Borong Bakpia Pathuk 25 Di Asalnya

Saya pertama kali mengenal jenis makanan ini dari lagu yang dibawakan oleh Project Pop. Penyanyinya pun jelas, menyebutkan secara terang-terangan bahwa makanan ini berasal dari Yogyakarta, lengkap dengan lokasinya. Beberapa tahun (mungkin belasan tahun) kemudian, barulah saya mengetahui apa yang disebut dengan Bakpia Pathuk (dalam lagu dilafalkan Bakpia Patok), bagaimana rasanya, dan bagaimana makanan jenis ini merupakan oleh-oleh yang paling terkenal dari Yogyakarta, serta mengapa makanan ini mempunyai nomor (ada juga yang ngga sich).
Perjalanan saya ke lokasi Bakpia Pathuk tidak direncanakan. Saya hanya meminta kepada bapak supir Taksi Citra untuk diantarkan ke lokasi penjualan bakpia yang enak. Bapak tersebut langsung mengusulkan Bakpia Pathuk 25 dan tanpa banyak basa-basi, mobil langsung diarahkan menuju lokasi Bakpia Pathuk 25, Desa Pathuk, Kecamatan Ngampilan, Kota Yogyakarta. Tak lupa, pak supir mengawali perjalanan kami dengan kisahnya akan Bakpia Pathuk 25. Begini ceritanya...
Konon, bakpia terenak adalah bakpia dengan nomor 25, begitu kata pak supir. Nggak heran juga sich, kebanyakan teman-teman saya yang berdomisili di seputaran Jawa Tengah bagian selatan, biasanya menyebutkan angka 25, 75, atau 125, nggak jauh-jauh dari itu. Di luar nomor itu, bahkan ada yang ekstrem mengatakan, palsu! Rasa enak atau nggak sebenarnya relatif. Mungkin ada yang cocok dengan rasa Bakpia Pathuk 25 ini, mungkin orang lain nggak. Namun, menurut info yang berhasil saya korek lagi, bakpia ini adalah pionir pembuatan bakpia di Jalan Pathuk (sekarang bernama Jalan K.S. Tubun) dan diikuti dengan bakpia-bakpia lainnya. Dipadukan dengan manajemen pemasaran yang baik dan, boom, jadilah demam bakpia merajalela di Yogyakarta. Dengan suksesnya, demam ini mengantarkan bakpia menjadi salah satu ikon Yogyakarta selain Gudeg dan Dagadu tentunya. Nah, nomor yang menjadi merek dagang ini dahulunya adalah nomor rumah tempat pembuatan bakpia ini berasal. Ke depannya, walaupun beberapa dari pembuat bakpia tersebut sudah tidak berdomisili di Jalan Pathuk tersebut, nomor tersebut tetap mereka bawa menjadi merek dagang dan dipasarkan di seantero Yogyakarta (bahkan ada Bakpia Pathuk 888. Hmm...saya nggak yakin kalau Jalan Pathuk sebegitu panjangnya).
Bakpia yang akan saya kunjungi adalah bakpia yang cukup legendaris. Katanya sich enak. Nah, entah bagaimana ceritanya, saya mendapatkan info bahwa Bakpia 25 dan 75 ini masih bersaudara. Sementara itu, Bakpia 125 adalah pecahan dari Bakpia 25 yang sama-sama bermaksud ingin sukses dalam menjual bakpia. Bakpia di luar itu merupakan tiruan dari bakpia asli ini. Beberapa bakpia bahkan tidak menggunakan nomor namun menggunakan merek karena tidak dibuat di Desa Pathuk lagi. Yah, saya sich nggak terlalu peduli sama masalah internal seperti itu. Kongsi dan pecah dagang sudah merupakan hal yang biasa dari jaman dahulu. Mau meniru ya sah-sah saja tapi harus inovatif demi bisa mengalahkan sang pionir. Buat saya, yang paling penting adalah rasa dan kualitas! Terserah mereka mau menggunakan taktik dagang apa, namun kelembutan tepung dan renyahnya kacang hijau yang meleleh lembut di lidah ketika digigit, tentu bukan sekedar urusan nomor belaka! Apabila mereka mampu menghasilkan bakpia yang enak, dijamin, nomor mereka akan diingat sepanjang masa. Ini seperti efek domino. Ketika ada teman atau saudara kita yang tahu kita berkunjung ke Yogyakarta, tanpa diminta mereka akan memberikan tips gratis mereka, “bakpia yang enak di nomor sekian loch”. Yah...ujung-ujungnya menjadi nggak gratis juga lantaran mereka tahu kita ke Yogyakarta, dan mereka sudah memberikan tips “gratis”. Ya tentu, ada imbalan “gratis” donk buat mereka yang sudah menyarankan. Hihihi. Di lain sisi, tentu ini sudah menjadi marketing cuma-cuma untuk produsen bakpia yang bersangkutan. Produk enak, perut senang, produsen kipas-kipas, pembeli puas, yang kecipratan oleh-oleh juga sumringah. Lumayan, bisa merasakan Yogyakarta walau cuma lewat bakpia, kata mereka. Hihihi.
Jalan Pathuk terletak tidak jauh dari Jalan Malioboro. Namun, karena Malioboro merupakan jalan satu arah, maka taksi yang kami tumpangi harus agak memutar. Bangunan Bakpia Pathuk 25 ini masih merupakan bangunan lama. Mungkin sudah dari jaman dahulu kala kali yach? Walaupun ramai, tapi kami beruntung masih bisa mendapatkan tempat parkir. Bersama dengan kami, ada segerombolan ibu-ibu dan sejumput wisatawan berkunjung ke lokasi penjualan Bakpia Pathuk 25 ini. Kata sang supir taksi, bahkan kalau beruntung, kami bisa melihat proses pembuatan bakpia. Menyenangkan.
Ternyata ada yang lebih menyenangkan! Saat saya baru masuk ke dalam toko, wangi kacang hijau semerbak memenuhi udara. Mbak-mbak pelayan dengan ramahnya menjajakan bakpia mereka, gratis sebagai tester! Wah, saya tidak lewatkan kesempatan ini. Apabila cicipan bakpia pertama kurang terasa, bakpia kedua masih menunggu untuk dicicipi. Apabila anda belum yakin juga, silahkan cicipi bakpia ketiga yang masih hangat dan lembut tersebut. Sah-sah saja memakan sampai 10 bakpia atau menghabiskan 20 butir bakpia gratis tersebut dengan catatan, anda tahan malu. Hehehe. Saya sendiri menghabiskan sekitar 5 buah bakpia sebelum akhirnya memutuskan untuk membeli (padahal, bakpia pertama sich memang enak, namun karena gratis, ya kenapa ngga? Hehehe). Sayangnya, bakpia yang dijajakan dengan gratis hanyalah bakpia kacang hijau saja. Bakpia varian lainnya tidak boleh dicicipi. Adapun varian bakpia lainnya antara lain kumbu, nanas, keju, dan coklat. Harganya bervariasi, mulai dari Rp. 20.000 hingga Rp. 25.000. Kalau dihitung-hitung, satunya sekitar Rp. 1.000. Artinya, saya sudah dapat Rp 5.000 gratis di perut saya, YESSS!

