Dari Cemoro Lawang Naik Hardtop Ke Penanjakan

Saya anggap anda sudah melakukan booking pada sore hari sebelumnya. Booking ini menjadi penting dilakukan untuk memastikan ketersediaan hardtop yang akan membawa anda ke Puncak Penanjakan dan Gunung Bromo. Anda harus membayar biaya sunrise tour ini di awal, nggak boleh nyicil. Hahaha... Setelah anda menyelesaikan proses booking, anda akan diberi tahu detail perjalanan esok pagi. Pakaian hangat ialah sangat wajib. Saya nggak bisa memprediksi dinginnya di Puncak Penanjakan karena malam hari di musim penghujan di Cemoro Lawang saja sudah membuat saya menggigil kedinginan dan berminat untuk masuk kasur lebih dalam lagi. Atas dasar ini, saya mengenakan baju tiga lapis, celana dua lapis, tutup kepala yang sekaligus menutupi telinga, kaus kaki, dan sarung tangan serta syal untuk leher. Kalau kostum ini dikenakan di Jakarta siang hari bolong, pastinya orang-orang akan melirik dengan tajam kemudian terdengar kasak kusuk suara gunjingan. Hahaha...Namun ini di Bromo, kostum ini sangat terlihat wajar dikenakan. Untuk anda yang punya obsesi memiliki atau mengenakan pakaian musim dingin yang ekstrim (kulit minsk, yak, karibou) tapi nggak sempat ke belahan bumi sub-tropis, mungkin Bromo bisa jadi alternatif pertama.
Anda harus dibangunkan (lebih tepatnya bangun sendiri) pada pukul 4 pagi dari Cemoro Lawang. Nggak usah mandi karena tidak ada yang nekad mandi pada dini hari subuh seperti ini. Saran saya, daripada mengandalkan morning call, sebaiknya anda tetap bersiaga dengan alarm anda sendiri. Saya sendiri masuk dalam rombongan hardtop yang agak-agak terakhir. Entah saya terlambat atau bagaimana, namun saya telah mendengar suara kasak kusuk berisik dan suara orang bersiap-siap akan berangkat sebelum kamar saya diketuk. Lah, koq mereka dibangunkan lebih dulu sich? Bersiaga lebih awal tentu lebih baik daripada anda lupa dibangunkan dan hari sudah menjelang siang. Anda belum tentu digabung dengan peserta dari hotel yang sama. Bisa jadi, anda digabung dengan peserta dari hotel berbeda, dari Ngadisari atau Sukapura, atau bisa juga dari Malang atau Surabaya. Mereka menuju Cemoro Lawang tidak dengan menggunakan hardtop namun dengan bus atau wagon. Sesampainya di Cemoro Lawang, barulah mereka berganti angkutan hardtop. Siapkan juga uang retribusi masuk Taman Nasional Bromo-Tengger-Semeru sebesar Rp. 6.000/orang yang akan ditagih di pintu masuk. Saya pikir, biaya retribusi ini termasuk dengan sewa hardtop namun ternyata tidak.
Mulailah perjalanan selama kurang lebih setengah jam lebih menuruni Cemoro Lawang menuju lautan pasir. Iring-iringan hardtop berjalan menembus kegelapan dini hari. Yang jelas, saya tidak bisa melihat apapun kecuali benda tersebut disinari oleh cahaya lampu jeep. Hampir tidak ada cahaya sama sekali namun saya melihat patok-patok putih petunjuk jalan yang bisa digunakan apabila anda ingin berjalan kaki menuju Penanjakan. Saya hampir pusing karena hanya terombang-ambing dalam kegelapan pekat dini hari tanpa bisa melihat apapun di luar sana. Baju hangat yang saya kenakan terasa panas walaupun di luar, jendela jeep berembun tanda dingin. Empat orang turis asing yang berada di kendaraan bersama saya tampak masih menikmati tidur mereka. Uniknya, pakaian yang mereka kenakan tidak masuk kategori berlebihan, malah justru santai. Ada satu orang pria asal Perancis yang mengenakan celana pendek dan kaos biasa. Hm...mungkin udara dingin seperti ini tidak ada apa-apanya untuk dia kali yach?
Tak lama, setelah menempuh lautan pasir, mulailah jeep memasuki jalur pendakian. Jalanannya sebagian cukup bagus namun lebih banyak yang hancur berlubang-lubang dan berbatu. Jelas, tidak nyaman naik jeep dalam kegelapan dan terguncang-guncang seperti itu. Semakin naik, saya semakin bisa melihat kelap kelip cahaya desa di bawah sana, pijar nyala lava di dalam kawah gunung yang berwarna oranye kekuningan, kilat bersahutan dan berpijar, dan secercah sinar terang di ufuk timur yang masih samar-samar. Secercah sinar terang tersebut pastilah matahari pagi yang akan menjadi tujuan wisata kali ini. Sampai tempat ini, patok-patok jalan masih terlihat cukup jelas. Tampaknya, berjalan kaki masih mungkin dilakukan dengan mudah selama ada senter. Jeep masih berjalan beriringan menembus kegelapan malam hingga kemudian melambat dan bertemu dengan deretan jeep yang diparkir. Inilah Puncak Penanjakan. Silahkan turun dan berjalan kaki menuju menara pandang.

0 komentar:

Post a Comment