Tanjung Gelam (terkadang disebut Ujung Gelam) adalah sebuah bagian dari Pulau Karimunjawa. Tanjung Gelam berada di sebelah barat pulau ini. Disinilah saya akan melakukan percobaan penyelaman untuk pertama kalinya. Jarak tempuh dari dermaga ke Tanjung Gelam memakan waktu sekitar 30 menit. Ini adalah jarak tempuh via laut. Kalau melalui jalur darat, walaupun masih terletak dalam satu pulau, kurang lebih memakan waktu sekitar 30 menit atau bahkan lebih. Alasannya cukup jelas, kontur naik turun jalanan karimunjawa dan tidak terlalu rapihnya kondisi aspal membuat perjalanan sedikit molor. Ditambah lagi dengan akses darat menuju ke Tanjung Gelam yang agak susah, semakin molorlah total waktu tempuh via darat. Anda harus memarkir motor anda cukup jauh dari pantai Tanjung Gelam yang dibatasi dengan hutan pohon berdahan gabus. Satu-satunya jalan masuk menuju Tanjung Gelam via darat hanyalah jalan setapak yang tidak sering dilalui dan tidak bisa dilintasi sepeda motor.
Dari kejauhan, tampak segerombolan wisatawan telah asik bermain air di wilayah perairan Tanjung Gelam. Beberapa tenda didirikan di tepi pantai. Mungkin mereka bermalam di Tanjung Gelam kali yach? Aktifitas mereka pagi itu adalah snorkeling. Baru kami yang pagi itu telah mencapai Tanjung Gelam untuk memulai penyelaman. Perahu pun tidak berhenti di dekat pantai, namun sekitar 20 meteran dari tepi pasir pantai. Disinilah Pak Hakim, pemandu kami mengajarkan teori tentang penyelaman, cara menggunakan peralatan selam, kode di bawah laut, serta equalizing. Hal-hal seperti inilah yang saya belum pernah tahu sebelumnya. Segera, setelah teori singkat, kami segera melepas pakaian kami dan kemudian berganti dengan pakaian renang. Peralatan selam segera dipakaikan kepada kami. Berat, jujur saja. Hahahaha. Beliau segera mengajarkan untuk memulai penyelaman dengan cara masuk air seperti orang berjalan kaki dan mulai latihan nafas melalui mulut. Untuk awal-awal, kami belum diberikan tabung udara. Kami dianjurkan menggunakan alat snorkel terlebih dahulu agar terbiasa bernafas melalui mulut.
Segera, setelah terbiasa, akhirnya kami dibawa masuk ke dalam laut. Karena Tanjung Gelam merupakan pantai dangkal, sekitar 20 meter dari garis pantai pun dasarnya masih berupa pasir. Hanya sedikit terumbu karang dan ikan yang tidak terlalu warna-warni yang mengisi beberapa tidik di dasar pasir tersebut. Pengalaman pertama memang yang tersulit. Saya harus mengkoordinasikan gerakan berenang saya, pernafasan saya, memperhatikan alat pengukur kedalaman dan tabung oksigen, serta equalizing. Sukar sekali apabila dilakukan sekaligus semuanya. Hehehehe. Untunglah, lama kelamaan jadi terbiasa juga walaupun masih belum terlalu mahir. Yang tersulit tentu saja equalizing. Saya tidak menemukan cara yang nyaman untuk equalizing dengan gerakan membuang ingus. Untung saja, saya pernah mendengar dari pemandu lain, cara yang bisa dilakukan adalah menelan ludah. Fiuh, ini pentingnya ngobrol! Untung saya pernah mendengar informasi berbeda dari pemandu lain. Alhasil, saya bisa melanjutkan penyelaman tanpa terganggu kuping yang sakit.
Ketika menyelam pertama kali, saya masih sering bolak balik ke atas permukaan karena merasa aneh ketika berada di bawah laut terlalu lama. Tambahan lagi, google yang saya kenakan pasti berkabut setelah sekian lama. Cukup mengganggu. Namun, lama kelamaan, tampaknya kita harus membiasakan diri di bawah sana agar bisa dibawa ke tempat yang lebih dalam lagi. Saya harus membiasakan diri dengan pengapung, pelepas udara dari pelampung, melihat meteran kedalaman, dan banyak lagi. Gerakan berenang pun harus disesuaikan agar tidak menabrak-nabrak karang yang masih hidup. Rumit.
