Ifumie Dan Mie Thai-Pedas A La Panguruan

Malam yang sudah larut membuat kami lapar! Bukan malamnya yang membuat kami lapar, tapi karena nggak diisi apapun sepanjang perjalanan, itulah yang membuat kami lapar. Memang ada sich satu rumah makan persis di samping Hotel Dainang, nempel dengan Gereja Katolik Inkulturasi St. Mikhael. Namun kayaknya jalan-jalan ke kota lebih seru dech daripada makan cuma sepelemparan batu. Hihihi. Yah, disinilah kami berjalan kaki menyusuri malam, menghindari anjing yang menggonggong, demi pencarian akan makanan pengganjal perut, pemuas dahaga, pelega jiwa, pemulih sukma *halah*. Makanan di Pangururan sich sebenarnya ada beberapa. Walaupun sudah malam hari, namun kami bisa melihat sejumlah rumah makan atau kedai masih buka hingga larut malam. Pilihan makanannya memang nggak terlalu banyak walaupun nggak sedikit juga sich. Sejumlah rumah makan yang masih buka mengusung menu siap saji dan bayar sebanyak yang diambil. Hmm...pada malam hari yang dingin ini, saya ingin merasakan kehangatan *apa sich*. Menu makanan yang hangat tampaknya cocok untuk malam ini.
Yah, kembali lagi, iklan terbaik dalam mempromosikan suatu makanan adalah aroma! Nggak perlu iklan mahal-mahal, nggak perlu model ganteng dan cantik, nggak perlu tempat elegan dan menawan! Cukup perpaduan antara perut lapar dan aroma masakan yang menggugah, dijamin, pengunjung akan datang berduyun-duyun. Mungkin inilah yang terjadi pada salah satu rumah makan di Pangururan : Pondok Indah yang terletak di Jalan SM. Raja. Rumah makan ini cukup terang (terang dalam hitungan Pangururan) dan aroma masakan yang menguar dari tempat ini sangat memikat. Saya bisa mencium aroma nasi goreng dan mie goreng dari tempat ini. Dengan segera, saya menobatkan mie goreng menjadi makanan terenak di seluruh dunia. Hihihi.
Menu makanan yang ditawarkan sich standard. Namun, menu makanan hangatnya memang menarik. Ditambah dengan harga yang tidak terlalu mahal dan beberapa menu yang unik, akhirnya kami memutuskan untuk makan di tempat ini. Yum! Menu yang terjadi di tempat ini sich standard seperti Nasi Goreng, Mie Goreng, Ifumie, Capcay, Fuyunghai, Ikan Asam Manis, hingga Babi Kecap. Hmm...teman-teman yang muslim nggak boleh mencicipi restoran ini donk yach? Ditilik dari makanannya, menu makanan di tempat ini masuk dalam kategori Chinese food. Namun, pemilik dari tempat ini bernama Ompu Toman dan muka beliau nggak kelihatan Cina sama sekali, malah cenderung Batak. Hehehe. Ya iyalah, namanya saja “Ompu”. Beda cerita kalau namanya “Babah” atau “Ngkoh” hehehe. Nama menu makanan yang agak unik dan membuat saya ingin mencicipinya adalah Mie Thai-Pedas. Seberapa pedas sich? Kata Ito yang berjaga sich cukup pedas (dia menjawab sambil malu-malu dan ketawa-ketawa mesem-mesem). Berhubung harganya pun nggak terlalu mahal (Rp. 15.000), ya sudahlah saya coba saja bagaimana rasa Mie Thai-Pedas itu sementara teman saya memesan Ifumie (Rp. 14.000). Sambil memesan saya berkata,”pedasnya jangan banget-banget yach” yang kemudian langsung disambut oleh ucapan si Ito, “bumbunya sudah jadi dari sananya”, sambil tak lupa tertawa dan senyum mesem-mesem. Ow...baiklah, jadi kadar pedasnya nggak bisa ditera ulang tampaknya. Baiklah, kita coba saja bagaimana rasa makanan ini.
Pesanan teman saya, Ifumie, datang terlebih dahulu. Alih-alih Ifumie, bentuk makanan teman saya ini lebih terlihat menyerupai Mie Goreng atau Mie Capcai. Saya sampai berusaha bertanya ke Ito yang melayani dan meyakinkan bahwa ini memang pesanan yang tepat. Ternyata, memang wujud dari sang Ifumie seperti ini, mienya digoreng bersama dengan sayur-sayuran yang didominasi oleh potongan wortel. Hmm...bagaimana kalau kita pesan Mie Goreng beneran yach? Hehehehe. Ifumie yang sebenarnya kan harusnya digoreng kering dan kemudian disiram oleh kuah kental bercampur sayur-sayuran. Yah, untung saja rasanya masih enak dan gurih untuk dimakan. Perbandingan antara aroma dan rasa tidak terlampau jauh. Enak! Nah, permasalahan muncul dengan pesanan saya. Mie Thai-Pedas yang saya pesan tidak datang-datang. Cukup lama saya menunggu sembari mencicipi Ifumie milik teman saya. Setelah memanggil si Ito, nggak lama si Mie Thai-Pedas ini barulah datang. Mungkin proses pembuatannya memang cukup rumit dan lama sehingga pesanan ini nggak keluar-keluar. Soal wujud, Mie-Thai Pedas ini memang berwarna merah menyala, terbalut oleh cairan pedas yang tentunya membuat air liur terbit apalagi kalau lapar. Rasanya? Yah, memang pedas sich! Hahaha. Pertama-tama memang tidak terasa pedasnya, namun lama kelamaan, campuran antara lada dan cabai membuat makanan ini menjadi pedashhhhhh. Menu yang satu ini memang nikmat, apalagi kala panas dan hangat-hangat. Namun, perut saya nggak kuat kalau dipaksakan makan sepedas ini (catet : level pedas saya tidak terlalu keterlaluan koq) alhasil Mie Thai-Pedas ini tidak saya habiskan. Sayang sich, tapi saya nggak mau mencri-mencri sepanjang perjalanan (masih ada 5 hari ke depan soalnya). Untungnya, teh di rumah makan ini tersedia gratis dan menurut saya yang penggemar teh, teh disini harum dan nikmat. Hihihi. Apalagi gratis! Makin nikmat saja dech. Pengalaman makan malam di Pangururan akhirnya ditutup dengan sekotak susu dingin untuk menetralkan perut agar tidak bergejolak esok harinya. Hehehehe.

4 komentar:

  1. kalau lihat dari gambarnya saya langsung ngiler euy..hihihi
    saya kebetulan penggemar makanan pedas..

    ReplyDelete
  2. the power of SLR, Daeng. hehehe. tapi aslinya memang makanan ini tampilannya ciamik sih :D

    ReplyDelete
  3. melihat gambarnya saja sudah ngeces , gimana klo ngerasain ya ...
    apalagi yang pedas itu, pengen njajal, kira2 saya akan bilang pedas atau malah kurang? :D

    ReplyDelete
  4. Kalau saya mengajukan pertanyaan: "Kok nggak ada reportase makanan-makanan daerah yang Lomar kunjungi dan segala penilaiannya, sih? Kalau sekedar mie sih di mana-mana juga ada" ?apakah Lomar akan menjawab,"Ikut blog-nya Pak Bondan aja, Mbak May"?

    ReplyDelete