Lokasi pembuatan bakpia berada di belakang toko tersebut. Sayangnya, pada siang itu, mereka sedang tidak membuat bakpia. Namun, secara cerdas, bakpia Pathuk 25 menyediakan rak-rak berisi aneka camilan seputaran Jawa Tengah di depan lokasi pembuatan bakpia tersebut. Lumayan deh, sambil nonton cara bikin bakpia, tamu-tamu bisa memilih, camilan mana yang mau dibawa pulang (bayar dulu maksudnya, donk). Aneka camilan seperti kentang putih, keripik singkong, keripik kentang, gadung, gethuk, dan macam-macam ada disini. Ide yang bagus sich buat wisatawan yang nggak mau repot beli oleh-oleh disana-sini. Saya pun ikut terjebak dengan memasukkan beberapa buah kantong camilan ke dalam keranjang belanjaan saya. Untungnya, beberapa diantara camilan tersebut menyediakan tester. Lumayan, kalau rasanya nggak meyakinkan, kan nggak musti dibeli. Mbak-mbak dan mas-mas yang melayani kami sungguh benar-benar fokus pada pelayanan. Pelayanan mereka ekstra. Mereka mampu untuk menjelaskan produk dengan sangat baik. Orientasi mereka sudah jelas mengacu pada kepuasan pembeli. Apabila ada turis-turis yang pertanyaannya mulai aneh-aneh seperti yang kami lakukan, mereka pun dengan sigap menjawab tanpa harus menampilkan wajah aneh. Hehehe. Segera, setelah saya menyelesaikan pembayaran dengan kartu kredit (maklum, gelap mata jadi borong dech ujung-ujungnya sampai duit cash di dompet nggak cukup), mbak-mbak tersebut dengan sigap membungkus semua oleh-oleh saya dalam satu kemasan kardus. Dengan sigap pula mas-mas tersebut membawa kardus tersebut ke alat pengepak untuk diberikan ikatan dan memberikan kami spidol untuk ditulisi nama. Canggih! Pelayanan sempurna tersebut ditutup dengan mas tersebut bertanya dimana mobil kami agar mereka bisa membawakan kardus-kardus tersebut. Saya bilang nggak usah karena kardus tersebut tidak berat. Namun mereka memaksa dan mengatakan tidak masalah. Oke, saya pandu mereka untuk sampai ke taksi. Ketika saya akan memberikan mereka uang tip, mereka menangkupkan kedua tangan seperti sedang berdoa, sambil memberikan hormat dan berkata “tidak usah pak, terima kasih banyak”. Saya merasa tertampar. Hebat sekali! Pelayanan sungguh-sungguh dan sangat tulus yang mereka berikan. Mereka bahkan tidak mengharapkan uang tip. Bahkan mereka membantu kami mengarahkan mobil agar bisa keluar dari area parkir. Sekali lagi, tanpa mengharapkan tip atau uang rokok atau apapun itu. Sudah jelas, saya akan merekomendasikan Bakpia Pathuk 25 kepada siapapun yang berkunjung ke Yogyakarta. Bakpia Pathuk 25 enak dan pelayanannya luar biasa. Jelas, ini bukan promosi. Tapi hanya curahan hati seorang customer yang puas saja!

