Setelah puas menikmati matahari terbit (sampai mataharinya meninggi dan menjadi teranglah seluruh menara pandang), akhirnya perlahan-lahan keramaian pun berkurang dan rombongan turis mulai kembali ke parkiran. Kalau orang-orang dalam group hardtop anda asyik-asyik semua, bisa tuh diajak kompromi mau turun kapan dan mau berapa lama di menara pandang. Ada sejumlah rombongan-rombongan ibu-ibu yang sudah dipanggil dengan megafon ketika matahari sudah terbit sepenuhnya. Kasihan juga, sudah bersusah payah mencapai menara pandang namun harus diburu-buru demi mengejar waktu untuk turun ke Bromo. Padahal, selain menyaksikan pemandangan Bromo-Tengger-Semeru di kala matahari sudah mulai meninggi, ada beberapa kegiatan seperti berbelanja tanaman hias atau oleh-oleh khas Bromo yang masih bisa dilakukan di atas sini loch.
Akhirnya, setelah puas banget (rombongan kami adalah yang terakhir meninggalkan menara pandang!) kami kembali ke parkiran. Bapak supir hardtop kami dengan setia menunggu kami. Setelah kami semua memasuki hardtop, hardtop pun turun gunung. Semua jalanan yang tadi pagi tidak terlihat pun kini terlihat jelas. Ternyata, lautan pasir Bromo dan empat gunung utama itu terlihat jelas dari ketinggian ini. Bisa jadi, pijaran lava yang kami lihat pagi-pagi itu berasal dari kawah Bromo yang masih aktif mengeluarkan asap. Jalanan yang kami lalui memang berbatu-batu dan tidak terlalu bagus serta curam. Motor sich sebenarnya bisa melalui jalan ini asalkan bannya cukup bagus. Walaupun masih di atas gunung, suhu sudah mulai meningkat. Jaket terluar saya sudah saya lepaskan. Syal pun saya mulai lepaskan karena mulai terasa lengket di kulit.
Setelah jalan menurun telah habis. Hardtop pun segera memasuki lautan pasir. Rerumputan cukup tinggi terlihat menggerombol di beberapa titik lautan pasir ini. Cukup aneh memang, di tanah yang seperti ini rumput bisa tumbuh sampai setinggi itu. Mungkin karena ini tanah vulkanis jadinya subur kali yach? Efek dari hujan masih menimbulkan bentuk rute nggak karu-karuan di lautan pasir tersebut. Bentuk pasir yang terlindas cukup dalam dan kering menimbulkan ceruk yang cukup dalam berbentuk ban. Hujan memang masih turun cukup sering di wilayah ini.
Lautan pasir ini adalah hasil buangan dari Gunung Bromo yang batuk sepanjang tahun dan Gunung Semeru yang masih aktif beberapa kali dalam satu tahun. Area muntahan lava dan pasir serta debunya mencapai 120 kilometer persegi (panjang sekitar 12 KM dan lebar sekitar 10 KM). Terkadang, abu vulkanik hasil muntahan Semeru bahkan bisa menghujani kota-kota di sekelilingnya seperti Malang dan Lumajang. Hujan debu dan abu tersebut bisa menempuk hingga belasan centimeter. Nggak heran, banyak pohon besar yang berbatang keras tidak memiliki daun di dekat Cemoro Lawang ini. Mungkin proses adaptasi terhadap hasil buangan debu kali yach?
Setelah sekitar setengah jam di dalam hardtop, akhirnya kendaraan berhenti di areal parkir. Memang, tadi banyak kami lihat hardtop yang berhenti bukan di dekat pura namun masih setengah jalan. Kalau rombongan anda menginginkan, hardtop tersebut bisa diminta untuk berhenti di titik-titik tertentu untuk berfoto. Hanya saja, perlu diperhatikan durasi tour yang hanya mencapai pukul 9 pagi saja. Areal pura yang menjadi titik awal perjalanan menuju Gunung Bromo pun ditutup untuk kendaraan. Pagar permanen dibuat mengelilingi areal tengah ini agar kendaraan tidak dapat masuk. Hanya orang dan kuda saja yang bisa masuk menuju pura dan Gunung Bromo. Persiapkan diri anda untuk menempuh jarak sekitar 1 kilometer! Bromo, saya datang!
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar:
Post a Comment