpa ada tindakan sama sekali oleh polisi yang menilang saya. Operasi ini digelar dalam rangka Operasi Patuh Jaya 2009 dan pengamanan pemilu 2009.
Kesel? Sudah Pasti! Mengingat perlakuan tidak adil polisi tersebut dan sistem tebang pilih yang ia terapkan. Namun, marah-marah pun tiada guna, akhirnya saya menerima tilang tersebut dengan rela. *saat itu, saya tidak kepikiran sama sekali untuk ber'damai'-cuma ngedumel aja mengapa polisi tersebut tidak menebang para pelanggar lain.sungguh tidak adil*. Buat info aja, sampai hari ini, jalan di depan Taman Ayodya masih menjadi objek pelanggaran namun saya tidak mau ikut-ikutan rusak seperti pelanggar lainnya. Saya pilih jalur yang aman dan tentram. *siapa tahu polisinya ngumpet di rerimbunan puhun di taman. cilako tiga belas lah!*
Seperti halnya sebagian besar masyarakat Jakarta dan Indonesia, jalur damai tampaknya adalah jalur favorit mengingat prosesnya yang cepat dan tidak bertele-tele. Keluarkan sejumlah besar uang, voila! selesailah sudah urusan. Polisi senang, anda (belum tentu) senang! Ya, gimana bisa seneng? pasalnya, uang yang harus keluar biasanya gak sedikit. Namun, ini dibarengi dengan ketakutan masyarakat yang akan berurusan dengan polisi. Alhasil, mindset yang ada di masyarakat ialah, mendingan damai dan keluar uang di tempat daripada ribet suribet, riweuh suriweuh. Dalam sekali proses damai, harga yang beredar bisa berkisar antara 50.000 hingga 100.000. Saya pernah lagi sial, dapat tawaran damai 250.000.
Coba, simak deh tulisan saya di bawah ini dan kemudian anda pikirkan lagi, mau damai atau ngga dan justru mengikuti prosedur yang benar.
SIM saya ditahan. Saya diberi surat tilang yang -saya sendiri nggak jelas- warnanya meragukan. Setelah diselidiki lebih seksama, ternyata kertas tersebut berwarna merah. Sempat saya bertanya *dengan nada sopan dan suara super manis* "Pak, kan ada fasilitas bayar denda tilang di atm BRI yach Pak?". Pertanyaan itu tidak disambut dengan suara manis sang polisi tapi justru dibalas dengan gerungan tidak jelas dan jawaban "nggak bisa". Oke. Deal. Selesai.
Cari-cari info di internet, ternyata inilah yang orang-orang sering katakan tentang slip biru dan slip merah. Slip biru digunakan apabila kita mengakui kesalahan kita dan akan membayar denda di atm BRI. SIM/STNK yang ditahan akan dapat diambil di samsat terdekat *saya nggak tahu samsat itu apa*. Nah, sementara itu, slip merah digunakan apabila kita tidak mengakui kesalahan kita dan mau ke pengadilan untuk disidang. Pembayaran dilakukan di pengadilan termasuk juga pengambilan SIM/STNK. Disinilah saya berada sekarang, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, menunggu persidangan.
Buat info aja, lokasi pengadilan negeri bergantung pada lokasi dimana kita ditilang. Kebetulan saya ditilang di Kramat Pela, Kebayoran Baru, maka saya akan disidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Jangan harapkan gedung tinggi menjulang dengan areal yang sangat lebar. Pengadilan Negeri Jakarta Selatan ternyata tidak sebesar yang saya bayangkan. Lokasinya berada di sebelah kiri jalan apabila anda berada dari arah Kemang. Terletak di Jalan Ampera Raya, pengadilan bisa dicapai dari beberapa titik.
- Dari Pasar Minggu, melajulah sepanjang Jalan TB Simatupang. Ketika bertemu dengan Kampus Untar III di sisi kiri, belok kanan ke Jalan Ampera. Lokasi ada di sebelah kanan.
- Dari Lebak Bulus, melajulah sepanjang Jalan TB Simatupang. Ketika melihat pintu tol Ampera Barat, belok kiri lah pada belokan besar pertama. Itulah jalan Ampera Raya.
- Dari Blok M, melajulah sepanjang Jalan Prapanca. Selepas Hotel Prapanca, beloklah ke Jalan Kemang di sebelah kiri. Pada pertigaan Kemang Apartemen, ambil arah kanan dan teruskan hingga Jalan Ampera. Lokasi ada di sebelah kiri.
- Dari Tendean, ketika bertemu Gereja Santa, ambil jalur kiri dan melajulah sepanjang Jalan Bangka. Terus ikuti jalan hingga bertemu Jalan Ampera Raya. Lokasi di sebelah kiri.
- Dari Pejaten (anda dari Mampang Prapatan), masuklah Jalan Pejaten Barat tepat di seberang Mall Pejaten Village. Sampai pada pertigaan besar, belok kiri dan ikuti jalan hingga sampai di jalan Ampera Raya.
