Menyelam Kedua Kali Di Menjangan Kecil

Selesai makan siang dan berleyeh-leyeh di Cemara Kecil, akhirnya matahari semakin condong dan waktu sudah sore. Usai makan siang, kami segera kembali ke kapal dan melanjutkan perjalanan menuju Pulau Menjangan Kecil, spot penyelaman berikutnya yang ditentukan. Jarak perjalanan dari Cemara Kecil menuju Menjangan Kecil sekitar setengah jam. Badan saya sudah terasa segar dan tidak terlalu mual, mungkin karena sudah makan kali yach? Yang jelas, sesampainya di Menjangan Kecil, perahu yang kami tumpangi tidak merapat ke pantai, namun berhenti sekitar beberapa puluh meter dari garis pantai. Di bawah kami, air laut berwarna biru tua, tanda laut dalam, namun jernih dan menampilkan aneka ikan bercorak loreng hitam putih berenang dengan lincahnya. Pak Hakim segera mengambil nasi dan membagikannya kepada kami. Ia meminta kami untuk menebarkan nasi-nasi tersebut. Segera, ikan tersebut berebutan dengan brutal dan semakin banyak. Hihihi. Lucu.
Tanpa membuang waktu, kami segera mengenakan pakaian selam kami. Sebelum menyelam, kami diberi susu kental manis yang kata Pak Hakim akan melonggarkan jalannya tenggorokan sehingga mempermudah pernafasan. Kata Pak Hakim, kami harus segera bergegas karena waktu semakin sore. Saat waktu penyelaman dimulai, sudah menunjukkan pukul 14.30. Kata beliau, tidak baik menyelam pada sore hari karena arus lautnya akan membesar di tempat tersebut. Berhubung kami penyelam amatir dan pemula sekali, yah, nurut saja deh. Hehehe.
Segera, kami melakukan berenang ringan di sekitar kapal untuk membiasakan diri. Memang sich, setelah percobaan pertama tadi, percobaan kedua ini bisa dibilang cukup sukses. Saya sudah menemukan teknik equalising yang manjur yakni dengan menelan ludah. Sebelum equalising, kepala saya terasa sangat sakit pada kedalaman 5 meter dan tidak bisa lebih dalam lagi. Setelah berhasil equalising, proses turun ke kedalaman lebih mudah. Nah, pada kedalaman 5 meteran itu kami belum melihat ada apapun yang menarik untuk disimak. Oleh karena itu, Pak Hakim membawa kami ke wilayah yang lebih dalam lagi. Pengukur kedalaman menunjukkan angka 7 hingga 9 dan 10 meter. Disini, akhirnya kami melihat apa yang disebut dengan taman bawah laut. Tidak banyak ikan terlihat disini, namun terumbu karang masih cukup banyak dan beraneka ragam bentuknya. Ragam hias dan warnanya sih nggak sama dengan apa yang pernah saya lihat di internet atau televisi. Mungkin karena Karimunjawa tidak masuk dalam wilayah segitiga karang dunia kali yach?
Bagaimanapun, apa yang lihat tetap saja menawan saya. Saya melihat aneka terumbu karang dengan bentuk menakjubkan dan berwarna-warni. Saking warna-warninya, saya sampai takut kalau saya secara tidak sengaja menyentuh mereka atau sebaliknya. Saya takut kalau kulit mereka mengandung racun atau apapun itu. Hihihi. Sebaliknya, saya juga takut merusak mereka karena dari yang pernah saya baca, terumbu karang rentan rusak karena ulah manusia dan untuk regenerasi, mereka butuh waktu panjang untuk menumbuhkan diri. Nah, diantara terumbu karang tersebut, barulah saya melihat sejumlah ikan-ikan kecil berenang berseliweran. Pak Hakim bahkan menujukkan anemon yang tumbuh di ujung karang, habitat clown fish atau yang biasa kita kenal sebagai Nemo. Lucu sekali! Ternyata, Anemon memang habitatnya Nemo karena ikan berwarna putih dengan corak oranye tersebut lincah bermain di dalam anemon tersebut.
Pak Hakim menunjukkan lagi kepada kami, sejumlah Lili Laut, Bintang Laut dengan bentuk yang luwes, mentimun laut atau teripang, hingga ikan yang menyerupai Ikan Bawal yang biasa kita lihat di meja makan namun dengan ukuran sebesar meja. Ikan tersebut jinak namun ketika didekati, mereka bergerak perlahan menjauh. Untuk beberapa terumbu karang pun Pak Hakim memperbolehkan kami untuk menginjaknya, terutama untuk yang bentuknya seperti lempengan dan datar seperti meja. Beliau membuat gerakan oke yang artinya aman untuk diinjak. Mungkin terumbu karangnya cukup kuat kali yach? Sementara itu, apabila beliau tidak memberi informasi apapun, saya lebih suka menganggapnya sebagai “tidak” sehingga tidak nekad untuk menyentuh apapun yang ada di sekitar kami. Anehnya, air laut di sekeliling kami tidak benar-benar bersih. Semakin ke dalam ketika cahaya matahari semakin hilang, saya bisa melihat bahwa air laut di sekeliling kami penuh dengan benda semacam lendir melayang berbentuk panjang. Lendir itu ada di sekeliling kami. Apakah itu sekresi makhluk laut? Saya nggak mau tau deh mendingan. Hihihihi.
