Setelah Desa Ambarita, praktis tidak banyak lagi objek wisata yang akan kami temui sepanjang perjalanan menuju Desa Simanindo, ibukota kecamatan Simanindo. Perjalanan yang awalnya didominasi oleh banyaknya sawah dan rumah penduduk akhirnya tergantikan oleh hutan, tebing dan Danau Toba di sisi kanan kami beserta sekali-dua kali makam yang tersembunyi diantara semak-semak dan pepohonan. Jarak antara Ambarita dan Simanindo sekitar 15 KM. Yah, seharusnya sich bisa ditempuh dalam jangka waktu setengah jam lantaran jalanan yang berukuran kecil, kondisi medan yang naik turun serta tidak mulus di beberapa bagian. Plus, jalanan yang hampir kosong ini terkadang memaksa kami untuk menggeber sepeda motor ke titik maksimal yang memungkinkan. Namun, kondisi medan yang sukar diprediksi membuat kami terkadang harus mengerem atau melakukan manuver lantaran tiba-tiba terdapat belokan atau sekumpulan batu-batu yang ditempatkan di salah satu ruas jalan.
Nah, perjalanan sejauh 15 KM tanpa adanya kemacetan praktis membuat kami harus menggeber kecepatan motor terus menerus. Dan ternyata…capek juga yach menggeber motor terus-terusan? Hahaha. Saya sampai bergantian mengendarai motor dengan teman saya. Lumayan loch, sengatan matahari di tengkuk, terpaan hawa dingin yang menampar muka, posisi duduk dengan kecepatan yang bertahan, ternyata cukup efektif dalam membuat tangan saya kebas, mati rasa, plus badan pegal karena hawa dingin yang terus menerus menerpa. Walaupun mata terus dimanjakan oleh pemandangan cantik yang datang silih berganti, namun akhirnya kami memutuskan untuk beristirahat terlebih dahulu. Apalagi, saat itu kami tidak tahu berapa jauh lagi waktu yang kami perlukan untuk mencapai Desa Simanindo. Maklum, daerah Samosir yang ini, selain sepi dari kepadatan manusia, juga sepi dari rambu-rambu dan petunjuk arah.
Kami berhenti di salah satu ruas jalan yang menampilkan pemandangan Danau Toba tidak jauh dari tempat kami berada. Kemungkinan, kami sedang berada di Desa Sibatu-Batu. Danau tersebut mudah dicapai, tidak berada di ketinggian namun cukup bisa dicapai dengan jalan kaki saja. Kami pun memarkir motor sejenak dan berjalan kaki menuju tepi Danau Toba. Uniknya, Danau Toba di sisi ini cukup berbeda dari Danau Toba yang pernah kami lihat. Saya merasa bahwa saya sedang berada di suatu pantai dengan lautan lepas terbentang di hadapan kami. Maklum, saking luasnya danau ini, hamparan air pun tampak seperti lautan, apalagi dengan fitur ombak yang mendesir! Hehehe. Menariknya, hawa di tempat ini sejuk walau matahari cukup terik membakar kulit kami. Di kejauhan sana, terbentang bukit-bukit tandus ciri khas Danau Toba. Air Danau yang pastinya tawar (saya nggak nyoba sich) agak berpasir pada bagian tepinya. Ombak di bagian pantai ini sungguh besar. Bener dech, saya sich nggak yakin ini berada di Danau Toba! Namun tiba-tiba, saya melihat satu pemandangan unik. Ada segerombolan kerbau yang merumput kemudian terjun beramai-ramai ke dalam danau untuk kemudian mandi sekaligus meminum air danau tersebut. Wuih! Sesuatu banget yang nggak bisa kita lihat kalau sedang berada di pantai yach? Hehehe. Pantai di tempat ini sepi, walaupun ada satu atau dua buah rumah penduduk namun tidak ada aktitfitas penduduk sama sekali. Hanya ada satu buah perahu kayu yang teronggok di tepi pantai. Sayangnya, pantai yang tampaknya bukan pantai wisata ini memang agak kotor. Bukan kotor oleh sampah namun kotor oleh aktifitas penduduk. Angin tampaknya membuat ombak membawa segala macam sampah danau untuk terbuang ke arah pantai ini. Pasir pantai ini pun berwarna krem kecoklatan. Tampaknya bukan pantai yang menarik untuk dicemplungi. Saya pun hanya mengistirahatkan tubuh sejenak disini untuk kemudian berlanjut lagi. Maklum, pantainya nggak bersih-bersih banget dan nggak ada pohon besar tempat bernaung. Malas juga rasanya lama-lama kepanggang matahari.