Sesampainya di gedung Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PNJS), saya melihat ada segerombolan motor berada di depan gegung berlantai dua tersebut. Pilihannya, anda bisa saja parkir motor di dalam gedung *cukup ramai* atau parkir di depan apabila ada yang kosong. Jangan lupa, gembok cakram anda selama diparkir di luar walaupun ada juru parkir yang menjaga motor. (Tarif Rp. 2.000)
Masuk langsung ke dalam gedung, langsung susuri jalan anda hingga ke area belakang gedung. Lupakan semua ruang pengadilan tersebut, bergeraklah langsung ke sisi utara bangunan (sebelah kiri anda) untuk menukarkan surat tilang anda dengan nomor urut. Info, di surat tilang, pengadilan dimulai pukul 9 pagi. Saran saya, datang lebih pagi lebih baik karena semakin siang, antrean pengunjung makin banyak dan waktu proses persidangan dan bayar denda tentunya akan menjadi lebih lama lagi. Akan lebih baik kalau anda datang lebih pagi, ambil nomor urut kecil, lalu menunggu sembari mendengarkan musik atau membaca buku hingga waktu persidangan tiba. Saya sendiri mendapat nomor urut 211 padahal saya datang pukul 8 kurang 10 menit.
Pukul 9 lewat, sidang pun berjalan. Ruang sidang sudah semakin penuh sesak oleh pengunjung yang makin siang justru makin ramai. Bahkan, ada pelanggar lain di sebelah saya yang mendapatkan nomor urut 500-an sekian. Wah, kesimpulannya hanya dua, apakah masyarakat memang segitu bebalnya akan peraturan? ataukah ini bentuk arogansi polisi yang sembarangan menilang? saya tidak tahu, saya hanya menunggu waktu persidangan saya.
Buat anda yang bingung mencari lokasi ruang sidang, pada saat anda menukarkan surat tilang, ada kertas informasi yang berisi nomor urut sekian akan disidang di ruang pengadilan sekian. Setiap ruang sidang umumnya menampung 50 kasus pelanggaran (walaupun prakteknya saya sangat yakin lebih dari itu). Misalnya, saya, nomor 201 hingga 250 akan disidang di ruang Tirta.
(parahnya, di Gedung Pengadilan ini tidak ada baliho besar yang menginstruksikan tahapan tahapan apa yang harus anda jalani apabila terkena tilang. Saya juga melihat adanya beberapa orang calo*sebel*)
Untungnya, Ruang Tirta memanggil 'terdakwa' dimulai dari nomor 201. Begitu nomor 211 dipanggil, saya segera maju ke depan menerobos gerombolan orang-orang yang berkerumun. Inilah proses sidang yang saya alami.
Saya duduk di sebuah kursi di depan Hakim Ketua dan Seorang Panitera.
"Pagi" kata saya
"Ya, kesalahannya apa nich?" tanya Hakim Ketua.
"menerobos Verboden Pak" jawab saya
"Ohh...kenapa diterobos? Verboden koq diterobos?!" begitu katanya sambil menuliskan sesuatu.
Saya hanya cengar cengir saja akan reaksi hakim.
Lalu beliau berkata lagi "Dendanya 20.000 yach atau kurungan 2 hari, silahkan bayar di Ruang Jaksa"
Kemudian Ibu Panitera di sebelahnya mengarahkan saya agar keluar dari ruangan tersebut.
"Terima kasih" kata saya.
Selesai. Tidak sampai satu menit rasanya!
Perjuangan tahap satu saya berakhir disini.
Berikutnya, perjuangan tahap dua.
Sesampainya saya di Ruang Jaksa *dekat dengan kantin Pakde*, ratusan pelanggar telah berkerumun di depan gang sempit yang menjadi jalur pembayaran tilang di depan ruang jaksa. Inilah ruangan yang sangat tidak manusiawi di gedung ini, menurut saya. Proses pembayaran denda tilang sangat tersendat karena di depan ruang tersebut sudah berkerumun ratusan orang. Pak polisi yang bertugas di loket hanya meneriakkan nomor seadanya namun tidak terdengar jelas sampai ke belakang. Alhasil, pelanggar di bagian belakang tidak dapat mendengar nomor sama sekali sehingga ada kemungkinan nomornya terputar kembali (sehingga, total proses bayar semakin lama). Beberapa dari mereka dan saya turut membantu meneriakkan nomor-nomor yang dipanggil agar proses pembayaran semakin cepat. Seharusnya, ada papan nomor LED besar yang menampilkan nomor dan semua pelanggar di kumpulkan dalam sebuah ruangan besar yang nyaman untuk menunggu *saya yakin, bisa saja ada yang mati lemas atau terinjak-injak di gang sempit tersebut!*
Setengah jam kemudian, nomor saya baru terpanggil. Perjuangan saya masuk ke dalam gang tersebut tidaklah mudah. Ratusan pelanggar sudah berada di dalam gang tersebut. Walaupun mereka tahu saya terpanggil, namun mereka terlalu padat berkerumun sehingga saya tidak bisa masuk dengan mudah. Alhasil, ketika saya sampai ke depan loket, nomor saya sudah terputar kembali dan demikianlah saya harus menunggu, berdempet-dempetan, bercucur peluh, bau keringat dan bau manusia. Sekitar 15 menit kemudian, loket dipecah ke jendela sebelah untuk yang bernomor 200, barulah saya bisa bernafas agak lega. Sialnya, nomor saya ada di tumpukan terbawah. Saya membayar Rp. 20.000 dan SIM saya dikembalikan. Selesai. Fin.45 menit waktu saya terbuang sia-sia disini dengan dempet2an.
