Baru dibangun dan selesai pada tahun 2005, Bandara Katapiang atau yang lebih dikenal dengan nama Minangkabau International Airport (MIA) ini memang menjadi kebanggaan masyarakat Sumatera Barat. Bandara ini jauh lebih modern dan memang menggantikan fungsi bandara lama yang terletak di Tabing. Karena alasan kapasitas dan daya dukung, maka Bandara Tabing pun digantikan dengan Bandara Minangkabau yang lebih baru dan lebih modern serta berdaya tampung lebih baik.
Perpindahan ini bukannya tanpa konsekuensi. Apabila Tabing masih berada di dalam wilayah Padang, maka Minangkabau sudah masuk dalam wilayah Pariaman. Akses menuju pusat kota (Padang) cukup memakan waktu. Ketika di Tabing, pusat kota bisa diakses dalam kurun waktu sekitar 15 menitan saja. Namun, ketika bandara telah berpindah ke Pariaman, perjalanan menuju pusat kota ditempuh dalam waktu 1 jam. Bandara terletak di daerah yang agak sepi dari pemukiman. Jalanannya bahkan cenderung agak gelap bahkan. Dari segi keamanan, memang bandara baru ini baik sekali. Seturut dengan perkembangan Kota Padang yang semakin meluas, keberadaan bandara di tengah kota dan diantara pemukiman memang tidak dapat ditolerir lagi. Bandara ideal memang seharusnya berada di luar pusat kota untuk menghindari dari hal-hal yang tidak diinginkan sehubungan dengan keselamatan dan keamanan penerbangan. Kini, Bandara Tabing tidak ditutup. Bandara hanya dijadikan pangkalan militer angkatan udara saja. Tertutup untuk kegiatan penerbangan komersil.
Pada waktu pengeras suara di dalam kabin menyebutkan bahwa dalam beberapa saat lagi pesawat akan mendapat di Bandara Minangkabau, saya segera buru-buru menegakkan sandaran kursi saya dan mengencangkan sabuk pengaman di perut saya. Tak lama, pesawat mulai bermanuver dan turun perlahan. Kemudian, pesawat menembus awan dan tampaklah pemandangan yang menurut saya bonus dari kunjungan saya ke Sumatera Barat. Selepas menembus awan, pesawat yang saya tumpangi tidak serta merta semakin menurun untuk mendarat. Tampaknya, pesawat malah turun lebih cepat di daerah Padang terlebih dahulu. Di sini, saya bisa menyaksikan Kota Padang, dengan sungai yang membelah kota dan mall besar yang tampak berwarna-warni dari ketinggian. Berikutnya, yang menurut saya paling spektakuler adalah punggung bukit-bukit yang berada tepat di pinggir pantai, membentang di ketinggian di bawah pesawat dengan hijau yang masih alami. Baru kali ini saya melihat pemandangan seperti itu. Langsung, saya menobatkan perjalanan mendarat ini sebagai perjalanan terindah (oh, jangan lupakan Banjarmasin dengan pulau-pulau besar yang menghiasi sungai-sungai besarnya). Bukit tersebut bukan hanya satu atau dua buah bukit saja namun deretan bukit yang membuat saya tidak bisa melihat adanya satu desa atau kota pun di bawah sana. Ya, saya semakin yakin bahwa Sumatera Barat adalah wilayah yang di’uruk’ di wilayah tengah pulau sehingga sisa urukannya itu membentuk bukit-bukit panjang, bahkan di sisi tepi pantainya. Tentu, pantai yang dapat dinikmati disini adalah pantai dengan bukit-bukit tinggi di sisi yang berseberangan. Beruntung saya mendarat di Sumatera Barat hampir malam hari. Tepat di antara bukit-bukit tersebut terdapat sejumlah desa-desa kecil atau kota yang berkelap-kelip karena cahaya lampu. Indah.
Saya nggak tahu pendaratan ini bonus perjalanan atau apa, yang jelas saya betul-betul menikmati pendaratan ini (biasanya saya tidak menikmati pendaratan karena mual melihat ke sisi jendela pesawat). Saya bahkan merasakan pesawat sengaja dilambatkan agar penumpang bisa menikmati pemandangan indah ini. Mungkinkah? Hehe...Akhirnya, setelah cukup lama (mungkin sekitar setengah jam) akhirnya deretan bukit telah berangsur-angsur berkurang. Pesawat semakin turun dan tak lama, wilayah pagar bandara telah siap menyambut pesawat mendarat (pada bagian ini, baru saya memalingkan muka dari jendela pesawat, takut mual). Pesawat pun mendarat dengan mulus di bandara. Asik! Saya sudah tiba di Ranah Minang!
