Balada Di Atas Becak Motor Menuju Sampri Pangururan

Jadi begini, ada kendaraan yang biasa disebut Sampri oleh masyarakat sekitar Pangururan yang mengarah ke barat pulau. Sampri itu sebenarnya kepanjangan dari “Samosir Pribumi”. Namun, oleh masyarakat sekitar, Sampri itu menjadi semacam nama generik untuk angkutan yang berlabel “Sampri” dan berbentuk seperti "Sampri" yang akan mengantarkan penumpang dari Pangururan menuju ke arah barat seperti Sidikalang, Nainggolan, Tele, Dolok Sanggul, Siborong-borong dan Tarutung serta Balige. Hmm...saya jadi berpikir, mungkin situasinya sama seperti di Jakarta kali yach? Nama angkutan pertamanya adalah “Mikrolet”, namun ketika koperasi yang mewadahinya memiliki nama lain seperti “Komilet”, “Kopamilet”, "Kojang Jaya", atau apapun, sebutannya tetap Mikrolet karena nama tersebut sudah terlanjur tenar. Hahaha. Nah, Sampri ini bisa ditemukan di Terminal Sampri, yang berdempetan persis dengan Pasar Pangururan, titik pusat Kota Pangururan saat ini berada. Untuk menuju ke Terminal Sampri, dari Jalan Putri Lopian saya dianjurkan untuk naik becak motor dan membayar Rp. 3.000. Sejauh itukah terminal tersebut? Padahal, semalam rasanya saya telah selesai berjalan kaki mengelilingi Kota Pangururan.
Akhirnya, saya menunggu tepat di pinggir Jalan Putri Lopian. Ya, jalan ini tergolong jalan yang sepi. Entah karena masih pagi atau karena ini adalah bagian kota yang sepi yach? Serombongan anak sekolahan sedang berlatih (atau bermain ya) di depan Gereja Katolik Inkulturasi St. Mikhael Pangururan. Pagi-pagi begitu, Pangururan sudah cukup panas lho buat saya. Cukup lama menunggu, baru kami mendapatkan satu buah becak motor yang kosong. Becak motor (betor) sebelumnya rata-rata telah berisi penumpang. Sebelum betor tersebut mengangkut kami, saya sandera dulu bapaknya untuk wawancara kecil-kecilan. Hahaha. Intinya, saya bertanya akan lokasi wisata terdekat seperti Aek Rengat, Menara Pandang Tele, Aek Sipitu Dai, Gunung Pusuk Buhit, hingga Danau Sidihoni, Aek Natonang, dan Air Terjun Efrata. Sebenarnya, Pangururan dikelilingi oleh banyak sekali objek wisata. Namun sayangnya, objek wisata tersebut tidak berada dalam jangkauan menit. Rata-rata, butuh minimal satu jam untuk mengunjungi satu objek wisata yang terdekat, itu pun harus melalui jalanan super jelek yang saya yakin akan membuat anda malas bolak-balik melalui Pangururan. Padahal, saya sempat berpikir untuk meletakkan tas di hotel dan kami berkeliling dengan barang bawaan ringan saja. Namun, ide ini langsung diletuskan oleh petugas hotel dan supir betor, laksana balon. Buang jauh-jauh ide tersebut karena begitu anda mencapai objek wisata pertama, anda pasti sudah enggan untuk kembali lagi ke Pangururan lantaran jalan lintas barat yang memang buruk. Alhasil, akhirnya saya bertanya apakah si bapak mau mengantarkan kami menuju Terminal Sampri, lokasi kami akan berangkat menuju Tele. Nggak pakai tawar-tawaran, dengan harga Rp. 3.000 kami langsung menaiki betor tersebut. Saya sih sempat berpikir, “Rp. 3.000 tuh untuk jarak jauh?”.
Ini adalah kali pertama saya menaiki betor selama berada di Sumatera Utara dalam kunjungan kali ini. Hohoho. Betor di Pangururan agak mirip betor di Medan, tipikal bak terbuka dengan motor di samping. Betor di Medan sekarang telah dimodifikasi sedemikian rupa sehingga ada semacam terpal yang berfungsi untuk melindungi penumpang dari terik matahari maupun hujan. Sedikit saran dari saya, pilihlah terpal yang berwarna bening karena anda nggak akan bisa melihat apapun kalau terpal yang digunakan bekas dari spanduk pemilu. Hahaha. Rasanya menyenangkan bahwa angin segar danau kembali menampar wajah anda pada pagi hari yang cerah ini. Betor berkelok-kelok menyusuri jalan di Pangururan, persis dengan jalan yang kemarin telah kami lalui semalam, melalui deretan perumahan, melewati Bank BRI Samosir, keluar melewati lapangan dan “ciiiiiiitttt”, berhenti tepat di Pasar Pangururan, pasar yang telah kami lewati semalam. Jiah! Ternyata Rp. 3.000 kemahalan kalau begitu, hahaha, pelitnya keluar. Namun si bapak supir betor ini ternyata baik, ia berhenti di deretan Sampri yang akan berangkat menuju Tele dan membantu kami menurunkan barang-barang. Hmm....jadi terharu *loch*. Inilah akhir dari petualangan kami di atas betor Pangururan yang ternyata *cek jam tangan* nggak sampai 5 menit!

4 komentar:

  1. hadooh kirain dramatis gimana gitu ternyata ciiiiiit, 5 menit aja :p

    ReplyDelete
  2. wakakaka...pengharapan anda terlalu banyak, Oom Brad :p lagian, kalau dramatis terus cape kali yah soalnya emosi terkuras terus #apasih. sesekali, yang biasa biasa aja juga oke koq. wekekekekek

    ReplyDelete
  3. wawawaw indahnya pulau samosir di oba]

    ReplyDelete