Babi Panggang Karo khas Tarutung di R.M. Aroma

Salah satu masakan Batak yang paling terkenal se-nusantara mungkin adalah Babi Panggang Karo, atau yang lebih dikenal dengan singkatan BPK. Sesuai namanya, makanan ini berasal dari tanah Karo. Buat yang nggak tahu dimana Tanah Karo itu, kalau sebut Kabanjahe atau Brastagi, mungkin lebih tahu kali yach? Nah, terkenalnya makanan ini nggak hanya meliputi wilayah Karo saja, namun hingga ke seluruh Sumatera Utara. Hampir seluruh kabupaten di Sumatera Utara memiliki rumah makan yang menyajikan makanan ini. Eits, tidak sampai disana saja, banyak tempat di Indonesia bisa ditemukan jenis makanan yang satu ini.
Nah, saya mencicipi makanan ini justru ketika saya sedang berada di Tapanuli Utara, Kota Tarutung. Asimilasi dan akulturasi kebudayaan memang bisa terjadi dimana saja. Kebudayaan Karo yang hadir dalam makanan Babi Panggang Karo ini sudah tercampur dengan dimana makanan itu disajikan dan siapa yang menyajikannya. Uniknya, saya menikmati Babi Panggang Karo justru di Rumah Makan Aroma, rumah makan yang dikelola oleh penduduk Tapanuli Utara yang beretnis China. Walaupun notabene masih banyak rumah makan yang menjual produk yang satu ini, namun rumah makan ini terletak tidak terlalu jauh dari perempatan D.I. Pandjaitan dan F.L Tobing. Plus, ada bocoran pula bahwa Babi Panggang Karo yang dijual oleh Rumah Makan Aroma ini adalah salah satu yang terenak di Tarutung ini. Hmm....mari kita sambangi rumah makan ini.
Yang jelas, selain Babi Panggang Karo, spanduk yang berada di depan rumah makan ini membuat saya penasaran akan menu lainnya. Bagaimana tidak, di spanduk penutup rumah makan ini tertulis menu ajaib lainnya yakni “Kidu-Kidu”. Hmm...semakin penasaran sajalah saya untuk melihat dan mencicipi menu ajaib ini. Kesan ramai tidak tampak begitu anda memasuki rumah makan ini. Pengunjung satu-satunya pada sore itu hanyalah kami berdua saja walupun semakin malam, sejumlah pengunjung berdatangan. Seorang pria paruh baya tampak di meja dalam, dan dua orang anak sedang asyik menonton siaran kartun di televisi yang digantung di dinding. Seketika itu saya mengambil lembaran menu dan sedikit sumringah lantaran harga makanan yang tidak terlalu mahal. Hore! Rata-rata makanan di tempat ini berkisar dari Rp. 10.000 – Rp. 20.000. Untuk Sup Tom Yam memang berharga Rp. 25.000 dan Ikan Kakap Asam Manis Rp. 45.000. Dua itu saja sich yang di luar pakem, namun sisanya, rata-rata berharga murah meriah! Nasi, mie, bihun atau kwetiauw goreng telornya saja dimulai pada Rp. 10.000. Mau makan tengah untuk beramai-ramai juga nggak masalah karena hampir setiap varian menunya cukup terjangkau dan porsinya lumayan. Saya sendiri memesan Ifumie Binjai, teman saya nasi goreng dan tidak ketinggalan tentu saja Babi Panggang Karo yang harganya murah : Rp. 10.000 saja untuk dimakan bersama.
Rasanya sich memang tidak berlebihan Rumah Makan Aroma ini dinobatkan sebagai salah satu rumah makan yang enak di Tarutung ini. Untuk harga yang ditawarkan dan kualitas rasanya, rumah makan ini jempolan! Babi Panggang Karo yang kami nikmati gurih, dan renyah, hampir serupa sebenarnya dengan menu babi panggang di nasi campur restoran Chinese. Yah, saya ambil positifnya saja, mungkin karena dipanggang jadi rasanya nggak jauh beda kali yach? Mungkin juga kali lain saya harus mencoba Babi Panggang Karo di lokasi yang berbeda, kalau perlu di rumah makan khas orang Karo di Kabanjahe! Sebagai penutup, saya menikmati jus wortel yang berharga Rp. 7.000. Menyenangkan rasanya bisa makan enak dan puas, minum segar dengan harga murah dan terjangkau. Hehehehe. Sebelum kami beranjak pergi, nampaknya dua orang pelayan di rumah makan ini melihat blackberry yang kami mainkan. Mereka akhirnya memberanikan diri untuk bertanya mengenai cara menggunakan blackberry, cara aktivasi kartu, hingga mengaktifkan blackberry messengernya. Usut punya usut, mereka membeli Blackberry tersebut di Kota Medan karena selisih harga yang bisa terpaut jauh apabila mereka membelinya di Kota Tarutung, bahkan hingga mencapai Rp. 500.000! Sayangnya, mereka tidak mendapat pelatihan yang memadai dari kios di Medan dan di Tarutung ini, tidak banyak warga yang bisa dimintai info mengenai blackberry. Hehehehe. Yah, hitung-hitung saya bagi-bagi ilmu dech. Toh sudah malam juga dan tidak ada yang akan kami lihat lagi plus sambil menunggu makanan turun, akhirnya saya dan rekan saya mengadakan training singkat mengenai cara menggunakan blackberry, mulai dari aktivasi, hingga mengantur profil blackberry messenger. Whuah, mereka benar-benar antusias sekali untuk belajar blackberry ini. hehehehe
Oya, saya sendiri nggak memesan Kidu-Kidu lantaran sudah memesan cukup banyak menu untuk dimakan pada malam ini. Namun, sayangnya, pelayan yang saya tanyai kurang bisa memberikan jawaban yang memuaskan bagi diri saya tentang deskripsi Kidu-Kidu. Yah, usut punya usut sich, Kidu-Kidu itu adalah jeroan, terutama usus babi yang diisi dengan daging sehingga menyerupai sosis. Sayang, saya sudah terlalu kenyang sehingga nggak sampai hati mau mencicipi Kidu-Kidu ini. Walaupun harganya Cuma Rp. 10.000, namun itu bukan alasan untuk tetap memaksakan memesan Kidu-Kidu ketika perut sudah kenyang. *burp*

