Melewati Malam Dari Salaman Ke Purwokerto

Sejatinya, ini adalah bus Semarang – Purwokerto via Magelang. Saya menunggu cukup lama di tepi jalan di Salaman, Magelang untuk mendapatkan bus ini. Bus ini adalah bus dengan jarak tempuh lama, sekitar 6-7 jam untuk total perjalanan. Dari Semarang ke Magelang, waktu yang dibutuhkan sekitar 3-4 jam. Dari Magelang menuju Purwokerto, waktu yang dibutuhkan sekitar 3-4 jam. Rute perjalanan bus ini adalah Semarang – Bawen – Pringsurat – Magelang – Mungkid – Salaman – Purworejo – Kebumen – Gombong – Banyumas - Sokaraja – Purwokerto.

Biaya perjalanan dari Salaman, Magelang hingga tiba di Purwokerto sebesar Rp. 20.000 untuk perjalanan selama 3 jam. Perjalanan ini sebenarnya cukup menawan, terutama ketika cahaya matahari masih tersisa di kawasan Purworejo. Saya melewati lembah di tengah-tengah gunung. Jalanan mengular dan tampaknya memang tepat berada di tengah-tengah gunung dengan dinding pepohonan dan tebing di kanan dan kiri. Suhu udara turun dengan drastis walaupun bus ini adalah bus non AC. Kabupaten Purworejo adalah wilayah pegunungan, namun tidak demikian dengan Kota Purworejo. Bus yang berhenti cukup lama di Terminal Purworejo sedikit bisa memberikan gambaran akan wajah kota ini. Kota yang terkenal dengan sebutan Kota Pensiunan ini adalah wilayah yang jauh dari hiruk pikuk kota walaupun berstatus kota. Tampilan umum kota ini adalah muram. Entah yach, koq saya melihat kota ini tidak terang? Memang sich, saat itu sudah malam tapi secara keseluruhan, saya melihat lampu-lampu yang dinyalakan di kota ini redup semuanya. Suram suasananya. Sebagian besar wilayah kota malah tidak disinari cahaya dan sebagian besar lainnya merupakan sawah. Kota Purworejo terletak di dataran rendah dan suasananya benar-benar kota yang sunyi.
Sekitar setengah jam menunggu di Terminal Purworejo, bus bergerak lagi dengan membawa sedikit tambahan orang. Berikutnya, saya menempuh perjalanan panjang, datar dan gelap serta berhujan, dari Purworejo hingga Sokaraja. Sama seperti Purworejo, jalur sepanjang kurang lebih 100 KM ini gelap dan tampak redup. Kutowinangun, Kebumen, Kutoarjo semuanya bernuansa gelap dan suram. Di ruas Gombong, saya bahkan tidak melihat ada satupun titik cahaya sama sekali. Jalan panjang tersebut gelap sama sekali, tanpa ada cahaya satupun walaupun samar-samar saya melihat ada sebentuk satu atau dua rumah di ruas ini. Apakah memang lampunya dimatikan? Atau memang ada pemadaman bergilir? Atau daerah ini belum teraliri listrik?
Selepas Gombong, sisa perjalanan dilalui dalam gelap dan hujan deras berangin. Hujan, hujan benar-benar deras mengguyur kawasan ini, hingga wilayah bergunung-gunung di kaki Gunung Slamet, Sokaraja, dan bahkan Purwokerto. Sang supir bus sempat menggoda saya untuk turun di Terminal Purwokerto guna bertukar bus yang menuju Wonosobo via Banjarnegara. Waktu itu sudah pukul 9 malam dan saya tertawa terbahak karenanya. Supir bus mengatakan, di Purwokerto, sampai malam sekalipun akan tersedia bus malam yang bisa membawa saya ke Purbalingga atau Wonosobo. Tapi tidak, sudah cukup petualangan saya sampai disini. Ditambah dengan hujan yang masih mengguyur deras, saya memilih untuk diam di bus sampai akhir perjalanan saya.
Saya diturunkan di Kota Purwokerto saat hujan masih mengguyur. Bus ternyata tidak mencapai Stasiun Purwokerto. Saya diturunkan di salah satu pangkalan ojek di tepi jalan yang cukup dekat dengan stasiun. Walau dekat, masih ada jarak sekitar 5 KM lagi sebelum saya mencapai stasiun. Dalam keadaan menggigil kedinginan, sedikit basah, dan letih, saya menawar ojek untuk mengantarkan saya ke stasiun. Untuk jarak yang cukup dekat, ia meminta Rp. 15.000 dan tidak bisa ditawar lagi. Apalah daya saya? Hehehe. Saya sudah letih, lelah dan ingin segera mencapai stasiun untuk makan malam (perut saya belum terisi apapun selepas nasi rames pagi tadi di Tirtonadi Solo), beli tiket dan pulang. Jujur saja, insiden di Magelang membuat saya jiper dan membuat saya menginginkan pulang, lebih dari apapun juga. Alhasil, waktu lebih satu hari yang masih tersisa dan tiket pesawat Semarang – Jakarta, tidak saya minati lagi. Sungguh mengherankan, sedikit peristiwa tidak enak bisa berdampak cukup besar bagi semangat saya dalam melakukan jalan-jalan. Disinilah saya, di Purwokerto, mencari jalan untuk pulang.

0 komentar:

Post a Comment