Ibu Sartimah, Pantai Kartini, Penyelamat (Perut) Kami

 Saya pikir, saya bisa makan pagi dengan mudah di Pantai Kartini. Yah, namanya juga pantai publik yang sudah tertata dengan rapih, masak tempat makan nggak ada sich? Iseng-iseng, saya bertanya kepada Mas Rochim, dimana bisa mendapatkan makan pagi sebelum kami melanjutkan penyebrangan ke Karimunjawa? Beliau menjawab, “Di depan pelabuhan penyebrangan banyak yang menjual makanan”. Ow...jadi banyak yach disana? Oke dech, sembari menunggu waktu, akhirnya saya berjalan kaki dari penginapan Kota Baru menuju penyebrangan.
Mas Rochim memang sempat berpesan. Walaupun kita sudah membooking tiket, sebaiknya bergegas menuju kapal agar tidak ditinggal. Katanya, selama tiket yang dipegang pihak ASDP sudah habis, maka kapal pun akan segera menarik sauh, berlayar. Wow! Baru kali ini saya denger yang seperti ini. Dimana-mana, moda transportasi kalau nggak on time ya terlambat. Nah, ini lebih cepat daripada jadwal. Makanya, saya jadi berjalan agak buru-buru menuju penyebrangan untuk mengambil tiket.
Sembari jalan, saya heran. Saya tidak menemukan satupun rumah makan yang berjualan di sekitar Pantai Kartini. Terlebih, katanya ada sejumlah rumah makan yang berada di dekat panggung utama. Kenyataannya, panggung utama kosong melompong tanpa ada kehadiran satupun rumah makan. Jadi, dimanakah rumah makan tersebut? Usut punya usut, ternyata waktu demikian masih terlalu pagi bagi rumah makan untuk membuka usahanya. Bisa dipastikan, tidak ada yang membuka rumah makannya pada saat seperti itu. Untungnya, dengan sedikit usaha dan niat mau repot, saya menemukan satu rumah makan yang sudah buka. Warung Makan Bu Sartimah namanya. Bu Sartimah membuka warungnya dekat dengan pintu masuk Pantai Kartini, kira-kira 300 meter jauhnya.
Sesuai dengan namanya, warung ini dikelola oleh seorang ibu yang bernama Sartimah. Warung sederhana ini cukup ramai dikunjungi pada pagi hari (karena nggak ada yang membuka sepagi itu kali yach?). Bu Sartimah adalah seorang yang bersahaja, ramai, ramah, dan enak diajak ngobrol. Sambil makan, beliau bercerita banyak hal, mulai dari pengembangan pariwisata di Karimunjawa dan Jepara, hingga anak-anaknya yang sudah besar dan mengelola usaha sendiri. Hehehe. Lumayan, sambil makan pagi, ada obrolan seru dan akrab dengan si Ibu. Menu standard khas rumah makan tempat wisata pun menjadi pilihan saya : nasi goreng, nasi rames, nasi soto, mie goreng, gado-gado dan lontong pecel. Sementara itu, pilihan minumannya bervariasi, mulai dari es teh, es sirup, es jetuk, es kelapa, kopi dan teh. Harganya sangat terjangkau, mulai dari Rp. 2.000 hingga Rp. 5.000. Murah banget yach? Karena wilayah Jawa Tengah bagian pesisir timur laut terkenal akan soto-nya, maka saya memesan nasi soto. Kata si ibu, ini bukan Soto Kudus, tapi Soto Jepara. Jujur saja, saya sich nggak bisa membedakan antara kedua soto yang berasal dari kota bertetangga tersebut. Hajar saja! Rasa sotonya juga menurut saya biasa saja, nggak enak-enak banged, tapi nggak masuk dalam kategori nggak enak. Enak lah. Hmm...dasar perut orang Indonesia, kayaknya kalau di warung pinggir jalan nggak makan mie instan rasanya gimana gitu. Jadi, saya memesan mie goreng dobel plus ceplokan telur di atasnya. Hehehehe. Jangan tanya bagaimana saya bisa menghabiskannya yach, yang jelas kesemuanya itu meluncur bebas masuk ke lambung saya. Sembari menunggu makanan anda dibuat oleh si ibu (segar semua loh, karena begitu pesan, baru si ibu membuatkan), goreng-gorengan yang ada di meja si ibu cukup menggoda. Akhirnya, saya mencobai beberapa potong gorengan tersebut. *burp* Belakangan, saya melihat ada kasur yang diletakkan di belakang warung tersebut. Ow...ternyata si ibu tinggal di bagian belakang warung toh? Pantesan beliau bisa buka warung cukup pagi.
Berhubung perjalanan berikutnya memakan waktu selama 6 jam, sangat tidak disarankan untuk membeli makanan di atas kapal kecuali kepepet. Biasa, makanan yang sudah naik ke atas kapal biasanya mahal. Namanya juga kepepet, mau nggak mau, butuh nggak butuh, kalau mau makan ya terpaksa beli donk? Nah, sebaiknya kita membungkus makanan dulu deh sebelum berlayar selama 6 jam. Bu Sartimah bisa menyediakan makanan bungkus dalam kertas coklat, sayurnya pun bisa dipisah. Siap banget dech kita meluncur ke utara!

2 komentar:

  1. Astaga Lomar, ini dari kemaren masih maen di pantai aja. Kapan kita nyebrangnya?! *garuk2 lantai*

    ReplyDelete
  2. daripada garuk-garuk lantai, rumah saya masih kotor. Yuk dateng, kita ngepel bareng...hehehhee

    Iya deh Oom, demi Oomku tersayang, saya akan segera menyebrang. :D

    ReplyDelete