Memang, waktu penyelaman selama 1 jam mungkin dirasa kurang untuk beberapa orang. Namun, saya sudah merasa cukup dengan waktu penyelaman tersebut. Tambahan lagi, kami tidak bisa mempergunakan 1 jam oksigen di tabung sepenuhnya, pasti harus ada yang disisakan untuk berenang kembali naik ke permukaan. Untuk naik ke permukaan pun tidak bisa sekaligus, namun dianjurkan perlahan-lahan agar terhindar dari penyakit dekompresi. Dalam kurun waktu demikian saja, tubuh saya sudah kedinginan. Hampir satu jam saya menyelam dan menyaksikan kecantikan alam bawah laut dan meteran saya sudah menunjukkan angka 15 meter tanpa terasa. Saya cukup kaget juga pada saat melihat meter yang tertera. Padahal, sebagai pemula, Pak Hakim mengatakan hanya akan membawa kami ke kedalaman 10 meter saja. Bablas kali yach saking penasarannya sama bentuk-bentuk unik dan ajaib di laut?
Pak Hakim segera meminta kami untuk kembali ke atas dengan perlahan-lahan ketika sisa oksigen kami tinggal 30% saja. Ketika naik, memang tidak membutuhkan equalising saat turun. Sambil mendaki naik, kami melakukannya perlahan-lahan dan kembali mengamati sekeliling kami.
Saat tiba di daratan, saya segera membuka masker dan alat pernafasan saya. Saya segera mengeluarkan sesuatu yang saya kira ingus di dalam hidung saya yang ternyata adalah darah. Pak Hakim menjadi panik lantaran saya belepotan darah dan beliau segera bertanya apakah kondisi saya baik-baik saja. Saya tersenyum dan tertawa bahwa saya baik-baik saja. Mungkin darah tersebut saya dapatkan ketika di kedalaman 5 meter saat saya sukar melakukan equalising sebelumnya. Pak Hakim dengan lega langsung bercerita bahwa kejadian serupa pernah terjadi namun lebih dasyat karena si penyelam sampai muntah darah. Untung saja, saya tidak kenapa-napa. Saya bersyukur masih bisa kembali ke daratan dan bernafas lega oksigen bumi yang lezat tanpa bantuan alat bantu apapun. Jujur saja, seeksotis apapun pemandangan yang saya saksikan tadi, tampaknya menyelam bukan olahraga favorit saya. Mungkin saya tidak akan mau mencoba menyelam lagi. Alasannya, selain olahraga ini menurut saya beresiko tinggi, saya tidak menemukan kenikmatan di dalamnya (serius, udara bumi jauuuuuuh lebih enak daripada udara tabung), adalah sewa peralatannya yang mahal dan tidak sesuai dengan semangat backpacker. Hehehehe.
Pak Hakim meminta kami bergegas menuju kapal karena arus laut sudah sampai tempat kami. Iya, kami bisa merasakan pergerakan kami semakin sulit. Ditambah dengan tubuh kami yang sudah letih berenang di dalam laut, kami semakin membutuhkan usaha keras untuk mencapai kapal. Saat muncul di permukaan, kami sampai di pantai berterumbu karang namun sudah agak dangkal. Berhubung kapal masih jauh dan kami sudah agak kepayahan, akhirnya Pak Hakim berteriak dan memanggil kapal agar kembali dan menjemput kami di tengah laut. Sekianlah pengalaman menyelam saya.
NB : Maaf, saya nggak punya kamera bawah air jadi ngga ada foto penyelaman bawah laut saya. hihihi

2 komentar:

  1. waw sampe keluar darah ? :O ada yang sampe muntah darah ? wah ngeri juga ya
    ikan bawal sebesar meja ? *gg kebayang karena bentuk ikan bawal yang normalnya aja lupa hhehhe*

    ReplyDelete
  2. iyah, keluar darah dari hidung saya >.< mungkin waktu di 5 meter, saya sukar equalising dan saya maksa, makanya pala saya puyeng banged di dalam sana. Efeknya jadi kayak gitu deh hahahaha. Untung saya masih sehat walafiat sampe sekarang. Menyelam emang kudu sehat walafiat deh

    Ikan Bawal itu kan ikan yg biasa di meja makan loh Jeung. Hehehehe. Ini ikannya guedheeee banged. ampe serem >.<

    ReplyDelete