Bertarung Dengan Daging Di Dolok Sanggul

Sebenarnya, Dolok Sanggul serupa dengan Jeneponto, terkenal akan masakan daging kuda-nya. Sayangnya, waktu terlampau singkat dan saya kelamaan mengamati dan berfoto-foto pemandangan di sekitar Dolok Sanggul. Akibatnya, dalam waktu yang lebih singkat lagi, saya harus memutuskan untuk makan dimana saja dengan resiko Sampri yang kami tumpangi akan segera berangkat. Sebelum memilih salah satu rumah makan, saya menghampiri salah seorang penumpang yang makan di Rumah Makan Pribumi dan bertanya apakah kendaraan masih akan menunggu kami? Bapak tersebut mengatakan agar kami makan saja dan jangan kuatir, nanti akan dipanggil. Yah, nggak mencari jauh-jauh, akhirnya saya memilih Rumah Makan Pribumi sebagai lokasi makan siang kami.
Saya duduk di dalam rumah makan yang tampak jadul tersebut. Mejanya, kursinya, dindingnya, semuanya seakan membawa saya beberapa puluh tahun ke belakang. Hampir semuanya bernuansa kayu yang sudah pudar dimakan jaman. Bingung akan disajikan apa, tanpa basa-basi pramusaji menyajikan nasi, sebentuk daging, dan satu mangkok sup. Kayaknya cuma ada satu menu saja deh di tempat ini. Saya nggak tahu itu daging apa dan nggak tahu itu sup apa, kemungkinan sich sup daun labu karena bentuknya serupa dengan sup yang saya makan di Robema, Tomok. Saya nggak sempat berbincang-bincang dengan pramusaji karena segera bertarung dengan daging yang luar biasa keras tersebut. Sendok dan garpu yang saya gunakan sampai bengkok sehingga saya memutuskan untuk menggunakan tangan dan gigi. Krauk! Saya sampai khawatir daging ini akan membuat saya sakit perut saking keras dan alotnya. Hehehehe. Daging ini keras, dengan kuah yang menyelimutinya serupa semur karena rasanya manis. Saya harus mengorbankan tangan saya belepotan memegang daging agar bisa digigit. Tentu, saya jadi nggak bisa bebas memegang kamera lantaran tangan saya belepotan bertarung dengan daging. Hihihi. Sementara sayurnya, sama persis seperti yang saya rasakan di Robema, ada aroma tertentu namun rasanya hambar. Sayur labu memang harus disajikan dingin tampaknya.
Rumah makan ini terbuat dari kayu, tipikal rumah lama gaya Sumatera yang dibangun dan disusun dari papan-papan. Foto-foto pemilik dipajang di tempat ini, saya bisa membaca salah satunya : keluarga marga Munthe, boru Simatupang dan boru Sihombing. Terima kasih untuk Bapak Lamsar Simanullang, asli Dolok Sanggul yang sudah menjelaskan kepada saya mengenai beda antara “marga” dengan “boru”. Info saja, marga digunakan untuk laki-laki dan boru digunakan untuk perempuan. Sayang, saya nggak sempat berbincang panjang dengan pramusaji atau pemilik warung tentang makanan yang saya makan karena mereka tampak sibuk melayani tamu. Sedang berusaha mencari waktu yang cocok, tiba-tiba saja penumpang yang tadi kami tanyai memanggil kami dan mengatakan bahwa Sampri sudah siap berangkat. Kyaaaaa. Alhasil, saya nggak menghabiskan daging entah-apapun-itu yang tersaji di atas meja makan saya. Nasi merahnya pun nggak saya habiskan lantaran takut ditinggal Sampri. Hihihi. Untuk standard Dolok Sanggul dan selama di Sumatera Utara, saya rasa makanan ini tergolong mahal karena untuk nasi merah, daging, dan sup daun labu, ditambah air putih sepuasnya, satu orang dikenakan biaya Rp. 17.500. Cukup mahal apalagi daging dan nasinya nggak habis. Hiks.

3 komentar:

  1. Hampir setiap patah kata di postingan yang ini bikin saya terpingkal-pingkal. Walaupun nggak ada laporan detil tentang daging entah-apapun- itu *ngakak again* karena keterbatasan waktu, tapi sutralah. Superb!

    ReplyDelete
  2. wekekekek....makasih deh kalau masih dianggap menarik. buat saya, daging apapun-itu yang keras dan butuh waktu untuk memakannya sama sekali nggak membuat saya terkesan. hahaha

    ReplyDelete
  3. itu ada daging kuda, welcome to Dolok Sanggul kabupaten Humbahas propinsi sumatera utara, info yang anda dapat itu adalah rumah nya almarhum Nenek saya kalau orang batak bilang Opung, dan menurut saya harga yang diberikan untuk seporsi daging kuda + beras merah relatif wajar, karena harga daging kuda dan beras merah itu relatif mahal, daging kuda 1 kilo nya bisa menembus harga Rp.75.000-90.000. thanks buat info nya buat yang punya blog... :D

    ReplyDelete