Bersama KMP Tanjung Burang Di Samudera Hindia

Seperti biasa, walaupun sesuai jadwal kapal berangkat pada pukul 8, namun pengumuman agar para pengantar meninggalkan kabin baru dikumandangkan pada pukul 8 malam. Ditambah dengan pengantar yang nakal, pengumuman pun diulang lagi pada pukul setengah 9 malam. Mereka baru benar-benar berangkat ketika kapal sudah bergerak dan tali penambat baru benar-benar dilepas. Kapal baru benar-benar bergerak pada pukul 9 malam dan diperkirakan akan tiba di Gunungsitoli pada pukul 5 keesokan pagi. Seiring dengan berlabuhnya kapal, penjual yang tadinya semakin banyak (bahkan juga ada ibu-ibu) akhirnya beringsut menipis dan hilang untuk kembali ke pelabuhan. Tentu saja, mereka nggak ikut menyebrang. Suasana di dalam kapal sesaat setelah berlabuh menjadi sangat cair. Saya segera akrab dengan seorang ibu di sebelah saya yang ternyata berdarah Minang dan berasal dari Pariaman. Uni ini menjelaskan bahwa dirinya akan berdagang pakaian di Gunungsitoli. Wow, saya agak terperanjat mendengarnya karena jarak dari Pariaman menuju Sibolga saja sudah cukup jauh, ditambah dengan melintasi lautan mencapai Gunungsitoli! Namun Sang Uni hanya menjawab singkat sambil tersenyum, “rejeki saya ada di Gunungsitoli”. Ya, beliau rutin bolak-balik seminggu sekali untuk bertemu keluarganya dan berbelanja barang. Sungguh sosok perempuan Minang yang ulet dan pekerja keras.
Televisi menampilkan siaran tv berlangganan. Saat itu saluran HBO yang diputar namun saya tidak bisa fokus melihat acara yang diputar lantaran posisi saya yang kurang menguntungkan. Namun segera, tak lama setelah kapal bergerak, sejumlah orang mulai berada pada posisi berbaring dan mengeluarkan perangkat tidurnya. Sofa yang tadinya bisa dimuati oleh empat orang duduk, langsung menjelma menjadi kasur untuk dua orang. Orang-orang lainnya yang tampak sudah mengerti situasi ini, membawa alas dan tidur di lantai kabin. Ada sejumlah orang yang bahkan tertidur dengan posisi duduk atau sedikit senderan lantaran keterbatasan tempat. Saya sendiri tidur dengan posisi hampir sempurna di atas sofa namun agak terjepit lantaran di atas kepala saya ada di Uni dan di bawah kaki ada ada seorang bapak. Saya tidak berani menggerakkan badan terlalu banyak karena takut menabrak mereka. Hahaha. Yang menyenangkan dari KMP Tanjung Burang ini adalah, guncangan kapal tidak sebesar KMP Muria yang pernah saya tumpangi. Memang sich, sekilas telihat KMP Tanjung Burang ini lebih besar daripada KMP Muria walaupun tidak terlalu signifikan. Walaupun melintasi Samudera Hindia, namun saya bisa lolos dari jeratan mabuk laut sepanjang perjalanan. Saat saya terbangun pada malam hari (mungkin dini hari) dan televisi sudah mati sama sekali dan semua orang sudah terlelap, saya tidak mabuk dan tidak ada perasaan ingin mabuk sama sekali. Yay! Saya ingin melompat berteriak dan menari-nari karenanya. Namun, saya lebih butuh tidur, alhasil, saya lanjutkan tidur hingga Gunungsitoli menyapa dan menyambut kami keesokan harinya.

0 komentar:

Post a Comment