6 komentar:

  1. ow.ternyata mas Lomar lagi di Jogja yah..

    ReplyDelete
  2. wow.. nyicip sampe kenyang ya mas.. hahaha

    sebenernya ada juga sih bakpia yang nggak kalah enak bahkan menurut saya lebih enak dari bakpia 25, namanya bakpia kurnia sari. lokasinya memang bukan di pathuk, tapi di jalan glagah sari. kalo beli disini harus pesen dulu sehari sebelumnya, apalagi kalau belinya dalam jumlah besar..

    ReplyDelete
  3. huwwee :O terharu #Loh
    tanpa banyak beriklan tapi dengan pelayanan yang profesional langsung deh terkenal via mulut ke mulut yang justru lebih menguntungkan :D
    kumbu tuh rasa apa sih ? bakpia baru nyoba yang kacang ijo dan keju
    nitip yang coklat dong #dilemparsendal hhohhho :P

    ReplyDelete
  4. @Jeanot : Hehehe...sudah di Jakarta sich, ni postingan kemaren ajah. hehehe

    @Tri : iya tuh, saya juga pernah denger Bakpia Kurnia Sari disebut-sebut di blog lain. hehehe...entah saya sudah pernah/belum nyobain yah, soalnya kadang saya nggak hafalin merek bakpia sih, kecuali 25 yang emang saya beli sendiri. Kalau temen-temen saya pulang dari Yogyakarta pun, mereka biasanya membeli bakpia yang non-angka. Mereknya bisa apapun. :D

    @Tiara : iya, saya jadi terharu. pelayanan luar biasa, sangat mengagumkan yang mereka berikan. Kumbu itu gandasturi, jeung. hehehehe... agak ga familiar yach namanya? :D favorit saya sih tetep kacang ijo dan keju. durian juga oke sih :D

    nitip sama Mas Tri aja deh yang baru lewat Yogya...hihihi #sendalnya-jadi-dua hihihi :p

    ReplyDelete
  5. iya saya suka beli yg nomor 25. sekarang jadi menyesal pas PRJ kemaren gak beli, padahal gerai nomor 25 cukup besar :(

    ReplyDelete
  6. dan sekarang PRJ-nya sudah berakhir...:p

    kayaknya ini melegalkan diri sendiri untuk berkunjung ke Yogyakarta dech. hahahaha

    ReplyDelete