Akhirnya, waktu hampir 1 jam pun berakhir. Rasanya, waktu di dalam laut berbeda dengan di daratan. Rasanya saya sudah lama sekali berada di bawah laut sana untuk menyelaman namun di atas baru saja terlewatkan selama 30 menit saja. Aneh. Setelah sisa tabung oksigen mencapai sekian belas persen, kami segera diajak ke atas oleh Pak Hakim dan bersiap untuk melanjutkan perjalanan ke spot penyelaman yang lebih dalam. Saya agak mabuk setelah bergulat di dalam laut tadi. Hahaha. Sensasi yang dihasilkan sungguh aneh.
Dari kejauhan, tampak segerombolan wisatawan telah asik bermain air di wilayah perairan Tanjung Gelam. Beberapa tenda didirikan di tepi pantai. Mungkin mereka bermalam di Tanjung Gelam kali yach? Aktifitas mereka pagi itu adalah snorkeling. Baru kami yang pagi itu telah mencapai Tanjung Gelam untuk memulai penyelaman. Perahu pun tidak berhenti di dekat pantai, namun sekitar 20 meteran dari tepi pasir pantai. Disinilah Pak Hakim, pemandu kami mengajarkan teori tentang penyelaman, cara menggunakan peralatan selam, kode di bawah laut, serta equalizing. Hal-hal seperti inilah yang saya belum pernah tahu sebelumnya. Segera, setelah teori singkat, kami segera melepas pakaian kami dan kemudian berganti dengan pakaian renang. Peralatan selam segera dipakaikan kepada kami. Berat, jujur saja. Hahahaha. Beliau segera mengajarkan untuk memulai penyelaman dengan cara masuk air seperti orang berjalan kaki dan mulai latihan nafas melalui mulut. Untuk awal-awal, kami belum diberikan tabung udara. Kami dianjurkan menggunakan alat snorkel terlebih dahulu agar terbiasa bernafas melalui mulut.
Segera, setelah terbiasa, akhirnya kami dibawa masuk ke dalam laut. Karena Tanjung Gelam merupakan pantai dangkal, sekitar 20 meter dari garis pantai pun dasarnya masih berupa pasir. Hanya sedikit terumbu karang dan ikan yang tidak terlalu warna-warni yang mengisi beberapa tidik di dasar pasir tersebut. Pengalaman pertama memang yang tersulit. Saya harus mengkoordinasikan gerakan berenang saya, pernafasan saya, memperhatikan alat pengukur kedalaman dan tabung oksigen, serta equalizing. Sukar sekali apabila dilakukan sekaligus semuanya. Hehehehe. Untunglah, lama kelamaan jadi terbiasa juga walaupun masih belum terlalu mahir. Yang tersulit tentu saja equalizing. Saya tidak menemukan cara yang nyaman untuk equalizing dengan gerakan membuang ingus. Untung saja, saya pernah mendengar dari pemandu lain, cara yang bisa dilakukan adalah menelan ludah. Fiuh, ini pentingnya ngobrol! Untung saya pernah mendengar informasi berbeda dari pemandu lain. Alhasil, saya bisa melanjutkan penyelaman tanpa terganggu kuping yang sakit.
Ketika menyelam pertama kali, saya masih sering bolak balik ke atas permukaan karena merasa aneh ketika berada di bawah laut terlalu lama. Tambahan lagi, google yang saya kenakan pasti berkabut setelah sekian lama. Cukup mengganggu. Namun, lama kelamaan, tampaknya kita harus membiasakan diri di bawah sana agar bisa dibawa ke tempat yang lebih dalam lagi. Saya harus membiasakan diri dengan pengapung, pelepas udara dari pelampung, melihat meteran kedalaman, dan banyak lagi. Gerakan berenang pun harus disesuaikan agar tidak menabrak-nabrak karang yang masih hidup. Rumit.
Akhirnya, waktu hampir 1 jam pun berakhir. Rasanya, waktu di dalam laut berbeda dengan di daratan. Rasanya saya sudah lama sekali berada di bawah laut sana untuk menyelaman namun di atas baru saja terlewatkan selama 30 menit saja. Aneh. Setelah sisa tabung oksigen mencapai sekian belas persen, kami segera diajak ke atas oleh Pak Hakim dan bersiap untuk melanjutkan perjalanan ke spot penyelaman yang lebih dalam. Saya agak mabuk setelah bergulat di dalam laut tadi. Hahaha. Sensasi yang dihasilkan sungguh aneh.
Wah ... harusnya waktu didalem laut lebih cepet ya, kan di tv gitu pemandangannya bagus jadi gg kerasa, mungkin karena konsen ke teknik2nya ya :D
ReplyDelete