Yah, mirip-miriplah dengan bandara hampir di seluruh wilayah Indonesia, ruang kedatangan hanya berupa sebuah ruangan besar tempat para penumpang masuk dan menunggu barang-barang mereka digulirkan di atas ban berjalan. Perbedaannya mungkin hanya terletak di kelengkapan fasilitasnya saja. Untung saja, Sumatera Barat memiliki bandara yang cukup lengkap fasilitasnya. Ada toilet yang cukup terawat, beberapa stand hotel dan kendaraan dengan brosur yang bisa diminta dengan gratis. Tampak, brosur Keripik balado Sherly memenuhi stand brosur di bagian tengah ruangan. Tak lupa, saya dan rekan-rekan berfoto terlebih dahulu donk dengan papan iklan besar yang ada di sudut ruangan bertuliskan “Selamat Datang di Sumatera Barat”.
Nah, urusan berikutnya adalah keluar dari area kedatangan. Kalau anda tidak memiliki bagasi yang akan ditunggu, sebaiknya segera keluar dari ruangan dan bisa leluasa mencari kendaraan. Nah, urusan mencari kendaraan di sini susah-susah gampang. Lagi-lagi, sama seperti bandara di seluruh wilayah Indonesia, supir taksi atau kendaraan sewaan akan langsung menyerbu anda begitu anda keluar dari ruangan. Dijamin, belum sempat anda menarik nafas, mereka sudah membujuk anda untuk menggunakan jasa kendaraan mereka. Agak menyebalkan sich sejujurnya. Tapi mau gimana? Kita butuh jasa mereka dan mereka memerlukan kita. Namun, yang saya butuhkan sekarang adalah space. Saya butuh diam sebentar untuk menentukan kendaraan apa yang akan saya gunakan dari bandara menuju pusat kota, tanpa direndengi dengan berbagai penawaran oleh rekan-rekan supir.
Pilihannya hanya dua. Apabila anda sendirian dan menghemat budget, maka naiklah bus damri yang terlihat jelas parkir di depan areal ruang kedatangan bandara. Biaya sekali jalan menuju pusat kota Rp. 18.000 per orang dan bus akan berhenti di Jalan Imam Bonjol, Padang. Jadwal bus? Oh, jangan kuatir. Bus akan selalu ada begitu pesawat mendarat. Jadi, jadwal kedatangan bus selalu bergantung pada kedatangan pesawat saja. Tidak ada jadwal yang harus dihafal toh? Lebih praktis. Telepon Damri untuk lebih yakin di 0751 – 7052137, Bandara Minangkabau di 0751 – 819123 dan informasi penerbangan di 0751 – 57560. Sesampainya di Imam Bonjol, silahkan pilih berbagai angkot atau kendaraan umum yang akan membawa anda ke lokasi tujuan. Angkot cukup tersedia sampai pukul 9 malam. Sebenarnya, angkot masih ada selepas pukul 9 malam namun keberadaannya sudah agak jarang, seturut dengan menurunnya mobilitas warga pada malam hari.
Pada saat anda akan mendatangi bus damri, anda pasti akan sedikit dihadang dan ditawari jasa taksi oleh supir-supir taksi yang bejibun jumlahnya di sekitar bandara. Apabila tawaran mereka cukup menarik dan masuk akal, silahkan pertimbangkan. Pertimbangannya apabila anda membawa barang dalam jumlah banyak dan tidak mungkin turun bus damri dan berganti angkot beberapa kali untuk mencapai lokasi tujuan. Apabila anda beramai-ramai, opsi ini tampaknya cukup menarik dari segi harga yang harus dibayarkan dan atas nama kepraktisan tentu saja. Supir taksi yang menawari kami mematok harga Rp. 100.000 untuk rombongan kami sampai di pusat kota. Harga yang masuk akal mengingat kami berempat, waktu sudah cukup malam, dan kami menenteng barang bawaan jadi cukup malas untuk berganti angkot. Satu hal yang perlu saya tegaskan disini ialah anda harus memastikan seratus persen tempat kunjungan anda dan tidak dapat dipengaruhi oleh apapun. Sekali anda katakan, itu adalah titah. Harus seperti itu. Apa pasal? Ketika anda sudah melakukan persetujuan harga di depan (sebelum anda menaiki taksi) oleh sang supir, itulah kekuatan anda. Ketika di dalam taksi, jangan coba-coba untuk merubah keputusan anda. Anda harus sudah yakin sebelum naik taksi atau bahkan sebelum keluar dari ruang kedatangan. Sang supir saya mengatakan bahwa hotel pilihan saya terletak agak di tengah kota dan jauh dari tempat makan