Nah, perjalanan sejauh 15 KM tanpa adanya kemacetan praktis membuat kami harus menggeber kecepatan motor terus menerus. Dan ternyata…capek juga yach menggeber motor terus-terusan? Hahaha. Saya sampai bergantian mengendarai motor dengan teman saya. Lumayan loch, sengatan matahari di tengkuk, terpaan hawa dingin yang menampar muka, posisi duduk dengan kecepatan yang bertahan, ternyata cukup efektif dalam membuat tangan saya kebas, mati rasa, plus badan pegal karena hawa dingin yang terus menerus menerpa. Walaupun mata terus dimanjakan oleh pemandangan cantik yang datang silih berganti, namun akhirnya kami memutuskan untuk beristirahat terlebih dahulu. Apalagi, saat itu kami tidak tahu berapa jauh lagi waktu yang kami perlukan untuk mencapai Desa Simanindo. Maklum, daerah Samosir yang ini, selain sepi dari kepadatan manusia, juga sepi dari rambu-rambu dan petunjuk arah.
Kami berhenti di salah satu ruas jalan yang menampilkan pemandangan Danau Toba tidak jauh dari tempat kami berada. Kemungkinan, kami sedang berada di Desa Sibatu-Batu. Danau tersebut mudah dicapai, tidak berada di ketinggian namun cukup bisa dicapai dengan jalan kaki saja. Kami pun memarkir motor sejenak dan berjalan kaki menuju tepi Danau Toba. Uniknya, Danau Toba di sisi ini cukup berbeda dari Danau Toba yang pernah kami lihat. Saya merasa bahwa saya sedang berada di suatu pantai dengan lautan lepas terbentang di hadapan kami. Maklum, saking luasnya danau ini, hamparan air pun tampak seperti lautan, apalagi dengan fitur ombak yang mendesir! Hehehe. Menariknya, hawa di tempat ini sejuk walau matahari cukup terik membakar kulit kami. Di kejauhan sana, terbentang bukit-bukit tandus ciri khas Danau Toba. Air Danau yang pastinya tawar (saya nggak nyoba sich) agak berpasir pada bagian tepinya. Ombak di bagian pantai ini sungguh besar. Bener dech, saya sich nggak yakin ini berada di Danau Toba! Namun tiba-tiba, saya melihat satu pemandangan unik. Ada segerombolan kerbau yang merumput kemudian terjun beramai-ramai ke dalam danau untuk kemudian mandi sekaligus meminum air danau tersebut. Wuih! Sesuatu banget yang nggak bisa kita lihat kalau sedang berada di pantai yach? Hehehe. Pantai di tempat ini sepi, walaupun ada satu atau dua buah rumah penduduk namun tidak ada aktitfitas penduduk sama sekali. Hanya ada satu buah perahu kayu yang teronggok di tepi pantai. Sayangnya, pantai yang tampaknya bukan pantai wisata ini memang agak kotor. Bukan kotor oleh sampah namun kotor oleh aktifitas penduduk. Angin tampaknya membuat ombak membawa segala macam sampah danau untuk terbuang ke arah pantai ini. Pasir pantai ini pun berwarna krem kecoklatan. Tampaknya bukan pantai yang menarik untuk dicemplungi. Saya pun hanya mengistirahatkan tubuh sejenak disini untuk kemudian berlanjut lagi. Maklum, pantainya nggak bersih-bersih banget dan nggak ada pohon besar tempat bernaung. Malas juga rasanya lama-lama kepanggang matahari.
kamu naik motor sendiri atau ngojek, Lomie? tarif ngojek/sewanya berapa per hari?!
ReplyDeletenaik motor sendiri, tapi naiknya berdua, nggak sendiri. hahaha. Tarifnya murah sich, RP. 75.000/12 jam sudah termasuk bensin. Agak mengerikan juga sih kalau naik motor malam-malam di Samosir. Gelap banged soalnya, nggak keliatan apa apa juga....hehe
ReplyDeleteaih aih om Lomar :O foto-fotonya yang ada langitnya bagus2 ih sumpah deh :D
ReplyDelete