Seperti yang sudah saya singgung sebelumnya, butuh 3 kali pergantian pete-pete dari Makassar untuk mencapai Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung di Bantimurung, Maros. Pertama, anda harus naik dari Sentral, pete-pete yang menuju Terminal Daya (Kalau anda bukan di Sentral, artinya anda butuh 4x pergantian pete-pete hingga tiba di Bantimurung). Untuk sekali jalan, biayanya Rp. 3.000. Anda akan diturunkan di Terminal Daya, pengganti Terminal Panaikang yang sudah ditutup. Penanda patung ayam jantan akan tampak di tempat ini. Naiklah pete-pete jurusan Pangkajene. Pete-pete jurusan Pangkajene ini umumnya sepi penumpang. Jarang sekali yang naik untuk rute cukup jauh. Rata-rata, penumpang hanya naik dari Daya untuk kemudian turun di Mandai atau di Biringkanaya. Saya hitung, hampir tidak ada penumpang yang naik dari Makassar untuk tujuan Pangkajene. Terlalu jauhkah barangkali?saya sampai takut kalau-kalau diturunkan di pinggir jalan karena sepinya penumpang. Untung saja, pak supir selalu mendapat penumpang. Beberapa kali, beliau bahkan sedikit berbelok dari rute yang seharusnya demi mengangkut seorang ibu-ibu (umumnya) yang berjualan sayur atau pegawai negeri. Waktu terasa berjalan lambat sekali di rute ini. Jarak Daya hingga Pasar Maros nggak bisa dibilang dekat. Lumayan jauh juga. Beda-beda tipis deh sama jarak MTC-Daya yang pada dasarnya memang jauh. Saya juga jarang melihat pete-pete jurusan ini melintas. Saya sampai takut kalau saya sampai turun, saya nggak bisa ketemu atau bahkan lama mendapati pete-pete jurusan ini. Biarpun lapar, saya nggak turun untuk mencari makan siang. Daripada nekad turun terus nunggu pete-pete lama lagi ya toh? Saya ngabisin satu bungkus roti tawar yang saya bawa dech. Sama seperti halnya dimanapun supir angkot berada. Pete-pete bisa sangat mengesalkan kalau anda buru-buru. Perjalanan Makassar - Bantimurung yang katanya sekitar 1 jam waktu tempuh, bisa saya tempuh dalam 2 jam, itu pun baru dalam jarak Makassar - Maros. Alasannya cukup jelas, mereka melakukan ngetem, berulang kali. Menunggu-nunggu penumpang agar pete-petenya penuh sehingga penantian saya terasa lama sekali. Sampai jamuran rasanya di dalam pete-pete.
Di sisi lain, walaupun perjalanan lama, saya senang bisa melihat pinggiran kota Makassar hingga menuju Maros. Banyak rumah khas Makassar di tepian jalan Mandai - Maros yang masih tradisional. Saya pun jadi tahu akses jalan menuju Bandara Hasanuddin tanpa melewati tol. Menyenangkan. Bukit-bukit karst sudah terpampang di tidak terlalu jauh begitu kita sudah memasuki wilayah Maros. Cantik. Oh yah, ongkos Daya - Maros sama, Rp 3.000 juga.
Kemudian, pete-pete yang saya naiki masuk ke dalam Pasar Maros. Pasar ini tidak berukuran besar. Mirip seperti pasar kabupaten yang umum kita kenal dech. Pete-pete banyak berjajar di dalamnya, entah beroperasi atau tidak. Tapi supirnya baik, membantu saya mencarikan pete-pete jurusan Bantimurung sebelum ia melepas saya. Sama halnya dengan supir di Daya yang membantu saya mencarikan pete-pete ke Pangkajene. Orang Sulawesi Selatan baik hati, saya jadi terharu. Hehe..Tidak melalui jalan besar propinsi, pete-pete yang saya naiki masuk ke jalan kabupaten yang kecil, hanya bisa dimuati oleh 2 buah kendaraan saja. Pete-pete yang saya naiki masuk semakin ke dalam pedalaman. Saya melalui sebuah jalan yang asri, hampir lurus, dengan sungai kecil mengalir di sebelahnya. Kurang lebih, waktu setengah jam diperlukan disini dari Maros untuk mencapai Bantimurung. Yang menarik, sang supir ternyata orang Jawa Timur. Namun ia sudah lama tinggal di dekat Bantimurung. Jarang sekali pengunjung datang menaiki angkot ini kalau tidak mengunjungi Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung. Sang supir juga berprofesi sebagai pemandu wisata taman nasional tersebut dan Gua Leang-Leang yang terletak di ruas Maros - Bantimurung. Gua Leang-Leang ini juga merupakan objek wisata unggulan yang terletak di Bantimurung. Gua Leang-Leang ini memiliki peninggalan arkeologis berupa bekas-bekas cap telapak tangan purbakala yang masih ada hingga sekarang. Bekas-bekas ini dipercaya sebagai tanda adanya kehidupan manusia purba pada jaman dahulu di wilayah perbukitan karst ini. Sayang, waktu yang sungguh terbatas membuat saya nggak bisa berhenti untuk berkunjung ke gua ini. Saya meneruskan perjalanan hingga ke Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung di ujung rute. Biaya pete-pete ini hanya Rp. 2.000.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
duuh kapan ya eike kesini...
ReplyDeletesekarang juga bisa Jeung....tinggal nyebrang Selat Makassar aja koq :p
ReplyDeletePake sampan lagi yah...mantaf beneur...hehe...
ReplyDeletepake rakit aja gmn? hihihi....tinggal dayung pake tangan wekekeke...
ReplyDeleteAto pake pesut...*ngaco mode on* ...
ReplyDeletesekalian promosi perut Samarinda yach kalau begitu?hehehe
ReplyDelete