8 komentar:

  1. di sumatera utara ini kayaknya emang surga ya mas buat orang yang bisa makan "all you can eat".. hehe..

    ReplyDelete
  2. Untung saya barusan makan sebelum baca posting yang satu ini. Biarpun mazhab kristen saya tidak mengharamkan babi, namun saya menjauhi babi karena alasan kesehatan. Tapi semua buyar ketika saya menghadapi babi panggang a la Minahasa. Begini kira-kira gambarannya: disajikan antero (biasanya saya pura-pura tidak melihat), babi yang malang tersebut dipanggang hingga coklat matang. Tidak semua orang Minahasa bisa memanggang babi hingga mendapatkan warna coklat yang sempurna. Dan itulah yang akan kita temukan saat kita mengerat daging babi tersebut: lapisan teratas yang berwarna coklat matang begitu garing hingga menghasilkan bunyi 'kriuk' yang sempurna saat kita kunyah. Setelah itu, secara mengejutkan kita akan disambut oleh lapisan lemak yang begitu lembut dan basah, sehingga seolah lumer di lidah. Belum habis rasa terkejut, berikut kita akan merasakan lapis ketiga berupa daging warna coklat pucat yang empuk dan menimbulkan efek seakan-akan kita raja. Setiap kali menyantapnya saya merasa lidah saya berdansa. Rasanya tidak begitu tajam, karena biasanya dipadukan dengan dabu-dabu yang asam pedas dan hidangan lain yang sangat berbumbu. Cobalah ke Sulawesi Utara saat bulan-bulan pesta pengucapan syukur. Tiap hari lidah anda akan berbahagia tanpa sepeserpun anda mengeluarkan biaya, kaerna semua orang akan mengundang anda dengan sukacita.

    P.S: kalau saya jadi Lomie, saya akan terlebih dulu memesan menu dengan nama ajaib sebelum memesan yang lain.

    ReplyDelete
  3. @Mbak May : kyaaaaaaaaaaaaaa caramu bercerita, membuat saya seolah mengalami dan menyelaminya. Gigitan kulit yang kriuk-kriuk, lemak yang basah dan hangat, serta daging yang ranumnya sempurna. hihihihi. Entah mengapa saya bisa membayangkan dengan jelas daging tersebut sedang berada di mulut saya, terkunyah saat dirimu sedang mendeskripsikannya...hihihihi

    @Mas Tri : hehehehe....kan intinya mencoba kuliner unik, Mas :p tapi kalau terlalu ajaib, saya nggak berani juga koq. hehehe

    @Oom Brad : dijamin abis baca langsung cari rumah makan terdekat...hihihihihi

    ReplyDelete
  4. Ayo, ayo, lekas ke Manado! Buktikan bahwa lidah nggak bisa bohong:).

    ReplyDelete
  5. kalau kata Mie Sedaaap sih, lidah bisa bohong tapi rasa, nggak bisa bohong :p

    ReplyDelete
  6. Tabo nai Fuang...gabe masihoh iba naeng mulak.........Tarutung nauli hutakki.....
    I will coming soon,,,,,,,,,,

    ReplyDelete
  7. alamat nya dimana ya gan?

    ReplyDelete