NB: ada beberapa saran agar datang ke PNJS sesudah hari pengadilan dan kita akan kenyamanan karena sedikitnya orang yang datang kesana. Namun, berhubung ini pengalaman pertama saya, saya memilih untuk mengikuti sidang penuh dan membayar denda *seperti yang website lain katakan : demi pembangunan negara* Betul saja, semakin siang, orang-orang yang mengantri ingin menukarkan surat tilang dengan nomor urut, semakin panjang mengular. Usahakan datang lebih pagi yach. So, sudah berpikir lagi, ingin tilang atau 'damai'? Kalau anda punya waktu banyak, saya sarankan untuk ikut persidangan ini. Kalau waktu anda sedikit dan anda bukan berdomisili di daerah dimana anda kena tilang, coba deh minta pak polisi untuk sidang di tempat (tapi, pahami lebih dahulu berapa besaran denda untuk kesalahan anda) atau minta slip biru.
Sekarang, saya tidak takut tilang lagi! *amit amit sich, jangan sampai kena lagi*
mudah-mudahan ini bisa bantu temen-temen yang terkena tilang yach...
Biaya :
Menuju PNJS : Naik motor sendiri
Waktu Tunggu : 70 menit
Waktu Sidang : 1 menit
Waktu Pembayaran Denda : 50 menit
Denda Tilang : Rp. 20.000
Bayar Parkir : Rp. 2.000
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
sidang di tempat, Rp 5000 atau Rp 10000. Hehehehehe
ReplyDeletewah thanks uda bagi pengalamannya ..he2....kalo emang kondisi tempat sidang seperti itu pantes banyak yg milih sidang di tempat. -_-' . harusnya tempat publik untuk pembayaran paling tidak dibuat lebih nyaman, karena di pikiran kita pasti mikir kalo ke pengadilan lagi pasti ribet prosesnya dan lama dan tidak nyaman, kalo misalkan tempatnya dibuat nyaman dan proses cepat, pasti orang bakal banyak yg milih ke Pengadilan Negri :) dengan begitu juga menghidari kita membayar denda ke oknum yg tidak jelas dikemanakan duitnya :(
ReplyDeletehihihihi
ReplyDeleteabis ini, muncul satu opsi pilihan lagi deh :
sidang di tempat aja deh pak...tapi kalau sidangnya sampe ratusan ribu, mendingan tilang aja deh pak :D
Wah pengalaman yg menarik.. moga ga kena tilang lagi hehehe.. n thanks udah berbagi pengalaman.
ReplyDeleteBuat teman2.. jika seandainya kena tilang (semoga ga akan pernah)sebaiknya mengalah dan bersikap manies ke pak polisinya, mungkin sebaiknya mengakui kalau kita salah. Mungkin sebaiknya membaeri alasan yg masuk akal mengapa kita melanggar rambu2(walau pun tidak demikian adanya alias bohong heheh). Pengalaman... saya sudah beberapa kali ditangkap tapi ga kena tilang heheh. Caranya, saya langsung ngaku kalau saya salah dan tahu rambu larangan tapi saya beri alasan bla bla bla... sambil minta maaf.. tp harus masuk akal... dan disuruh pergi dengan syarat jangan mengulangi lagi...
Dulu (udah lama sih, kira 3 thn lalu, pernah ketangkap. Tapi aku langsung ngaku salah dengan alasan bla..bla.. dan langsung minta 'damai' alias bayar di tempat. bayarnya murah baget. Ketika polisinya minta stnk langsung aja kuselipin di stnk-nya duit. (seingat saya sudah 2 kali bayar di tempat, sekali bayar 10.000 dan sekali lagi 20.000. Sambil menyerahkan stnk kubilangi "maaf pak lagi ga ada duit". (heheh tapi polisinya jangan ngelihat isi dompetnya). Eh diterima dehhh.. sambil diberi nasehat agar jangan melanggar lagi, polisinya menyuruh aku pergi... Pikirku dalam hati ..dari pada repot2 ke pengadilan ....
hehehe...sayangnya, gue waktu itu dah sewot duluan....alhasil, polisinya udah gak respect deh :P
ReplyDelete*musti ngontrol esmosi nich*