dan cukup jauh untuk dilintasi kemana-mana dengan berjalan kaki. Kami goyah. Beliau menyarankan hotel yang sedikit berada di pantai (kebetulan saya sempat survei akan hotel ini) dengan asumsi akses jalan kemana-mana cukup mudah dan dekat dengan banyak tempat makan. Terdengar menarik yach? Beliau pun menawarkan diri untuk melintasi kedua tempat dan memberi bonus putaran satu kali untuk menunjukkan beberapa kemudahan yang didapat dengan menginap di hotel dekat pantai ini. Menyenangkan yach? Beliau menunjukkan rumah makan, tempat hiburan, pantai, lokasi wisata, dan cafĂ© tenda yang menarik dan menjajakan banyak aneka makanan Minang. Yah, semuanya terdengar menarik hingga ia meminta tambahan Rp. 20.000 karena lokasi ini lebih jauh dari lokasi yang sudah disepakati sebelumnya di bandara. Senyum meredup dari muka saya. Setahu saya, tarif Rp. 100.000 sudah cukup standard untuk sampai pada wilayah mana pun di dalam kota. Seandainya ini adalah keputusan awal dan kesepakatan bersama dari bandara, tentu saya tidak berkeberatan. Masalahnya, beliau meminta uang lebih karena ‘merasa’ telah berbaik hati merekomendasikan lokasi yang lebih baik dan kebaikan hatinya untuk menunjukkan beberapa tempat menarik di seputar hotel. Ya, seperti yang telah saya utarakan sebelumnya, setiap celah dapat dimanfaatkan untuk mengeruk keuntungan lebih. Ya, saya akhirnya tidak terlalu berkeberatan. Saya rela membayar lebih sesuai dengan keinginan beliau. Saya merasa, bahwa liburan tidak seharusnya terlalu diperhitungkan secara detail. Namun, untuk anda yang memiliki budget pas-pasan, saya agar berhati-hati dengan kejadian ini. Untuk anda yang beranggaran cekak dan ketat, sebaiknya anda berhati-hati agar kejadian serupa tidak terjadi. Memang, ini bukanlah tindak kejahatan dan kriminal. Tapi, caranya itu yang bikin agak gregetan. Ini hal yang saya tidak suka. Ketidakjelasan. Kalau memang ada tarif resminya, katakan saja terus terang. Jangan mengambang di permukaan. Nanti, pada saat pembayaran, baru ribut ini itu. Pembayaran ternyata lebih mahal dari prakiraan kami. Apabila memang mahal, katakan saja dari awal. Jadi, saya masih bisa memutuskan untuk menggunakan jasa atau tidak. Tidak usah ditutup-tutupi dengan mengatakan murah di awal namun ujung-ujungnya mahal. Malah mengecewakan. Lagipula, kalau memang beliau memiliki niat baik untuk memberikan rekomendasi dan mengantar toh tidak seharusnya ia mengutip uang pembayaran lebih dari kami, ya kan? Lagipula, beliau ternyata juga menerima sejenis komisi dari hotel yang kami tuju. Agar anda tidak kecewa selama disini, sebaiknya lebih waspada disini. Kunci dompet anda erat-erat. Untuk anda yang bermodal kuat, bisa melewatkan bagian ini dan selamat bersenang-senang dalam liburan ini.
Jarak sejauh 20 kilometer dari bandara ke pusat kota ditempuh dalam kurun waktu sekitar hampir satu jam. Walaupun hanya 20 kilometer, ternyata cukup lama juga jarak yang harus saya tempuh. Sepanjang perjalanan, ternyata banyak hal menarik yang dapat anda saksikan. Malam saja sudah cukup menggugah rasa ingin tahu, apalagi kalau siang yach? Yang jelas, sepanjang perjalanan, anda akan dibawa dari daerah pinggiran kabupaten yang sepi menuju ke ramainya kehidupan kota. Dari sini, ada rel kereta yang membentang menghubungkan Pariaman dan Padang dan beberapa kota lainnya di Sumatera Barat. Rel kereta ini masih berfungsi untuk mengantarkan penumpang ke beberapa wilayah di Sumatera Barat. Tampaknya cukup menyenangkan juga naik kereta di Sumatera Barat. Hal kedua menarik adalah eks-bandara lama Sumatera Barat yakni Bandara Tabing yang dapat anda temui sekitar 15 menitan (9 kilometer) dari pusat kota. Kalau butuh informasi mengenai taksi bisa coba di Taksi Kosti 0751 – 7050333, jasa kereta api di 0751 – 35954 dan Kantor Pariwisata Sumatera Barat di 0751 – 34186.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar:
Post a Comment